Mengenalmu Seperti Kesalahan

2083 Words
"Aku ingin menyesal telah mengenalmu tapi aku selalu tidak bisa." ***   Keynara menikmati semilir angin di taman belakang rumahnya. Keynara sedang menikmati sore hari bersama dengan Kinan layaknya mereka sedang piknik. Mereka menggelar tikar dengan beberapa makanan diatasnya.   Kinan sedang menata makan-makanan itu dan Keynara sedang berbaring di atas tikar dengan kacamata hitamnya sambil memandang Langit sore, karena kesibukannya bekerja dan waktunya menulis yang kian padat, ketika Kinan meminta berlibur Keynara selalu bilang belum bisa.   "Waktu itu kakak bilang minggu besok mau jalan-jalan bosen tapi mana enggak juga 'kan."   "Iya 'kan kakak udah bilang kakak sibuk lagi banyak kerjaan," jawab Keynara.   "Kerja mulu kapan liburnya sekalinya libur entar bangun kesiangan lah, inilah itulah menyebalkan banget," ucap Kinan lalu berbaring di sebelah kakaknya setelah menata makan-makanan ringan untuk cemilan mereka.   "Namanya orang dewasa, Key. Kian beranjak dewasa bukannya malah semakin bebas. Setelah kita lulus sekolah, Kakak kira semua akan menyenangkan ternyata enggak seperti itu. Saat dewasa tanggung jawab kita akan semakin besar, kakak mau nunjukin ke Papa Reno, Bunda Mila dan Ayah Alif, begitupun juga kamu kalau kakak sebagai anak pertama harus bisa Membuat kalian bangga."   "Tapi, menurut Kinan dari dulu kakak udah jadi Kakak yang baik, Kinan dari dulu bangga kok punya kakak." Keynara tersenyum samar masih dengan posisinya berbaring menghadap ke langit-langit.      "Kakak belum bisa nunjukin yang terbaik itu semua, Nan."   "Kakak belum bisa melihat bahwa diri kakak itu istimewa karena Revan 'kan? Kak, kakak enggak perlu bandingin diri kakak sama Revan yang menurut kakak dia lebih baik atau apalah itu. Semua orang hebat dibidangnya masing-masing kalau Revan sayang sama Kakak seharusnya dia enggak mikir status pendidikan dia pasti nerima kakak apa adanya," ucap Kinan tegas sambil duduk melihat kakaknya. Keynara bangkit dan mengangkat kacamatanya hingga kepala.   "Menurut kamu apa kakak udah lebih baik buat Revan?"   "Menurut aku Kakak lebih baik untuk enggak bersama Revan malah. Karena setiap aku lihat Kakak sama Revan, kakak enggak pernah bisa jadi diri kakak sendiri. Kakak selalu insecure dan menganggap diri kakak itu enggak lebih baik dari orang-orang. Padahal, nih ya kak menurut Kinan banyak orang yang pengen banget jadi Kakak."   "Kenapa? Kakak malah enggak merasa kayak gitu."   "Nah itu dia karena kakak enggak bisa ngelihat diri kakak itu istimewa. Kakak selalu bandingin diri kakak sama orang lain. Aku tahu kakak pernah jatuh tapi bukan berarti kakak enggak bisa bangkit lagi dong. Di posisi kakak yang sekarang ini banyak orang yang menginginkannya, Kak. Jangan sampai karena Revan membuat kakak jadi lupa buat bersyukur."   "Revan enggak kayak gitu kok. Revan malah selalu bikin kakak happy."   "Iya tahu kok. Revan emang bikin kakak happy, dia baik. Aku tahu tapi aku kalau ngelihat kakak sama Revan itu kayak gimana gitu."   "Kayak gimana gitu maksudnya gimana?"   "Enggak udah skip," ucap Keynara lalu mengambil s**u kotak yang mereka bawa dari rumah. Padahal mereka hanya di belakang rumah tapi sudah seperti piknik beneran di sebuah hutan.   "Kak, Kak Revan milih siapa? Kakak atau Ibunya?" Keynara terdiam lalu menggelengkan kepalanya karena memang dia tidak tahu, Revan pun cuma belum tahu harus memilih yang mana.   "Kak buat apa kakak pertahankan kalau pada akhirnya kalian enggak satu tujuan. Dan walaupun kalau kalian satu tujuan terpaksa itu enggak bagus juga, Kak." Kinan bukan ingin membuat Kakaknya sedih tapi lebih baik sedih sekarang dari pada sedih nantinya akan lebih besar. Lebih baik sakit karena melepaskan saat ini dari pada sakit saat melepaskan nanti.   "Tapi, kakak lihat Revan sayang juga sama Kakak."   "Lebih tepatnya kasihan kayaknya, Kak. Cowo itu karena cewenya udah sayang banget dia bakal seenaknya. Beda sama cewe kalau udah sayang dia bakal pertahanin walaupun hatinya tersakiti sendiri."   "Berarti kakak harus ngelepasin dia?"   "Ya perlahan-lahan enggak harus langsung gitu kok kalau emang ngerasa sakit banget."   "Kamu enggak pernah jatuh cinta ya?"   "Belum pengen, Kak. Takut kayak Kakak."   "Iih nyebelin banget kamu."   "Hahahah ... emang enggak tertarik, Cuma pengen serius belajar dulu dan jangan sampe jatuh cinta dulu. Lagian dulu kakak jatuh cinta ama Revan kelas 2/3 SMA 'kan?"   "Hmm maybe. Tapi, dulu kakak udah sering pacaran tahu cuma ya enggak sampe cinta aja dan baru sama Revan."   "Ohhhh jadi Kakak dari dulu udah bandel ternyata."   "Hahaha ... Ya enggak juga. Dulu pacaran mah biarin keren aja."   "Dulu yang nembak kakak apa mereka?"   "Ya mereka lah yakali kakak. Harga diri juga penting dong," ucap Keynara pede. Kinan hanya meremehkan kakaknya. "Harga diri penting tapi sekarang?"   "Ya sekarang sama dulu beda, Kinan. Dulu mah enggak ada perasaan sekarang 'kan cinta sama Revan."   "Ya enggak cinta sih itu nafsu. Dulu kakak bilang gitu. Kalau belum ada ikatan cinta dalam bentuk akad pernikahan namanya nafsu." Nahkan Keynara sedikit menyesal mengajarkan adiknya ujung-ujungnya waktu dia khilaf jadi dia yang kena ceramah sang adik.   "Hahaha ... bener 'kan aku? Nah kakak diem aja."   "Iihhh nyebelin kamu awas aja nanti kalau kamu udah cinta sama orang terus kamu kayak Kakak cuma kakak ketawain." "Dih semoga aja enggak. Kakak aja bucin kerjaannya nangis."   "Cewe wajar nangis."   "Heleh cengeng."   "Heh dulu waktu kecil kamu juga cengeng, Nan."   "Dulu masih kecil mah wajar sekarang kakak udah gede cengeng gara-gara cinta lagi. Aduh malu deh."   "Iiih ni anak awas aja ya kamu kalau nanti kayak Kakak biarin aja kakak ketawain enggak kakak bantuin."   "Heleh cinta juga kapan. Udah ah balik lagi Revan gimana???"   "Gimana apanya? Yaudahlah biarin aja jalanin aja."   "Ah kakak mah setiap ditanya gimana pasti jalanin aja ngeselin banget." Kinan akhirnya memakan apelnya saja. Memandang langit yang semakin gelap.   "Kak kalau kakak udah nikah nanti aku bakal dilupain enggak, Kak?" tanya Kinan. Keynara tertawa mendengar ucapan Kinan.   "Haha kamu ngomong apa sih kakak masih muda tahu, belum ada niat nikah juga."   "Ya 'kan misalnya. Soalnya ada temenku kakaknya udah nikah dia jadi di rumah enggak ada temen katanya."   "Lah kenapa? Kalau nanti mau ke tempat kakak ya dateng aja."   "Enggak enak sama suami kakak. Apalagi kalau kakak jadi sama kak Revan dahlah aku males nengok-nengok kakak."   "Astaga enggak boleh kayak gitu, Nan. Kalau emang Kakak jodohnya Revan gimana."   "Oooh jadi Kakak masih ngarepin Kak Revan."   "Ya bukan ngarep udah ah ayo masuk udah mau magrib." Keynara bangkit dari duduknya.   "Kakak ihhh bantuin tadi pas ngenata udah aku Kakak cuma baringan, masa mau masuk juga enggak bantuin beresin." Keynara tertawa dia lantas membantu adiknya membereskan makan-makanan tadi dan memasukkannya lagi ke dalam keranjang.   "Iiihhh gemes deh sama adik kakak," ucap Keynara mencubit pipi sang adik. Tidak terasa mereka sudah semakin dewasa adik kecilnya yang selalu dia lindungi kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja.   "Ahhh kakak sakit nanti kalau pipi aku melar gimana siii seneng banget nyubitin pipi aku."   "Lagian Kakak gemes tau," jawab Keynara.   "Emang aku gemesin," ucap Kinan dengan pedenya. Keynara memutar bola matanya malas.       "Kak bikin konten gitu yuk." "Konten apa?"   "Konten berdua bikin video kita masukin toktok."   "Enggak ah kakak enggak suka gitu-gituan. Kakak aja punya sosmed jarang post foto apalagi ngikut gituan."   "Ahhh kakak sih norak."   "Bukan norak, Dek. Kakak takut sewaktu-waktu umur kakak enggak panjang, terus foto-foto kakak bertebaran di mana-mana nanti kakak dosa juga."   "Lah kakak deket Revan juga dosa 'kan. Kakak enggak pacaran tapi kegiatannya sama aja tuh kayak orang pacaran." Keynara terdiam, ucapan Kinan benar-benar mengenai mental Keynara. Keynara tidak ingin membenarkan dirinya pula karena pada dasarnya Keynara juga salah. Dia tahu salah tapi dilanjutkan itulah bodohnya, Key.     Mereka membereskan dalam keadaan hening. Setelah rapi Keynara membawa keranjang itu masuk tanpa banyak kata. Kinan melihat kepergian kakaknya paham, pasti kakaknya tersinggung dengan ucapan Kinan. Tapi, apa yang diucapkan Kinan juga benar. Kakaknya itu menghalalkan segala cara padahal itu salah.   Keynara masuk ke dalam, melihat Bundanya yang baru pulang dari pengajian. Dia tersenyum dan menyalimi tangan Bundanya. "Bunda baru pulang?"   "Iya. Ini Bunda bawa makanan untuk kalian, Kinan mana?"   "Ada di belakang, Bu. Makanannya kasih Kinan aja aku mau mandi dulu belum mandi."   "Kamu ini udah hampir magrib baru mau mandi," ucap Bundanya menggelengkan kepala.   "Kamu mau ini enggak biar Bunda sisain?" tanya Mila memanggil anaknya yang berjalan masuk ke kamarnya.   "Enggak, Bun kasih Kinan aja," jawab Keynara lalu segera masuk ke kamarnya.   "Bunda...."   "Kalian habis ngapain, sampe bawa tiker gitu."   "Hehe habis piknik tadi di belakang, Bun."   "Oalah. Ini Bunda bawa makanan."   "Ahh apa, Bun?" "Ini tadi dari pengajian. Kamu makan aja tadi Bunda udah makan, kakak kamu juga katanya enggak mau." Kinan jadi merasa bersalah pasti biasanya dia akan berebutan makan dengan Kakaknya walaupun mereka sudah dewasa. Tapi, sepertinya kakaknya benar marah dengannya.   "Kenapa malah bengong kamu udah mandi belom."   "Hah ... Oh ini baru mau mandi, Bun. Aku mandi dulu ya," ucap Kinan. Mila melihat mereka hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian dia menyimpan makanan yang dibawanya ke meja makan.    Kinan masuk ke kamarnya. Kakaknya mandi di kamarnya sendiri. Dia menghembuskan napasnya. ......   Setelah selesai mandi, Keynara duduk di meja riasnya melihat dirinya di cermin. Semua orang sudah menyuruhnya untuk mundur dengan Revan tapi sampai sekarang dia juga belum bisa. Beberapa saat kemudian Revan panjang umur, padahal dia lagi memikirkan Revan tapi Revan langsung meneleponnya.    "Key...."   "Waalaikumsalam."   "Hehe ... Oiya lupa, Assalamualaikum calon masa depan." Keynara hanya memutar bola matanya.     "Waalaikumsalam, kenapa?"      "Belum pulang?"   "Belum."   "Betah banget sih. Pulang apa."   "Emang kenapa? Tadi juga baru ketemu."   "Kan tadi sekarang udah kangen. Vc ya...."     "Nanti malem aja." "Ah nanti-nanti juga ujung-ujungnya kamu ketiduran."   "Emangnya kenapa. Tidur itu bagus untuk melupakan-melupakan kenangan kita yang enggak pernah ada habisnya tahu."   "Iyalah kenangan kita mah harus selalu ada dan tersimpan dengan indah."   "Heleh udah ah."   "Yaelah, Key baru sebentar."   "Biasanya juga aku yang bilang gitu. Kenapa tiba-tiba kamu aneh banget."     "Ya enggak papa 'kan?"   "Halah. Dah ya aku tutup. Assalamualaikum...."   "Ehhh ... Key...." Keynara menutup teleponnya sepihak.   Apa yang diucapkan Kinan, semua harus perlahan-lahan dilepaskan. Walaupun menyakitkan tapi memang harus dari pada semakin jatuh terlalu dalam dan semakin sulit melepaskan. Keynara harus tegas terhadap dirinya sendiri. Apa yang menyakitinya harus dia lepaskan. ......     Keesokan harinya Keynara berangkat kerja lebih awal di saat adiknya belum ke luar kamar. Bunda dan Ayahnya juga sepertinya masih di kamar. Hari memang masih pagi sekali jarum jam masih menunjukkan pukul setengah enam.   "Non Keynara udah mau berangkat?" tanya Bibinya.   "Shutt ... iya Bi aku ada rapat pagi di sekolah sama guru-guru jadi sampein pesan aja ya aku udah berangkat."   "Non Keynara enggak sarapan dulu?"   "Enggak usah, Bi nanti aja di kantor aku sarapannya. Lagian nanti ada makan kok di kantor."   "Yaudah Bibi bawain bekel aja ya, non."   "Enggak ... enggak usah, Bi. Aku udah kesiangan banget ini. Aku pamit duluan aja deh ya." Keynara menepuk pundak pembantunya lantas ke luar rumah lebih cepat. Dia membawa motor matic yang biasa dia gunakan bekerja lalu segera berangkat. Pembantunya hanya memandang Keynara bingung tapi dia lantas segera ke dapur untuk menyiapkan sarapan.   Pukul enam pagi Mila turun kamarnya, untuk membantu pembantunya yang menyiapkan makan. "Bi...."   "Iya, bu."   "Nasinya udah masak?"   "Udah, Bu."   "Yaudah saya yang lanjutin masaknya aja. Bibi bangunin Kinan sama Keynara aja."   "Non Key tadi udah berangkat dari pagi, Bu."   "Loh tumben dia enggak pamit dulu sama saya. Dia berangkat jam berapa emanya?"   "Tadi jam setengah enam."   "Kok pagi banget."   "Katanya ada rapat, bu."   "Dia udah sarapan?"   "Belum."   "Bawa bekel?" "Enggak juga, bu." "Aneh. Sebentar Bibi lanjutin dulu masaknya saya mau telepon, Keynara dulu." "Iya, Bu." Mila berjalan lagi ke kamarnya untuk mengambil hpnya.   Sampai di kamar Alif sedang mengancingkan kancing jas di pergelangan tangannya. Melihat Mila masuk ke dalam membuat Alif menanyakannya, "Kenapa masuk lagi, Mil? Katanya mau masak."   "Mau nelpon Keynara tumben banget pagi-pagi berangkat kerja biasanya dia juga pamit sama aku."   "Dia udah berangkat dari kapan?"   "Tadi kata Bibi jam setengah enam ada rapat katanya. Duh enggak diangkat lagi." "Ya kenapa panik banget, Mil mungkin emang ada rapat lagian Keynara itu udah gede juga."   "Ya aku cuma khawatir aja belum sarapan enggak bawa bekel juga."   "Kamu enggak usah khawatir dua udah gede juga kok."   "Keynara itu udah aku anggep sebagai anak aku sendiri, Mas. Kejadian dulu masih selalu buat aku merasa bersalah." "Udahlah, Mil. Kejadian itu udah hampir dua puluh tahun lebih kamu udah enggak usah mikirin itu semua udah berlalu enggak akan ada yang bahas juga."   "Ya tapi 'kan."   "Udahlah ayo sarapan nanti kita telat, Kinan juga udah bangun belom."   "Hmm yaudah deh." Setelah teleponnya tidak diangkat oleh Keynara. Mila pun beranjak bersama suaminya untuk sarapan. Melihat Kinan yang baru ke luar juga dari kamarnya.   "Kakak udah di bawah, Bun?"   "Kakak udah berangkat katanya ada rapat." Kinan terdiam kakaknya pasti sengaja menghindar makanya berangkat lebih awal ini karena Kinan juga.   "Oh gitu." Mereka berjalan ke ruang makan untuk sarapan dan mulai beraktifitas untuk kerja dan sekolah. ..... Tbc ... Jangan lupa vote and commenya....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD