Nirmana the fairy monster of Issen 2

1369 Words
“jika kau tidak mau membantunya, maka tinggalkanlah aku di sini, atau kau boleh duduk menungguku jauh di belakang sana bersama dengan yang lainnya!”perkataan Abraham yang terkesan membentaknya, membuat Pangeran Taber menahan amarahnya dan pergi meninggalkan Abraham di sana dan bergabung dengan mereka-mereka yang ada jauh di belakang sana, kedua pandang Abraham kini menoleh menatap Rezen yang senantiasa berdiri di sisinya, “bagaimana denganmu, apakah kau akan bergabung dengan mereka?” tanya Abraham pada Rezen yang kini menatapnya dan kemudian menggelengkan kepala, “kau adalah tuanku, dan aku patuh padamu… bukan mereka, jadi apapun pilihanmu itu akan ku ikuti, Pangeran Ab” perkataan yang dilontarkan oleh Rezen terkesan informal di telinga Abraham, namun hal itu lah yang ia inginkan sedari dulu, hingga akhirnya ia hanya terkekeh ketika mendengar ucapan informal yang dilayangkan Rezen padanya, “baiklah… kalau begitu bantu aku menolongnya!” ajak Abraham seraya melangkah mendekati sang monster yang kini menoleh mengetahui kedua orang di sana melangkah mendekatinya, “bisakah aku melihat ceriminnya?” pertanyaan Abraham membuat Monster wanita yang ada di hadapannya itu menundukkan kepalanya, Jika dilihat lebih dekat, Monster itu begitu cantik sekaligus menyeramkan. monster ini berwujud seorang wanita cantik yang terlanjang yang memiliki rambut keriting pirang panjang dengan sebuah mahkota ranting serta bunga yang layu menempel di kepalanya, kedua matanya berwarna putih tanpa pupuil, hidungnya mancung dan bibirnya berwarna merah dengan gigi taring yang terlihat jelas karena timbul di kedua sisi bibirnya, tubuhnya terbentuk seperti wanita sempurna seutuhnya dengan jari jemari yang amat lentik dambaan seluruh wanita. Monster itu meraih sesuatu dari dalam air yang akhirnya ia keluarkan, itu adalah tiga potong pecahan cermin yang diyakini oleh Abraham dan Rezen sebagai Cermin miliknya yang sempat ia katakan pecah, diambilnya tiga potongan tersebut dari tangan sang monster oleh Abraham, “kau bisa menyatukannya kembali?” tanya sang Monster dengan lembut kepadanya, “aku tidak yakin… tapi aku akan mencoba menyambungkannya kembali” jawab Abraham saat itu dan itulah yang membuat sang monster tersenyum,   Dari kejauhan empat Pangeran beserta enam prajurit lainnya terduduk memerhatikan gerak-gerik Abraham maupun monster tersebut, “tidakkah lebih baik kita menyeretnya pergi dari sana?” pertanyaan yang dilontarkan oleh Pangeran Hanxi lan pada Pangeran Zhumon saat itu tidak di tanggapi olehnya yang kini memilih untuk merebahkan diri di atas rerumputan hijau siang itu, “biarkan saja, jika hal buruk terjadi… kita bisa menolongnya dari sini, lagipula Rezen bersama dengannya saat ini” penjelasan yang diucapkan oleh Pangeran Zhumon membuat Pangeran Hanxi lan menghela nafasnya dan ikut merebahkan tubuhnya, “kau benar, lebih baik kita menunggunya hingga ia membutuhkan bantuan kita … itupun jika ia membutuhkannya” gumam Pangeran Hanxi lan. … Abraham melangkah menjauhi sang monster dan mendekati Rezen yang kini menoleh menatap tiga pecahan cermin tersebut, “apa yang harus kita lakukan, Pangeran?” pertanyaan yang diajukan oleh Rezen saat itu membuat Abraham nampak berfikir cukup keras, “apakah kau bisa menggunakan kekuatanmu untuk memulihkan cermin ini, Rezen?” diliriknya sang kepercayaan yang kini menggelengkan kepalanya, “saya tidak memiliki keahlian pemulihan barang, tuan… lagipula jikalau keahlian itu ada, pasti monster itu akan mencari seseorang yang dapat memulihkan cerminnya kembali, alih-alih meminta bantuan pada kita” penjelasan yang diucapkan oleh Rezen membuat Abraham mengeha nafasnya cukup dalam, “baiklah, jika begitu… bisakan kita menyatukannya kembali dengan cara mengikatnya?” tanya abraham kembali menoleh ke arah Rezen yang kini menyipitkan kedua mata Ambernya, “dengan melubangi pinggirannya tuan?” balasan dari Rezen tidak pernah membuatnya puas, hingga akhirnya Abraham menggeram pelan, “eurgh! Baiklah kalau begitu, kita bikaikan saja pinggiran cermin ini agar terlihat menyatu antara satu dengan potongan lainnya” dan ucapan sang Pangeran kali inilah yang diberi anggukkan setuju oleh Rezen, “Carikan Ranting atau akar yang sedikit elastis agar kita bisa membengkokkannya, Rezen!” ucapan Abraham bagaikan perintah bagi Rezen, Tanpa banyak bertanya, ia segera mencari Ranting dan akar yang di maksud oleh sang Pangeran. Namun dari banyaknya akar dan ranting yang di berikan Rezen padanya, tak ada satupun dari mereka yang dapat menyatukan dan menempelkan cermin tersebut antara satu dengan potongan yang lainnya, dan itu cukup membuat Abraham merasa Frustasi, “adakah akar lain atau kayu lain yang lebih elastis dari ini, Rezen??” mendengar pertanyaan Abraham membuat Rezen kembali melempar pandangannya ke arah sekitar, ia mencari-cari dahan yang menurutnya bagus dan elastis. Kedua pandangan Rezen terhenti pada sebuah tanaman bernama Calamus rotang*, yang akhirnya ia pilih untuk menjadi kayu yang terakhir ia tebas dari sekian banyak kayu yang telah ia tebas sebelumnya dan gagal dijadikan bingkai cermin sang monster sungai Issen. Setelah ia menebas dan membersihkan duri-duri tajamnya, ia segera menyerahkan kayu tersebut pada sang Pangeran yang kini dengan telaten membentuk dan membengkokkan kayu tersebut sedemikian rupa hingga menjadikannya sebuah bingkai dengan bentuk oval, bentuk yang sesuai dengan cermin milik sang monster yang pecah. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat bingkai rotan dengan ukiran yang begitu artistik tidaklah sebentar, mungkin bisa memakan waktu hingga tiga hari untuk menyelesaikannya, namun berkat keahlian Abraham yang dinilai tinggi terhadap kerajinan tangan membuatnya dapat menyelesaikan bingkai tersebut hanya dalam kurun waktu tiga jam saja, “Selesai!” serunya dengan bangga, ia perlihatkan hasil karyanya tersebut pada Rezen yang kini sedikit mengerutkan keningnya, “bagaimana cara kita menutupi retakan dari cermin ini, tuan??” pertanyaan yang dilontarakan Rezen membuat Abraham tidak kehilangan idenya, dengan segera ia mengambil getah dari kayu tersebut dan mengoleskannya pada retakan-retakan cermin itu, hingga akhinya retakkan tersebut terlihat samar di sana, “bagaimana?” tanyanya lagi, dan kali ini Rezen mengangguk mengakui karya dari sang Pangeran yang terlihat luar biasa bagusnya, Dengan senyuman yang merekah ia berjalan mendekati sang Monster yang senantiasa terdiam, menunggu mereka menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi, “aku sudah membenarkannya” ucap Abraham pada sang monster yang kini etrlihat amat bahagia, Setelah meraih cermin tersebut, sang monster tersenyum dengan amat senang seraya memeluk cerminnya yang sudah kembali seperti sedia kala, “kalian adalah orang yang baik!” ucap sang monster dengan senyuman merekah di bibirnya, melihat keberhasilan Abraham membuat Pangeran Hanxi lan dan yang lainnya berdiri dan menghampirinya dengan perlahan. “sebagai tanda terima kasihku, kau boleh memberiku sebuah nama padaku!” mendengar ucapan dari sang monster membuat Abraham maupun Rezen mengerenyit tidak mengerti dengan apa yang ia ucapkan, “bukankah anda sudah memiliki sebuah nama?” pertanyaan Rezen saat itu diberi sebuah gelengan olehnya, “aku adalah monster sungai tanpa nama, jadi berilah aku nama sebagai hadiahnya!” mendengar penjelasan dari sang monster membuat Rezen nampak berpikir, sedangkan Abraham kini mengecakkan pinggangnya, “Nirmana!” sebuah kata yang diucapkan oleh Abraham saat itu membuat Rezen maupun sang Monster kini menoleh menatapnya yang kini tersenyum seraya menatap sang monster dengan tatapan yang lembut, “Nirmana… nama itu memiliki artian warna yang indah, itulah nama yang kuberikan untukmu sekarang” ucapan Abraham saat itu membuat Nirmana terpana, ia tersenyum dengan kekehan bahagia, sebelum akhirnya ia melemparkan sebuah kunci ke arah Abraham yang dengan sigap di tangkap oleh Rezen, karena Abraham memiliki refleks yang cukup buruk dibandingkan dengannya, Baik Rezen maupun Abraham kini terkejut dan bingung dengan sebuah kunci yang diberikan oleh Nirmana secara tiba-tiba, “itu adalah kunci menuju gerbang hutan Armen, ku persilahkan kalian semua untuk menginjakkan kaki di atasnya” ucap Nirmana seraya menoleh menatap Pangeran Zhumon yang tersenyum dan menunduk sopan padanya, “terima kasih, Nirmana” ucap Pangeran Zhumon sebelum akhirnya Monster sungai yang baru saja memiliki nama Nirmana itu menghilang seperti air yang mengalir dengan cukup tenang di sungai Issen, “kau mengetahuinya?? kau mengetahui tentang ini bukan, Zhumon?!” pertanyaan yang dilontarkan oleh Pangeran Hanxi lan lagi-lagi tidak diberi tanggapan olehnya yang kini menunjuk ke arah hutan sebrang, dimana hutan tersebut kini perlahan berubah menjadi hutan Armen. Hutan yang memiliki sebuah gerbang hitam tinggi yang menjulang serta pohon Samanea Saman* yang tumbuh memenuhi wilayah hutan tersebut. “kita menemukannya… Hutan Armen” ucap Pangeran muda William dengan penuh rasa takjub ketika kedua matanya mendapati pohon-pohon Samanea Saman yang besarnya bukan main, rerumputan hijau yang begitu indah serta suara angin yang berhembus dengan lembut menerpa wajah mereka yang muncul begitu saja dari dalam hutan tersebut.   to be continue.  * Calamus Rotang adalah sejenis tanaman Palma dari bangsa Puak (tribus) Calamea, atau banyak yang dikenal sebagai pohon Rotan.   * Samanea Saman (trembesi) merupakan pohon besar yang daunnya menyebar menyerupai payung yang amat lebar, pohon ini memiliki tinggi yang bisa mencapai hingga 25 meter dengan diameter sebesar 30 meter. Pohon ini sering disebut sebagai pohon hujan, daunnya sangat sensitif terhadap cahaya matahari dan akan menutup secara bersamaan dalam cuaca mendung (ataupun gelap), sehingga air hujan dapat langsung menyentuh tanah langsung melewati lebatnya kanopi pohon ini. Rerumputan yang berada di bawah pohon ini akan lebih hijau dibandingkan dengan rerumputan di sekitarnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD