Dina yang tengah dalam keadaan terjepit, lalu berpindah bersimpuh di hadapan sang adik yang hampir tak pernah dia anggap sebagai adik selama ini.
Hubungannya dengan Sonya tidaklah harmonis seperti hubungan kakak beradik di keluarga lainnya, dia selalu menganggap Sonya sebagai musuh baginya. Sehingga mereka jarang bertegur sapa.
" Kakak mohon, Dek. Selamatkanlah nama keluarga kita, dan menikahlah dengan nak Haris.." Rengek Dina menghiba kepada Sonya yang terkejut melihat sang kakak telah bersimpuh kepadanya. “ Atau haruskah kakak mencium kakimu, agar kau mengabulkan keinginan pertama dan terakhir dari kakakmu ini?”
" Jangan seperti ini kak. Kita bisa cari solusi yang lain kak, kita bisa jujur ke tamu undangan tentang kondisi ini.." Jawabnya pelan sembari mengangkat bahu sang kakak untuk berdiri di hadapannya. “ Kakak jangan kawatir, semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi kehendak Allah. Yang perlu kita lakukan sebagai umat manusia adalah menjalaninya dengan keimanan dan jangan lupa berserah pada Allah, Kak…”
Anaknya yang berbuat mengapa harus aku menyelesaikan permasalahan nama baik mereka semua, lantas. Tak pentingkah bagi mereka bagaimana perasaanku? Sehina itukah aku di mata mereka, semua mementingkan harga diri. Egois!
" Ohh, kau ingin aku mati di tangan orang tuaku hah?!!" Teriak Haris menimpali hingga membuat Sonya tersentak ketakutan menatap mata merah Haris dan tangannya yang telah berdarah. Sungguh, dia tak menginginkan pernikahan seperti ini.
" Bukan. Bukan seperti itu maksud saya.." Jawab Sonya terbata-bata. “ Di situasi terjepit seperti ini, yang kita perlukan adalah berfikir dengan tenang, demi mencari solusi terbaik, dan tidak merugikan siapapun, lagian apa kata Tanya jika ini terjadi…” Sonya menatap teduh kearah Haris sembari berkata dalam hati.
Apa hubungan nyawa dia denganku, toh hidup mati di tangan Allah. Mengapa harus takut?
“ Kalau Tanya sudah bertekad meninggalkan nak Haris, tidak mungkin dia mengurusi apa yang terjadi dengan nak Haris. Tanya adalah type orang yang komitmen, jika telah membuang sesuatu tak mungkin akan di pungut kembali, begitu juga dengan hubungan cintanya dengan Nak Haris. Jadi kamu tak perlu memikirkan keponakanmu yang telah mencoreng nama kita sekeluarga dan menyiksa kita sedemikian rupa…” Sahut sang kakak membuat Sonya melongo.
“ Kau pikir, solusi apa yang bisa kau berikan dalam waktu lima belas menit selesai? Kau dengar sendiri bukan? Atau kau memang menginginkan kematianku saat ini?” Tanya Haris kritis.
Sonya menghela nafas panjang. “ Bukan seperti itu maksudku, aku hanya ingin kita semua tenang di dalam ruangan ini dan mencari jalan keluar terbaik…”
" Kalau begitu, menikah denganku hari ini. Dan dalam waktu satu sampai dua tahun kemudian kau boleh meminta cerai kepadaku, aku akan membayar kebaikanmu dengan sangat mahal.." Haris menimpali.
" Ayoolah Sonya, Kakak mohon. Tidak sudikah kau menolong Kakakmu, sebenci itukah kau terhadap kakakmu ini, kalau kau mau, ambil saja nyawa kakakmu ini, kakak ikhlas, kalau itu yang membuatmu lega…” Ujar ibu Tanya menghiba.
Aku harus bagaimana? Aku tidak tega melihat Kakakku seperti ini. Ogh! Haruskah? Apakah ini termasuk jenis kebaikan? Bukankah menikah terpaksa juga tidak di perbolehkan? Lalu apa namanya ini?
" Haruskah kakak mencium kakimu, agar kau bersedia menolong kami, ini semua kelakuan jahat ponakanmu yang berhati busuk.." Ucapnya sembari merunduk menggeser tubuhnya hendak mencium kaki Sonya.
" Jangan seperti itu kak, aku tak sesuci itu, aku bukan tidak mau menikah kak, tapi aku akan menikah dengan orang yang aku kenal dan yang aku cintai tentunya.." Jawab Sonya sembari meraih pundak sang kakak dan menolongnya untuk berdiri dan duduk di tepi ranjang.
Iya dong, menikah harus dengan yang di kenal, dan pria yang di cintai, dengan pria yang di kenal aja banyak yang ancur di tengah jalan.
" Kakak lebih baik mati, dari pada menahan malu dan menanggung dosa serta kemarahan nak Haris. Kakak mohon Dek, bantulah Kakak kali ini, Kakak akan memberitahukan Papa, dan Papa pasti setuju kok.." Ucap Dina lagi.
Hah?! Papa setuju? Ohh. Lupa. Papa-kan hampir tidak pernah mendukungku. Dari dulu hingga sekarang. Aku mungkin anak tiri papa.
" Ayoolah, kita tidak punya banyak waktu. Putuskan sekarang atau kita mati bersama - sama disini.." Ucap Haris mengeluarkan senjata dari laci meja rias itu.
Dia tak memiliki jalan keluar atas permasalahannya ini, andai pernikahan ini gagal terjadi. Maka mati adalah solusi terbaik. Tekadnya sudah bulat. Karena bermain dengan keluarganya juga sama dengan mati.
Mending mati disini, bareng mereka, daripada mati perlahan mendengar celotehan dan hukuman.
Mata Dina dan Sonya terbelalak lebar, menatap aksi nekat Haris yang telah menodongkan senjata keatas kepala sang kakak.
" Bagaimana? Sudah siap untuk mati bersama di kamar ini? Agar tak lagi kita tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika pernikahan ini gagal. Aku tidak terbiasa melakukan negoisasi alot. Aku orang yang cepat dna tepat!”
Mengapa ada jenis manusia sepicik ini? Bukankah banyak, bahkan selebritis juga ada yang gagal menikah mendekati hari H. Malu boleh, tapi mati konyol jangan!
Sonya menghela nafas panjang melihat Haris yang semakin nekat, membuat hatinya berkecamuk, harus bagaimana. Berfikir jernih tak lagi mampu dia lakukan.
Tuhan! Bantu aku kali ini, menghadapi semua ini, apa yang aku harus lakukan. Meleset sedikit saja, aku yakin semua akan mati konyol.
Sonya kembali menarik nafasnya panjang. Lalu memejamkan mata sejenak, hingga akhirnya anggukan kecil dari kepalanya yang membuat Haris bernafas lega.
Begitu juga dengan sang kakak, yang akhirnya bernafas lega.
" Yogie.! siapkan kamar pengantin yang baru. Dan panggil make up artis serta pakaian terbaru ke kamar itu. Sekarang.!! " Ujar Haris menelpon asisten pribadinya.
Eh, busyet! Pindah kemana lagi ini?
" Bersiaplah untuk acara akad nikah, ganti pakaianmu, dan jadilah seperti pengantin yang paling mengharapkan pernikahannya, wartawan telah berkumpul di luaran, jadi jaga mimik wajahmu.." Ujarnya dengan nada ketus kepada Sonya.
" Ingat! Jangan sampai ada gerakan mencurigakan yang kau lakukan nantinya, atau akan tamat riwayatmu nanti!" Tukasnya tajam sembari menunjuk tepat ke depan hidungnya.
Whats?! Pria seperti ini yang akan menjadi suamiku? Pria tempramental dan tak memiliki sopan santun seperti ini akan menjadi imamku? Meski hanya dua tahun. Aku tak sudi kalau tak terpaksa seperti ini!
" Tante..rapikanlah diri tante..waktu kita tidak banyak, dan jangan sampai semua yang terjadi di kamar ini terendus oleh wartawan..." Lanjut Haris sembari menoleh kearah mantan calon ibu mertua.” Jika itu terjadi, tante paham akibatnya, semua yang terjadi di kamar ini, hanya kita bertiga yang tahu. Meskipun perceraian terjadi nantinya, tidak boleh ada satupun yang tahu!”