bc

Irresistible

book_age12+
16
FOLLOW
1K
READ
heir/heiress
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Apa jadinya jika laki-laki yang manja bertemu dengan perempuan yang sangat dingin dan cuek?

Aziel Dharmendra, laki-laki yang memiliki sifat dingin ketika di luar rumah, namun akan berubah menjadi sangat manja ketika di dalam rumah. Apalagi jika bersama ibunya.

Aluna Arunika Hyuna, perempuan yang tak tersentuh, bahkan Aluna hanya memiliki satu teman saja ketika di sekolah karena orang lain enggan berteman dengan gadis itu. Namun siapa sangka dibalik itu semua Aluna menyimpan banyak tekanan dan kesedihan.

Hingga tiba-tiba Aziel bertemu dengan Aluna. Laki-laki itu merasa Aluna sangat mirip dengan mamanya hingga Aziel selalu mengikuti Aluna sampai membuat perempuan itu risih.

“Lo ngapain sih ngikutin gue mulu?”

“Karena lo mirip mama gue.”

“Ck! Dasar anak mama!”

chap-preview
Free preview
Irresistible
Gadis itu melangkahkan kakinya perlahan memasuki rumahnya yang megah namun selalu terasa mencekam. Pandangannya mengedar, menelusuri tiap sudut rumahnya yang kini terasa sepi. Namun ia tak peduli. Bukankah hal biasa baginya ditinggal seorang diri di rumah? Kaki jenjangnya melangkah, menaiki satu per satu anak tangga di hadapannya. Hingga kemudian, ia berhenti di depan pintu kayu yang menjulang tinggi. 'Aluna Arunika Hyuna' Papan nama itulah yang selalu pertama ia lihat sebelum membuka pintu di hadapannya. Sebuah papan yang diukir indah, dengan nama yang indah pula. Ya, gadis itu Aluna Arunika Hyuna. Nama yang sangat indah dan cantik, seperti sang empunya. Aluna menghela nafas panjang, seraya memandang papan nama di hadapannya. Setiap hari ia memandang papan nama itu, namun tak pernah ada rasa bosan di dalam dirinya. Papan nama yang setia menempel di pintu kamarnya, mungkin terlihat biasa saja bagi orang lain. Namun tidak bagi Aluna. Papan itu memiliki sejuta kenangan yang tak akan pernah Aluna lupakan. Setelah puas memandangi papan nama itu, perlahan Aluna membuka pintu di hadapannya hingga terlihat kamarnya yang begitu luas. Gadis itu melangkahkan kakinya, dan masuk ke dalam kamarnya setelah menutup dan mengunci pintu. Aluna melempar tasnya asal, kemudian merebahkan tubuh lelahnya ke atas kasur kesayangannya. Baru saja ingin memejamkan matanya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, dan terdengar seseorang memanggil namanya. "Aluna! Buka pintunya!" ucap seorang wanita setengah berteriak. Aluna mendengus kesal, namun tak urung gadis itu bangkit dari tidurnya kemudian melangkah menuju pintu dan membukanya. "Darimana saja kamu?" tanya wanita itu dengan nada mengintimidasi setelah pintu terbuka. "Bukan urusan mami," jawab Aluna cuek. Hana, mami dari Aluna semakin menajamkan matanya kala Aluna tak menjawab pertanyaannya. "Pasti kamu ikut modelling lagi kan?" tuduh Hana seraya memincingkan matanya. "Aluna suka ikut modelling," jawab Aluna singkat. "Berapa kali mami sama papi udah bilang, kalo kamu tuh harus fokus buat nerusin perusahaan papi. Gausah ikut modelling lagi," ucap Hana. "Mi, aku ga suka sama hal-hal kayak gitu. Aku tuh pengen jadi dokter, Mi," sanggah Aluna. "Kamu selalu saja melawan orang tua. Jadi anak ga pernah nurut sama orang tua," ucap Hana kesal. "Emang selama ini aku ngelawan? Mami sama papi pengen aku sekolah di sekolah yang papi mau, aku turutin. Ambil jurusan IPS yang sebenarnya bukan passion aku pun, aku turutin. Kapan aku ngelawan?" cecar Aluna. Plak Aluna memegang pipinya yang terasa sangat panas akibat tamparan dari Hana. Aluna tersenyum sinis, "Tampar terus aja, aku udah biasa," ucapnya dengan nada yang bergetar. Kemudian Aluna memasuki kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan kencang. Aluna menghela nafas panjang. Mati-matian ia menahan air matanya supaya tidak tumpah. Gadis itu berdiri di hadapan cermin besar, seraya mengelus pipinya yang kini sudah memerah. Ia menatap iba kepada dirinya sendiri. Kapan ia bisa merasakan pelukan hangat dari seorang ibu, bukan tamparan yang menyakitkan. Aluna membalikkan badannya dan berjalan mendekati lemari kaca yang terisi penuh piala hasil dari lomba taekwondo dan modelling. Gadis itu tertawa sumbang. Seberapa banyak apa pun piala yang ia bawa pulang, tak ada satu pun yang membuat kedua orang tuanya bangga. Hanya pujian dan ucapan selamat dari orang tuanya lah yang Aluna inginkan. Namun itu semua mungkin selamanya hanya menjadi mimpi Aluna. Karena nyatanya, kedua orang tuanya lebih berambisi menjadikan Aluna penerus perusahaan milik papinya. Bahkan mereka tak peduli jika Aluna tak pernah bahagia melakukan itu semua. "Kayaknya sampai kapan pun, orang tua gue ga akan pernah bangga sama gue," ucap Aluna seraya tersenyum kecut, kemudian gadis itu kembali berbaring dan mengistirahatkan tubuh lelahnya. Berharap esok hari ketika membuka mata, ia dapat merasakan pelukan hangat dari ibunya. *** Suara motor berderum, membuat malam yang biasanya terasa hening, kini terasa begitu ramai dan ricuh. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi, tetapi tak membuat para pemuda yang tengah mengadakan balapan liar itu segera pulang. Justru mereka semakin asyik untuk melanjutkan aksinya. "Woy bro! Tumben lo ga ikutan," ucap seorang laki-laki berambut ikal kepada laki-laki jangkung yang kini hanya duduk di atas motornya seraya memperhatikan teman-temannya yang lain. "Lagi ga mood gue," jawab laki-laki itu seadanya, sebelum kemudian menegak minuman kaleng yang ada di tangannya. Laki-laki berambut ikal itu hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon. Kemudian ia mengeluarkan sebungkus rokok dan menghisapnya. "Mau kaga?" tawar laki-laki berambut ikal itu seraya menyodorkan sebungkus rokok. "Si Aziel kan kaga ngerokok. Mending buat gua," sahut laki-laki berwajah campuran arab yang baru saja datang. Laki-laki yang dipanggil Aziel tadi hanya mendengus kesal. Memang, Aziel Dharmendra adalah satu-satunya laki-laki yang tidak merokok diantara teman-teman gengnya yang lain. Alasannya sangatlah simpel. Tidak dibolehkan merokok oleh sang mama. "Ren, mau ikut pulang bareng gue ga lo?" tawar Aziel kepada laki-laki berwajah campuran arab yang ia panggil 'Ren'. "Daren pulang bareng gue, ya kan?" sahut laki-laki berambut ikal tadi. Daren menghela nafas sejenak, "Iya deh, gue ikut Bagas aja pulangnya. Gue masih mau disini," jawabnya. "Yaudah, gue mau pulang dulu," ucap Aziel seraya mengenakan helm full face nya. "Dah sono pulang. Ntar ketahuan bokap mampus lo," ancam Daren. "Aman, bokap gue masih di rumah sakit. Lo nanti ga usah ember ke nyokap gue juga," ucap Aziel seraya menunjuk ke arah Daren. "Yaelah, selama ini juga gue ga pernah ngasih tau nyokap lo kalo lo ikutan balapan liar," jawab Daren enteng seraya menghembuskan asap rokoknya. Aziel berdecak sebal. Walaupun selama ini Daren tak pernah memberitahu kepada ibunya mengenai kebiasaan Aziel ketika diluar, tetapi tetap saja ia harus waspada karena Daren mempunyai mulut yang sangat ember. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Aziel segera menancap gas dan meninggalkan tempat balapan liar tadi. Hanya butuh waktu lima belas menit bagi Aziel untuk langsung sampai ke rumahnya. Laki-laki itu sengaja mematikan mesin motornya dari depan kompleks, dan mendorongnya hingga ke rumah. Takut sang mama bangun jika mendengar suara motornya yang terkesan berisik. Aziel menghela nafas lega ketika berhasil memarkirkan motor kesayangannya di halaman rumah miliknya. Ia juga sangat bersyukur ketika melihat mobil milik sang papa tidak ada di halaman rumah. Karena itu artinya, sang papa belum pulang dari rumah sakit tempatnya bekerja. Perlahan, Aziel melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Untung saja ia membawa kunci cadangan. Namun seketika langkahnya terhenti ketika mendengar suara dentingan piring di dapur. Duh mampus gue, batin Aziel. "Darimana aja lo bang?" tanya seorang perempuan yang kini tengah membawa semangkok mie instan di tangannya. Mendengar itu, Aziel mengusap d**a bersyukur. Ternyata itu adalah adiknya, Freya. "Bukan urusan lo," jawab Aziel ketus. "Gue aduin mama nanti, kalo anak laki-laki kesayangannya ini pulang jam 1 pagi," ancam Freya. "Lo aduin ke mama, abis lo di tangan gue," ancam Aziel kembali. "Lo mau abisin gue? Lo yang abis dulu di tangan papa," cecar Freya tak mau kalah. Aziel berdecak kesal. Berdebat dengan adiknya memang tak ada habisnya. "Awas aja kalo lo aduin ke mama," ancam Aziel lagi. "Hmm tergantung si, kalo ada duitnya mah kaga gue aduin," ucap Freya. Lagi-lagi Aziel berdecak kesal. Namun sedetik kemudian laki-laki itu mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah, dan menyerahkan kepada adiknya yang menyebalkan. Dengan senang hati Freya menerima uang itu, "Nah gini dong," ucapnya senang. "Awas aja kalo masih cepu," ucap Aziel. "Yaa liat aja nanti, siap-siap dihukum sama papa," ucap Freya seraya berlari menaiki tangga menuju kamarnya

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook