3

2695 Words
    Pernak-pernik pesta tampak menghiasi kediaman mewah yang kini sudah didatangi oleh pemuda-pemudi yang pastinya mengenakan setelan yang cocok untuk mengunjungi sebuah pesta. Mereka juga dengan kompak mebawa kado-kado berarna-warni di tangan merkea. Tentu saja, kado tersebut akan diberikan pada sang bintang pesta malam ini. Ya, malam ini, para mahasiswa serta mahasiswi universitas Bakti Setia tengah memenuhi undangan salah satu teman mereka yang tengah berulang tahun.         Malam tiba, dan lampu warna-warni pun hidup untuk menghiasi malam dengan indahnya. Musik kekinian yang disetel dengan volume yang berdentum-dentum tentu saja, membuat pesta semakin semarak saja. Satu persatu tamu undangan memberikan kado dan mengucapkan selamat pada pemilik pesta yang tak lain adalah Bina, salah satu sahabat Yasmin.     Bina yang menggunakan dress merah yang cantik, tersenyum manis dan menyambut tamu dengan antusias. Tentu saja Bina terlihat senang karena hampir semua tamu undangan memenuhi undangan yang telah ia berikan. Bina mendengar dering ponselnya dan segera merogoh dompetnya yang ternyata berasal dari merek terkenal yang tentunya hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang kelebihan uang. Bina mengecek ponselnya, dan senyumnya semakin lebar saat melihat pesan dari Vero.   Vero Aku berhasil mendapat izin dari Pak Heru. Yasmin boleh mengunjungi pestamu, sepertinya orang tuamu juga sudah berbicara dengan keluarga Yasmin. Intinya, pestamu malam ini pasti akan terasa lengkap karena kita semua bisa berkumpul.     Bina Syukurlah kalau begitu. Hati-hati di jalan, aku menunggu kalian.         Bina kembali menyambut tamu dengan senyum yang lebih lebar dari sebelumnya. Terlihat jelas jika kini Bina tengah merasa sangat senang. Waktu ke waktu satu persatu tamu undangan terus berdatangan. Ketika jam tujuh malam, barulah Vero dan Yasmin tiba di pesta Bina. Semua mata menatap keduanya dengan takjub. Ah lebih tepatnya, menatap Yasmin yang datang dengan balutan gaun hitam semata kaki yang begitu indah memeluk tubuhnya.     Bina tersenyum masam saat sadar jika semua perhatian teralih pada Yasmin. Gelar bintang malam ini yang tadinya menjadi milik Bina, direbut dengan mudahnya oleh Yasmin yang kini tersenyum tipis padanya. Wajar saja, karena sangat jarang melihat Yasmin berdandan seperti malam ini. Jika ke kampus pun, Yasmin hanya memakai pakai kasual dan hanya mengenakan make up dasar yang tipis. Tentu saja semua orang terutama para pria tidak mau membuang kesempatan emas untuk mengagumi penampilan menakjubkan Yasmin malam ini. Belum tentu, ke depannya akan ada kesempatan yang sama untuk melihat Yasmin yang berdandan cantik dan berbeda seperti ini.     Bina sendiri hanya mendengkus. Ia memilih melirik Vero yang menggunakan setelan jas yang senada dengan gaun Yasmin. Sekali lirik saja, Bina sudah sadar jika gaun yang dikenakan Yasmin adalah pemberian Vero. Bina berdecak dalam hati. Vero sudah seterang-terangan ini pada Yasmin, tapi kenapa Yasmin masih saja belum menyadari perasaan Vero? Wajar saja jika orang-orang menyimpulkan jika Bina hanya mempermainkan permainkan perasaan Vero dan tidak berniat untuk membalas cinta yang telah diberikan oleh Vero.     Bina menggeleng mengenyahkan pikiran aneh-anehnya. Sekarang adalah harinya, di sini dia adalah tokoh utama. Ini adalah malam penting yang tentunya harus Bina nikmati dengan senang hati. “Ah senangnya, aku kira kamu tidak akan datang,” ucap Bina sembari memeluk Yasmin dengan senang.     Yasmin merenggangkan pelukan Bina lalu menuliskan sesuatu pada notes yang masih saja tergantung pada pergelangan tangan kirinya. “Aku juga sangat senang. Berkatmu dan Vero, Bapak dan Ibu akhirnya memberikan izin untuk keluar malam.”     “Santai saja. Aku juga tau kamu pasti ingin menghadiri pesta sesekali, karena aku bisa pastikan pestaku aman tanpa ada hal-hal yang dilarang, maka dari itu aku bisa membujuk orang tuamu. Lagipula orang tua kita juga sudah saling mengenal, mereka saling memercayai,” ucap Bina. Memang benar, keluarga keduanya memang memiliki kedekatan dan kedua orang tua mereka sudah saling mengerti dan percaya. Jadi, mudah saja bagi Bina untuk membujuk orang tua Yasmin agar mengizinkan Yasmin ikut dalam pestanya.     Yasmin tersenyum dan mengangguk. Dilihat dari dekat, Yasmin terlihat semakin cantik saja. Pipinya yang bersemu cantik, di padukan dengan rambut hitamnya yang panjang disatukan menggunakan jepit yang indah. Tampilan Yasmin jelas saja sangat memesona. Pantas saja para pria yang melihatnya kesulitan untuk mengalihkan pandangan darinya. “Aku tidak bisa menyiapkan hadiah yang mewah untukmu, tapi aku yakin kamu pasti akan senang dengan hadiah yang kusiapkan dengan tulus ini.”     Bina menerima kado dari Yasmin dan Vero. “Terima kasih, aku pasti akan menyimpan dengan baik kado pemberian kalian.”     Bina lalu memanggil pelayan dan memerintahkannya menyimpan kado yang baru ia terima di tempat khusus, agar tidak tercampur dengan kado dari yang lain. “Nah sekarang, apa aku sudah boleh makan?” tanya Vero membuat Bina kesal.     “Hei, aku saja belum tiup lilin dan potong kue, masa kau sudah mau makan saja!”     Vero mengendikkan bahunya. “Aku sudah lapar. Lagipula, apa kau masih perlu tiup lilin dan potong kue? Ish, kau bukan anak kecil. Seharusnya kita adakan pesta di club saja,” ucap Vero.     “Club?” tanya Yasmin.     Vero menutup rapat mulutnya dengan rapat. Ya, dirinya baru saja mengatakan hal yang berbahaya. Yasmin memang tidak mengetahui perihal dirinya yang sering menghabiskan waktu di club malam. Tentu saja Vero tidak mau Yasmin tahu hal ini. Vero tidak mau Yasmin menilainya sebagai pemuda yang tidak baik-baik dan menutup kemungkinan baginya untuk menjadi kekasih Yasmin. Vero harus menutup semua keburukannya, demi tampil sempurna sebagai Vero yang baik dan mencintai Yasmin dengan tulus.     Melihat Vero yang hampir mati karena sulit menemukan jalan ke luar, Bina mendengkus. “Jangan dengarkan dia. Kau tau sendiri bukan, Vero akan mengatakan omong kosong ketika lapar? Jadi, abaikan saja ucapannya.”     Dalam hati, Vero jelas mengucapkan terima kasih karena Bina mengeluarkannya dari situasi yang berbahaya, tapi di permukaan Vero berusaha untuk bersikap menyebalkan pada Bina. “Bagaimana aku tidak kelaparan, di sini ada begitu banyak makanan tapi tidak ada yang boleh aku makan. Ck. Kau tuan rumah yang pelit.”     Bina mencibir lalu menepis Vero yang akan merangkul Yasmin. Sembari memeluk Yasmin, Bina berkata, “Kau sungguh menyebalkan! Pergi saja sana kalau kau hanya datang untuk merusak acaraku!”     Yasmin yang masih berada pada pelukan Bina, hanya bisa terkekeh karena tingkah kedua sahabatnya yang sungguh kekanakan. Padahal keduanya sudah berteman lebih lama dari pada Yasmin yang berteman dengan mereka, tapi mereka selalu saja tidak terlihat akur. Setiap saat selalu saja ada yang mereka debat atau perebutkan.     Singkat cerita pesta berlanjut dengan meriah, bahkan ada kembang api setelah peniupan lilin dan pemotongan kue ulang tahun. Pesta yang dipersiapkan oleh orang tua Bina memang tidak main-main, semuanya serba mewah dan mahal seakan-akan menujukkan status Bina yang tak lain adalah putri dari keluarga konglomerat yang terkenal di kota tersebut. Semua orang tentu saja tidak akan meragukan kekayaan keluarga Bina dan merasa wajar saja jika Bina merayakan ulang tahunnya semeriah ini.     Dengan kemewahan dan kemeriahan pesta tersebut, semua orang tentu saja larut begitu saja dalam kesenangan. Tentu saja, baik Vero dan Yasmin juga sama-sama ikut larut dalam kesenangan dan kemeriahan pesta ulang tahun Bina ini. Jika Yasmin masih terlihat takjub dengan kembang api yang tadi ia lihat, maka Vero terlihat santai sembari mencicipi berbagai hidangan di pesta Bina itu.     Bina yang duduk satu meja dengan Yasmin dan Vero, terlihat sibuk dengan ponselnya. Tapi itu hanya bertahan beberapa saat sebelum Bina iku berbincang dengan kedua sahabatnya, dan tertawa senang saat Vero melemparkan guyonan yang mengocok perut. Vero mungkin memiliki bakat untuk menjadi komedian, karena di setiap kesempatan Vero selalu berhasil untuk menghidupkan suasana.     “Ah, jika saja aku tahu kamu memiliki bakat seperti ini, aku tidak akan repot-repot memanggil band untuk mengisi acara, dan memilih menjadikanmu sebagai tontonan,” ucap Bina yang sukses membuat Vero kesal.     “Apa maksudmu dengan tontonan? Ah apa mungkin kau mau aku menyanyi sembari memainkan piano? Kau memintaku untuk mengeluarkan bakatku?” tanya Vero saat berhasil salah mengartikan ucapan Bina.     “Bukan itu maksudku. Kau jelas bisa menjadi bahan tontonan. Kau topeng monyet, bukan?”     “Aish, sialan,” umpat Vero pelan.     Yasmin yang hanya mendengar ucapan Bina mau tak mau tersenyum geli. Bina memang selalu memiliki cara untuk membungkam kepercayaan diri Vero yang sering meluap tidak terkendali. Yasmin dan yang lainnya menikmati pesta dengan nyaman. Semuanya terasa lancar-lancar saja, hingga tiba saatnya Yasmin merasa jika kepalanya pusing dan memberat. Vero yang melihatnya berniat untuk segera membawa Yasmin pulang, tapi Bina menahan Vero.     “Jangan pulang sekarang. Bahaya. Lebih baik, Yasmin beristirahat di paviliun. Di sana nyaman dan jauh dari keramaian. Yasmin pasti bisa beristirahat di sana,” ucap Bina dengan suara yang sarat akan kekhawatiran. Tentu saja Bina khawatir melepas Yasmin pulang begitu saja dengan Vero, padahal Bina tahu sendiri bagaimana kondisi Yasmin saat ini. Apalagi, Bina tahu jika Vero pasti menggunakan motor gedenya. Bina tahu, jika Vero tidak senang mengemudikan mobil dan memilih menggunakan motornya.     “Aku tidak yakin. Tadi aku yang membawa Yasmin ke sini, aku rasa aku pula yang harusnya membawanya pulang,” ucap Vero. Tentu saja Vero takut terkena marah kedua orang tua Yasmin. Dan Vero takut jika dirinya tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi dari kedua orang tua Yasmin untuk ke depannya. Jika hal itu terjadi, kemungkina besar Vero akan kesulitan mendapatkan restu untuk menjalin hubungan yang serius dengan Yasmin.     “Tenang saja, aku akan menelepon Om Heru. Pasti mereka akan membiarkan Yasmin tidur untuk satu malam di rumahku karena situasi ini.” Bina mencoba meyakinkan Vero. Tentu saja apa yang dikatakan oleh Bina bukanlah omong kosong. Keluarganya dan keluarga Yasmin memang cukup dekat. Karena ayah Yasmin bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh ayah Bina. Ya, benar keluarga Yasmin adalah keluarga bawahan dari ayah Bina. Jadi, tentu saja ayah Yasmin bisa memercayai keluarga Bina termasuk Bina sendiri.     Vero pada akhirnya membiarkan Bina membawa Yasmin pergi dengan dibantu oleh seorang pelayan perempuan yang memapah Yasmin yang sempoyonga. Sepertinya Yasmin mulai kehilangan kesadarannya. Bina harus cepat membawa Yasmin ke paviliun agar Yasmin bisa beritirahat lebih cepat. Tentu saja Bina tidak mau jika Yasmin kehilanga kesadaran sebelum sampai di paviliun, itu akan merepotkannya.     Beberapa saat kemudian, Bina dan romobongan tiba di area halama paviliun belakang. Benar apa yang dikatakan oleh Bina, paviliun memang jauh dari taman belakang di mana pesta tengah berlangsung. Lebih tepatnya, paviliun ini jauh dari mana-mana. Untuk mengaksesnya hanya ada sebuah jalan setapak yang menghubungkan dengan taman samping dan jalan utama.     Dengan seorang pelayan yang membantu, Bina menyiapkan obat dan minum. Itu pun, Yasmin sudah kehilangan hampir separuh kesadarannya. “Ayo minum obatnya dulu, ini bisa mengurangi rasa pusingmu.”     Yasmin menerima obat dan meminumnya. Setelah itu, Bina membantu Yasmin untuk berbaring di ranjang. “Kamu istirahat saja di sini, aku pastikan Om dan Tante tidak akan marah.”     “Terima kasih,” ucap Yasmin menggerakan bibirnya. Yasmin tentu saja tidak berdaya untuk menuliskan apa yang ia maksud karena sudah terlalu pusing. Bahkan Yasmin merasa jika kesadarannya tinggal setipis benang.     “Apa kamu tidak butuh pakaian ganti?” tanya Bina lagi.     Yasmin menggeleng. Ia menggerakkan tangannya dengan lemas. “Tidak perlu. Pakaian ini cukup nyaman untuk kugunakan untuk tidur.”     Bina mengangguk, paham dengan isyarat tangan Yasmin yang sederhana ini. Sebelum ke luar, Bina berbisik, “Nikmati malammu.” Lalu Bina memadamkan lampu dan melangkah bersama pelayan meninggalkan Yasmin sendirian di paviliun terpencil tersebut.         Bina kembali bergabung dengan Vero dan yang lainnya. Sebelum kembali larut dalam kesenangan pesta, Vero lebih dulu bertanya mengenai keadaan Yasmin. “Tenang saja, Yasmin sudah lebih baik daripada sebelumnya. Jangan coba-coba untuk mengunjunginya, atau aku akan marah.”     “Kenapa sampai semarah itu? Aku kan hanya ingin mengetahui keadaan Yasmin.”     “Karena kau akan mengganggunya! Jadi, jangan macam-macam. Setelah pesta kau harus pulang!”     Apa yang dikatakan Bina adalah hal yang benar. Jika sampai Vero datang mengunjungi kamar di mana Yasmin berada, Vero memang akan benar-benar mengganggu. Karena kini, sebuah siluet hitam memasuki kamar Yasmin. Sosok tersebut tak lain adalah seorang pria dengan tubuh tinggi dan kekar.     Dengan langkah pasti pria tersebut menaiki ranjang dan memandangan wajah polos Yasmin yang terlihat di bawah keremangan. Karena Yasmin yang tertidur pulas, tampak tersenyum nyaman saat pipinya yang putih bersih diusap oleh sang pria. Beberapa saat kemudian, sang pria mulai merabai tubuh Yasmin dengan gerakan sensual yang mengundang.     Anehnya, Yasmin sama sekali tidak terganggu dengan semua sentuha yang terlihat melecehkannya itu. Yasmin masih tidur dengan lelap, dan sesekali hanya merengutkan bibirnya lalu kembali tenang dalam tidurnya. Kamar gelap tersebut mulai dipenuhi oleh hawa panas yang akan mudah dikenali oleh orang-orang yang pernah mereguk nikmatnya surga dunia.       ***           Yasmin meringis saat merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Tubuhnya terasa ngilu di beberapa bagian. Dan Yasmin tak mengerti mengapa dirinya bisa merasakan tubuhnya menjadi kurang nyaman seperti ini. Yasmin merasa cukup bingung saat melihat kamar di mana dirinya bangun, bukanlah kamarnya. Tapi beberapa saat kemudian, Yasmin sadar jika dirinya memang menginap di rumah Bina.     Yasmin segera meraih tas kecilnya dan melihat ponselnya. Ia takut jika kedua orang tuanya tidak memberi izin dirinya untuk menginap di rumah Bina, dan pada akhirnya memarahinya. Tapi Yasmin melihat jika ayahnya telah mengirim pesan, bahwa ia memberi izin Yasmin untuk menginap di rumah Bina. Tapi Heru tidak akan memberikan izin lagi jika hal seperti ini terulang. Yasmin mendesah lega, yang penting dirinya tidak akan terkena marah.     “Kamu sudah bangun? kukira kamu masih tidur.”     Yasmin menoleh kea rah pintu dan melihat Yasmin di sana. Yasmin lalu menlis pada notesnya. “Aku baru saja bangun. Tapi tubuhku terasa tidak nyaman. Kamu tau, bagian ‘itu’ terasa sakit. Apa pusingku tadi malam berhubungan dengan rasa sakit ini?”     Bina terlihat duduk di kursi dan menatap Yasmin yang masih duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat dan gaun hitamnya yang semalam. “Entahlah, aku tidak yakin. Yang aku tahu, tadi malam kamu menabrak sudut meja saat berjalan. Saat itu, kamu sudah sedikit tidak sadar karena pusing yang berlebihan. Atau mau aku panggilkan dokter keluargaku, kita bisa memeriksa apa ada yang salah.”     Yasmin menggeleng. “Sepertinya tidak perlu. Aku hanya tidak mengingat kejadian tadi malam, jadi, aku hanya sedikit bingung.”     “Kalau begitu, ayo cepat mandi,” ucap Bina bangkit dari posisi duduknya.     “Tapi aku tidak mungkin menggunakan gaun ini lagi, bukan? Lebih baik aku pulang saja.”     “Lebih tidak mungkin jika kamu pulang menggunakan gaun seperti itu, Yasmin. Tenanglah, aku memiliki beberapa baju yang pasti akan cocok kamu pakai.”     Yasmin untuk beberapa saat ragu, tapi pada akhirnya mengangguk dan mencoba bangkit. Sayangnya, rasa sakit membuatnya kembali jatuh terduduk. Bina mendesah, lalu membantu Yasmin. “Kamu harus segera bersiap, orang tuaku menunggu untuk sarapan bersama.”     Yasmin hanya bisa mengangguk dan segera membersihkan dirinya di kamar mandi paviliun. Bina yang masih berada di dalam ruangan tersebut, berdiri di dekat ranjang dan memindai seprai dan ranjang dengan seksama. Bina menatap dengan begitu teliti, seakan-akan tengah mencari cela, tapi ia tak menemukan apa pun, selai seprai putih bersih dan selimut senada.     Beralih dari ranjang, Bina lalu mengamati sekeliling kamar. Lagi-lagi seakan dirinya tengah mencari sesuatu yang tak seharusnya berada di sana. Tapi Bina sama-sama tidak menemukan yang ingin ia temukan. Ia mendengkus lalu memanggil pelayan yang sejak tadi menunggu di depan pintu kamar. Pelayan tersebut memberikan satu set pakaian yang sebelumnya telah Bina siapkan.     “Nona, Nyonya dan Tuan sudah menunggu di ruang makan.”     “Iya, terima kasih. Aku akan datang terlambat karena Yasmin masih membersihkan diri. Sampaikan hal ini pada Mama dan Papah.”     “Baik, Nona. Akan saya sampaikan saat ini juga, saya permisi.”     Setelah si pelayan meninggalkan ruangan, Bina beralih melangkah menuju tempat duduk yang menghadap langsung pada pintu kamar mandi. Masih yakin jika Yasmin akan menghabiskan waktu cukup lama di sana, Bina mengeluarkan ponselnya dan mengetikan sebuah pesan. Bina merasakan emosinya memuncak saat mendapatkan balasan dari pesannya. Bina menggigit bawahnya dengan penuh emosi.     Untungnya Yasmin ke luar dari kamar mandi tepat waktu dan hal itu membuat Bina tertarik pada akal sehatnya kembali. Bina bangkit dan menyerahkan set pakaian yang ia terima dari pelayan, pada Yasmin. “Ini, kamu bisa pakai baju ini.”     “Terima kasih, Bina.”     Yasmin kembali masuk ke kamar mandi untuk mengenakan pakaiannya, sedangkan Bina kini bersandar pada pintu kamar mandi sembari kembali menatap layar ponselnya. Setelah berpikir beberapa saat ia kembali menegetik sesuatu dan mengirimkan pesan tersebut. kali ini, balasan yang ia dapat membuatnya puas. Bina tak bisa menahan diri untuk tersenyum senang. Tapi jika lebih teliti, pada netra gelapnya, ada setitik api yang berkobar mengerikan. Kobarannya seakan-akan siap untuk melahap siapa pun saat itu juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD