mulai bimbang dengan kenyataan

557 Words
sebulan sudah aku tinggal di perkebunan, dilihat dari luar tidak ada yang aneh dengan rumah tangga kami, namun semakin hari aku semakin sulit rasanya, aku berusaha keras untuk mengatur uang sisa yang aku punya dari hasil jualan waktu di rumah ibu. bahkan sudah satu bulan lebih semenjak di perkebunan, kang dardi tidak pernah memberi ku uang, bahkan untuk memasak pun aku hanya mengandal kan hasil dari perkebunan yang ada ,sedangkan untuk garam dan penyedap dan kebutuhan lain nya aku menggunakan uang yang aku punya itu. aku berpikir, apa mungkin untuk nafkah yang sudah menjadi tanggung jawab suami pun aku harus memintanya, oh ya tuhan bahkan aku tidak berani menatap matanya sekali pun, bagaimana caranya aku meminta uang. seharian aku mencari solusi untuk mengatasi uang belanja, dengan menjual sendiri sayuran hasil tanaman ku di samping rumah agar bisa memenuhi kebutuhan rumah, ya allah semoga aku kuat, do'a ku dalam hati. tak terasa hari mulai gelap, aku baru sampai di rumah dan mendapati kang dardi sudah duduk di ruang tamu dengan secangkir kopi nya. "Asalam mu alaikum " ucap ku memberi salam. kemudian mencium punggung tangan suami ku. "wa alaikum salam ! dari mna ?", jawab nya langsung melontarkan pertanyaan. "rindu jual kangkung yang ada di samping rumah kang, pulang nya mampir ke toko untuk beli sabun mandi sama sabun cuci baju kang. " jawab ku sambil menunduk tak berani menatap nya. "Oh, ya sudah,.. rin akang sudah makan tadi di luar, kamu makan sendiri ya! " 'hah sudah makan, apa dia tidak melihat bahwa tidak ada makanan di rumah ,apa dia hanya memikirkan perut nya saja, lalu aku bagaimana '.gerutu ku dalam hati, untung di dapur masih ada telur, aku goreng satu telur aku rasa sudh cukup. setelah menggoreng telur aku langsung kemeja makan untuk mengambil nasi lalu melahap nya dengan perasaan yang ntah seperti apa, tiba tiba saja air mata ku mengalir begitu saja tanpa bisa di tahan. ya allah aku harus bagaimana, apa dia bekerja tidak di gaji selama ini, sehingga untuk memberi uang belanja pun tak bisa. rasanya aku mulai bimbang dengan kenyataan yang ada, apa aku bisa bertahan di rumah ini dengan kehidupan rumah tangga yang menurut ku ada yang janggal. jangan kan untuk membeli baju, untuk memenuhi kebutuhan sehari hari pun aku harus dengan susah payah untuk mencari nya. pernah aku meminta uang pada nya tapi, dia hanya menjawab, "nanti kalo akang punya uang juga kamu pasti di kasih rin. " hah jawaban apa itu, lalu selama ini dia bisa menghisap roko dan meminum kopi dari mana, apa mungkin dia minta sama teman nya yang punya perkebunan ini. lalu kapan dia akan memberi ku uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami, sudah dua bulan lebih, masa iya dia belum di gaji . ya tuhan aku harus bagaimana, bahkan aku sampai tidur dalam keadaan gelisah karena memikirkan kelanjutan rumah tangga ku selanjutnya. berulang kali aku menghela napas dengan kasar namun tak dapat meringankan beban hidup yang kian menghimpit. ntah aku terlelap dari jam berapa, tiba tiba saja sudah waktunya subuh. aku mulai bergegas untuk memenuhi kewajiban ku pada sang pencipta. setelah itu baru aku mulai memasak untuk suami ku. sepertinya aku harus mencari kerja, ah iya seharusnya begitu, nanti setelah dapat baru aku memberi tau suami ku, aku ingin tau bagaimana reaksinya, di sa'at aku meminta izin untuk bekerja. ya kita lihat saja nanti?.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD