"Terima kasih ya, Juna," ucap Kayla.
Juna mengantar Kayla setelah selesai menikmati pemandangan diatas bukit sana. Sebelum pulang ke rumah, mereka mampir untuk makan malam terlebih dahulu.
"Sama-sama," balas Juna.
"Aku pulang dulu, sampai jumpa," lanjutnya. Juna kembali melajukan motornya. Dia akan mengembalikan motor milik Tyo lebih dulu sebelum kembali ke rumahnya.
Kayla masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang lebih baik. Dia nerniat untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
Beberapa menit dia habiskan di dalam kamar mandi.
***
Liam sudah harus kembali ke jakarta malam harinya. Dia sampai sekitar pukul 9 malam dengan mengendarai mobilnya sendiri.
Selama perjalanan, yang ada dipikirannya hanyalah Kayla. Bagaimana perempuan itu bisa di kota itu? bagaimana dia bisa berada dikantor itu? Siapa orang yang bersamanya sore itu? Banyak pertanyaan lagi yang muncul dibenaknya.
Bahkan dia masih ingat dengan baik bagaimana Kayla pergi dari hadapannya begitu saja seolah menandakkan dia tak ingin lagi melihatnya di dalam kehidupannya.
Bayangan-bayangan itu membuatnya frustasi. Sesuatu menyuruhnya untuk bertindak agar kembali mendapatkan hati Kayla, tapi sesuatu juga menyuruhnya untuk mundur saja karena akan percuma.
Dia kembali menghela nafasnya kasar saat sudah memasuki rumahnya.
Dia harus mengurus hasil rapat hari ini besok di kantor. Jadi, dia memilih langsung pulang ke rumah.
Di pagi harinya, sebelum berangkat ke kantor Liam mampir ke sebuah cafe yang biasa Kayla dan teman-temannya kunjungi. Dia kesana bukan tanpa alasan. Dia ingin bertemu dengan teman Kayla entah itu Vira ataupun Risda.
Semalam, pikiran dan hatinya mengganggu tidurnya. Sesuatu menggerakkannya untuk memutuskan dia akan berbicara dengan teman Kayla terlebih dahulu sebelum memutuskan langkah mana yang harus dia ambil selanjutnya.
Sesuai dugaan Liam, kini Vira tengah masuk ke dalam cafe dan memesan. Dia belum sadar dengan keberadaan Liam yang duduk tak jauh darinya berdiri. Tapi, Liam tak berniat untuk memanggilnya. Biarkan dia menyadarinya sendiri seolah itu bukan hal yang disengaja.
Tepat saat Vira akan berbalik. Tatapannya bertemu pandang dengan Liam yang juga baru mengangkat wajahnya.
Liam otomatis melambai ke arah Vira. Dia memanggilnya dengan gerakan tangan. Vira tak menolak, dia mendekat.
"Duduk aja," ucap Liam saat Vira sampai di depannya. Vira kemudian duduk dihadapan Liam.
"Kebetulan banget ada disini," ujar Liam memulai, "lagi buru-buru ga?" tanyanya.
Vira berfikir sebentar, "Enggak sih," jawabnya.
Liam mengangguk, "Ada yang mau gue tanyain," ucapnya.
"Apa?"
"Soal Kayla." setelah mendengar itu Vira langsung terdiam, tubuhnya tegak kaku.
"Kemarin... Waktu gue tanya Kayla dimana, kalian bohong kan sama gue?"
"H-hah? maksudnya?" tanya Vira berusaha pura-pura tidak tahu. Tapi itu semua gagal.
"Ga perlu bohong lagi, Vir. Gue udah ketemu sama Kayla kemarin," tutur Liam yang semakin membuatnya terkejut.
"Dan seharusnya lo tau, kalau gue ketemu dia bukan disini, tapi di luar kota," ucap Liam yang mengelukan lidah Vira sesaat.
"Sorry," ujar Vira.
Liam menggeleng, "Gapapa, gue tau maksud kalian ngembunyiin Kayla dari gue," ucapnya.
"Kayla... dia disana sampai kapan?" tanya Liam.
Vira hanya pasrah menjawabnya dengan jujur, lagipula Liam sudah bertemu dengan Kayla di kota itu. "Satu bulan," jawabnya.
"Dia... apa dia udah punya seseorang yang baru?"
Pertanyaan tak diduga keluar dari mulut Liam.
"Hah? Yang baru? Kayla bukan orang yang bisa secepat itu berpaling. Dia bukan lo. Tapi kalau itu terjadi ya syukurlah, dia ga perlu lagi ngerasaain sakit yang lo buat," ucap Vira sedikit emosi.
Mendengar itu Liam kembali merasakan penyesalan.
"Ya udah makasih ya, Vir. Gue udah harus ke kantor," ujarnya kemudian bangkit dan berlalu pergi meninggalkan Vira dengan tatapan heran.
Liam kini sudah tau harusengambil langkah yang mana. Entah bagaimana kedepannya, setidaknya dia sudah berani mengambil langkah. Dia pergi ke kantornya dengan perasaan yang tak bisa digambarkan.
Kini dia befikir, apapun yang akan terjadi di masa depan... dia tak akan menyalahkan siapapun atau apapun.
***
"Halo, Vira?"
Kayla sedang berada di kantin milik kantor saat Vira menelfonnya.
"Halo Kay," suara Vira terdengar di seberang sana.
"Iya, kenapa Vir?"
"Kay, gue mau tanya sesuatu yang penting," ucapnya.
"Apa?"
"Kemarin lo beneran ketemu sama Liam?" tanya Vira langsung dan membuat Kayla mengeryitkan dahinya.
"I-iya, kok lo tau?" tanya Kayla heran.
"Gue juga ketemu dia tadi pagi di cafe. Dia bilang dia ketemu disana, kok bisa Kay?"
Kayla menghela, "Gak sengaja, Vir. Kemarin ada rapat dikantor, ternyata dia jadi salah satu investornya. Tapi gue ngehindar dari dia, Vir. Gue berusaha ga peduli lagi sama keberadaannya," jelas Kayla.
Vira mengangguk-angguk dibalik telefonnya. "Dia bilang apa aja sama lo?" tanyanya.
"Cuma minta maaf, pas udah denger itu gue langsung pergi," jawab Kayla yang teringat perkataan maaf Liam yang terdengar menyesal.
"Baguslah, Kay. Lo gapapa kan?"
"Iya, gapapa," balas Kayla.
"Gua mau pastiin itu aja sih, ya udah gue tutup ya," pamit Vira lalu menutup panggilan telefonnya.
Kayla kembali menghela, dia lalu melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
Dia punya janji dengan Juna setelah pulang dari kantor sebagai imbalan sudah membuat dirinya lebih lega kemarin.
Jadi setelah beberapa jam bekerja, kini waktunya Kayla untuk pulang.
Tin tin
Suara klakson motor terdengar didepan kantor saat Kayla baru melangkah keluar. Juna terlihat sedang duduk diatas motor itu. Sama seperti kemarin, ia meminjam motor Tyo lagi untuk hari ini.
Kayla melangkah mendekat. "hai," sapanya saat sudah berada didepan mata Juna.
"Hai," balas Juna. "udah siap? Langsung aja yuk," ajaknya sembari memberikan sebuah helm kepada Kayla.
Setrlah memakainya, Kayla duduk diboncengan Juna seperti kemarin. Mereka akan ke sebuah pusat perbelanjaan, tepatnya Kayla hanya menemani Juna sesuai janjinya.
Pusat perbelanjaan itu menempuh waktu sekitar setengah jam dari kantor Kayla ubtuk bisa tiba disana dengan motor. Karena masih sore dan cuaca sungguh bagus, Juna tidak begitu melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Dia mengendarainya dengan santai sambil menikmati perjalanan sore mereka.
Beberapa menit berlalu hingga mereka tiba di sebuah pusat perbelanjaan. Juna memarkirkan motornya terlebih dahulu dan turun dari motor bersama Kayla.
"Ayo masuk," ajak Juna.
Sebuah pusat perbelanjaan itu adalah salah satu yang terbesar dari beberapa pusat perbelanjaan lain. Bahkan dihari kerja seperti ini, pusat perbelanjaan itu terlihat ramai dengan manusia-manusia yang mencari kebutuhan atau keinginan mereka.
Juna berjalan pelan berusaha menyamakan langkahnya dengan Kayla. Mereka berjalan beriringan memasuki bagian kebutuhan pokok.
Didepan tadi Juna sempat mengambil troli, jadi saat ini dia berjalan dengan mendorong troli didepannya.
Dia melangkah menuju bagian bahan-bahan dapur, Kayla hanya mengikutinya dari belakang.
"Yang ini bagus, harganya juga lebih murah," ujar Kayla dengan tangan yang menunjuk salah satu produk minyak goreng saat melihat Juna yang terlihat kebingungan memilih.
"Benarkah?"
Kayla mengangguk yakin, "Aku juga biasanya pakainyang ini kok," ucapnya.
"Oke." Juna memasukkan minyak yang dipilihkan Kayla ke dalam trolinya. Mereka kembali berjalan dan memilih-milih bahan hingga trolinya sudah hampir terisi penuh.
"Kayla, kemarilah," panggil Juna menuju lorong tempat berbagai minuman tersedia. Juna meraih sebuah bungkusan yang berada dirak atas.
"Ini cokelat bubuk yang aku suka," ucapnya sembari menunjukkan sebungkus cokelat bubuk.
"Akan sangat enak untuk selera cokelat panasmu. Cobalah nanti, biar aku yang belikan," ujar Juna.
"Beneran? Ini untukku? Gratis? Kamu membelikannya untukku?" tanya Kayla beruntun karena merasa sangat senang.
"Iya," balas Juna.
"Terima kasih banyak, Juna," ucap Kayla bahagia karena mendapat cokelat bubuk agar dia bisa membuat cokelat panasnya sendiri.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Juna sudah selesai belanja, ia kini sedang berada dikasir untuk membayar semua belanjaannya. Sedangkan Kayla menunggunya didepan pintu keluar.
"Sudah, yuk," ajak Juna begitu keluar dari toko itu.
"Kita makan malam dulu saja sekalian," ujarnya lagi.
"Boleh deh," balas Kayla setuju.
Waktu ke watu terus berlalu. Dari sore yang awalnya langit masih cerah hingga kini malam tiba langit berubah menjadi gelap yang dihiasi dengan bulan dan bintang-bintang.
Juna dan Kayla sudah pulang dari pusat perbelanjaan. Kini mereka telah sampai didepan kontrakan Kayla.
"Terima kasih sudah luangkan waktumu," ujar Juna.
"Terima kasih juga sudah mengantar, ah iya terima kasih juga untuk cokelat bubuknya," balas Kayla.
Juna tertawa pelan, "Sama-sama," ucapnya. "Kalau gitu aku pulang dulu ya," lanjutnya berpamitan.
Kayla mengangguk, "Hati-hati dijalan," ujarnya.
Setelah Juna sudah menghilang dari pandangannya, ia segera masuk ke dalam kontrakannya untuk membersihkan diri dan istirahat.
***
Pagi ini, Liam sedang dalam perjalanan menggunakan kereta menuju suatu tempat. Seperti yang dia bilang, dia akan mengambil langkah dan begitu dia sudah memutuskan mana yang harus dia ambil. Kini dirinya sedang melakukan itu.
Dia menuju kota yang ditempati Kayla. Ya, dia memilih untuk mendapatkan Kayla kembali. Dengan tekad yang dia punya, dia memilih untuk menghadapi rintangan itu.
Selama ini matanya tertutup, hatinya tertutup. Bahkan disaat dia masih bersama Kayla, dia buta tentang dirinya. Dia salah, dia tau itu. Mungkin dia punya kesempatan atau mungkin saja juga tidak. Liam ingin memperbaiki semuanya, sebelum terlambat.
Maka dari itu, setelah perjalanan panjang yang dia habiskan didalam kereta, Liam turun dengan perasaan yakin. Dia mencari taksi di sekitar stasiun untuk dia tumpangi.
Liam naik dan memasukkan barangnya ke dalam taksi, lalu pergi menuju tempat rental mobil yang akan digunakannya selama beberapa hari atau minggu disini.
"Tanda tangan disini ya, pak," ujar seorang pegawai yang memberikan mobil sewaan untuk Liam.
Liam segera menandatanganinya. Dia lalu diberikan kunci mobil dan segera dia naiki. Kini dia akan menuju penginapan yang sudah diurusnya kemarin.
Setelah sampai di penginapan, Liam membersihkan diri lebih dulu sebelum mencari makan karena perutnya sudah terasa kosong.
Di hari esoknya, Liam tengah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Benar kantor, kantor dimana Kayla bekerja. Sebenarnya, bukan dia yang harus ke kota ini. Tapi setelah mendengar kalau ada yang harus kesini untuk mengurus investasinya lebih lanjut, jadi dia memutuskan untuk mengajukan dirinya sendiri.
Dengan setelan berjas rapi seperti orang-orang kantor pada umumnya, dia keluar dari penginapan dan melaju menyusuri jalanan kota di pagi hari dengan mobil sewanya.
Kini Liam sudah berdiri didepan gedung kantor itu. Entah kenapa rasa keyakinan yang sejak kemarin dia rasakan, sekarang hilang sepenuhnya dan berganti menjadi kegugupan yang teramat mengganggu dirinya.
Dia mengusap wajahnya kasar, dirinya berbalik tak ingon melihat gedung di depannya sejenak. Tapi sialnya, dia menghindari gedung dan malah menemukan Kayla yang berdiri tak jauh didepannya dengan seorang laki-laki dengan motor. Posisinya seperti Kayla baru saja turun dari motor itu.
Liam memandang dua orang itu dalam jarak yang tak begitu jauh. Dia pernah melihat laki-laki itu.
Disaat yang bersamaan Kayla mematung ditempat ketika baru saja akan melangkah menjauhi Juna. Juna yang menyadari itu bertanya. "Kenapa, Kay?"
Kayla tak menjawab. Tatapannya terpaku ke depan, Juna melihat ke arah pandang Kayla dan menemukan seorang laki-laki yang kuga sedang menatap mereka, lebih tepatnya Kayla. Meski tak mengerti dengan apa yang terjadi, Juna menepuk pelan pundak Kayla untuk menyadarkannya.
"Kayla," panggilnya.
Kayla mengerjap, "Eh, i-iya," ucap Kayla tergagap.
"Kenapa ga masuk?"
"Oh ini, baru aja mau masuk," balas Kayla linglung.
Kayla berbalik kembali, dia segera berjalan dengan langkah yang dipercepat dan kepala yang menunduk ke bawah berusaha menghindari Liam. Dia melewatinya begitu saja seolah mereka tidak mengenal satu sama lain.
Liam menatap mengikuti pergerakan Kayla. Saat melihat Kayla hanya melewatinya begitu saja, hatinya terasa teriris. Dia jadi berfikir, apa langkah yang diambilnya ini sudah benar? Atau ini salah? Liam bimbang.
Juna yang melihatitu dari kejauhan mengeryitkan dahinya bingung. Sudah jelas tadi Kayla dan orang itu saling bertatapan, tapi kenapa Kayla hanya melewatinya begitu saja. Kini tatapan Juna beralih menatap Liam yang masih melihat kepergian Kayla.
"Sepertinya ada sesuatu diantara mereka," gumam Juna.
Juna bisa melihat tatapan Liam yang kosong, dia bisa melihat laki-laki itu mendesah kecewa.
Juna benar-benar tidak mengerti dengan keadaan itu, tapi sepertinya dia paham situasinya. Jadi dia kembali naik ke motor dan pergi dari sana.
Laki-laki itu memang belum mengembalikan motor pinjaman Tyo, jadi pagi tadi dia menghubungi Kayla dan akan menjemputnya dengan motor itu sebelum mengembalikan ke pemiliknya.
Di lain sisi, Kayla masuk ke dalam kantor dengan langkah tergesa. Dia tak menoleh sama sekali ke belakang, dia terus berjalan hingga tiba di meja kerjanya. Dia langsung duduk dengan melipat kedua tangannya di meja dan menyembunyikan wajahnya disana.
Kenapa Liam bisa disini lagi? Pertanyaan itu terlewat dipikirannya.
"Kayla," panggil Fanny yang sudah duduk di meja kerjanya sejak tadi.
Kayla mengangkat wajahnya menatap Fanny, "Iya?"
"Kenapa, Kay?" tanya Fanny karena melihat kedatangan Kayla yang sepertinya tak baik-baik saja.
"Ah, gapapa kok Fan," jawab Kayla dengan senyuman yang dipaksa.
Sudah jelas Kayla kenapa-kenapa saat melihat Liam lagi di kantornya. Perasaannya sudah kembali bingung. Masih pagi tapi pikiran Kayla sudah tak karuan. Entah apa lagi yang akan terjadi nanti, Kayla tak bisa memikirkan itu sekarang.