Bab 9. Permohonan Miyabi

1263 Words
Sementara Brandon, dia sangat terkejut mendengar perintah dari Leo tersebut. Dia tidak menyangka, kalau atasannya itu akan begitu mudah memecat para karyawannya hanya demi seorang wanita yang bahkan baru saja mereka kenal. "Apa, Pak?! Apa anda serius dengan ucapan anda? Mereka itu karyawati teladan di perusahaan kita, Pak. Mereka juga bahkan sudah bekerja cukup lama di perusahaan ini. Apa anda yakin, kalau anda akan mengecat mereka semua?!" tanya Brandon terkejut. Lebih tepatnya tak percaya. "Apa kamu tuli?! Saya sudah memberi kamu perintah, haruskah saya mengulanginya lagi ucapan saya itu?!" Brandon terkekeh mendengar itu. "Tidak tidak, Pak, saya mendengarnya. Anda tidak perlu mengulangi ucapan Anda. Kalau begitu saya akan segera melaksanakannya. Saya akan segera memecat Susi, Tina, Melda dan Riana, seperti apa yang Anda minta." Setelah mendengar itu Leo pun langsung memutuskan panggilannya secara sepihak. Kemudian dia kembali fokus kepada Miyabi. "Apa itu cukup?" tanya Leo menatap Miyabi. Miyabi pun tersenyum mendengarnya. "Apa Bapak serius, ingin memecat mereka demi saya? Tapi saya 'kan, bukan siapa-siapa. Sedangkan mereka, mereka adalah karyawan teladan Anda. Apakah Anda sungguh tidak akan menyesalinya?" Leo tersenyum. "Jika mereka memang mengancam kebahagiaan kita, lantas kenapa saya harus ragu untuk melakukannya? Saya lebih rela kehilangan mereka, dari pada saya harus kehilangan kamu!" Miyabi tersenyum, kemudian dia pun mengalungkan tangannya di leher Leo. Leo pun mendekatkan wajahnya dan mencium Miyabi. Tangannya mulai nakal meraba pinggang dan pinggul Miyabi. Miyabi pun mendesah merasakan itu. "Pak Leo, akh..." Mata Miyabi memejam menikmati sentuhan Leo. Leo pun tersenyum melihat reaksi Miyabi. "Kamu sudah memancing saya. Kamu harus siap menerima konsekuensinya," bisik Leo di telinga Miyabi. Kemudian keduanya pun berciuman kembali. Kini ciuman Leo sudah berpindah ke leher Miyabi dan terus turun ke arah buah dadanya. Miyabi pun mendesah merasakan sensasi nikmat yang Leo ciptakan. "Ahhh," Miyabi pasrah. Leo mulai menggiring Miyabi ke arah sofa di ruangannya. Kemudian menjatuhkan tubuh Miyabi disana. Leo pun mulai membuka pakaiannya, lalu mendekatkan wajahnya di wajah Miyabi. "Saya sudah terangsang. Apa saya boleh melakukannya?" bisik Leo menatap Miyabi. Miyabi pun merasa kikuk mendengarnya. Jelas dia tahu, apa yang di maksud oleh Leo tersebut. Dia pun akhirnya mengangguk. Leo tersenyum melihat reaksi Miyabi. Kemudian dia pun mencium wanita itu kembali. Tangannya tak berhenti dan terus bergerak mengusap punggung dan pinggul Miyabi. Leo bahkan tak segan untuk membuka pakaian atasnya dan melemparkannya ke sembarang arah. Miyabi pun hanya diam dan membiarkan Leo melakukan apapun yang diinginkannya. Namun pada saat keduanya hendak melanjutkan kegiatan panas mereka, seketika sebuah dering telepon milik Miyabi mengalihkan perhatiannya. Miyabi pun hendak beranjak untuk meraih ponsel tersebut, namun Leo menahannya. "Shut up! Don't move!" Bisik Leo di telinga Miyabi. Seolah laki-laki itu tak ingin membiarkan Miyabi pergi. "Pak! Ponsel saya!" ucap Miyabi memberitahu Leo. Namun laki-laki itu seolah tak ingin melepaskannya. Dia terus saja bergerak menyesap gunung kembar milik Miyabi, lalu memainkannya dengan lidahnya. Miyabi pun tak tahan untuk tak mendesah. "Pak, ahhh. Stop! Tolong hentikan dulu! Saya harus mengangkat panggilannya," pinta Miyabi pada akhirnya. Mau tak mau Leo pun akhirnya melepaskan Miyabi. Dia mendengus membiarkan wanita itu untuk mengangkat panggilan itu. Hingga kemudian Miyabi pun mengangkat panggilan tersebut. "Hallo," ucap Miyabi begitu panggilan itu tersambung. Tak berselang lama terdengar suara seorang wanita dari sana. "Halo Nona, apakah benar ini dengan putrinya ibu Yumna?" "Benar, ini siapa, ya?" "Saya adalah perawat rumah sakit yang tadi anda berikan nomor telepon. Saya menghubungi anda untuk memberitahukan kabar tentang ibu anda." Tentu saja Miyabi yang mengingat hal itu pun langsung mengenali orang itu. "Oh iya, Sus, ada apa? Apa terjadi sesuatu pada ibu saya?" tanya Miyabi. Ya, rupanya yang menghubunginya itu tak lain adalah perawat rumah sakit yang tadi dia berikan nomornya. Dia meminta perawat itu untuk menghubunginya jika ada sesuatu yang terjadi kepada ibunya. Saat tiba-tiba saja mendapatkan telepon tersebut, tentu saja Miyabi merasa khawatir. Dia takut kalau terjadi sesuatu kepada ibunya di sana. "Ya, Nona. Keadaan ibu anda sangat kritis. Tadi dia kembali muntah darah dengan sangat banyak. Kita harus segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan nyawanya." Tentu saja Miyabi terkejut mendengar itu. "Apa, Sus?! Muntah darah lagi? Apakah penyakitnya sudah begitu parah, sampai harus ditangani segera?" "Tentu saja Nona, keadaan ibu anda untuk bertahan hanya tinggal beberapa persen saja. Itupun tergantung dari kekuatan fisiknya. Namun dilihat dari kondisinya saat ini, sepertinya kecil kemungkinan untuk dia bisa selamat. Keadaannya begitu lemah." Miyabi semakin panik mendengarnya. Dia pun menggeleng-geleng kepala. _"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?!" Batin Miyabi. Hingga kemudian dia pun teringat akan janji Leo terhadapnya. Laki-laki itu pernah berkata, kalau dirinya bersedia untuk membiayai pengobatan ibunya, dan juga mencukupi segala kebutuhan adik-adiknya. Lantas haruskah Miyabi percaya akan janji atasannya tersebut? Jika memang Leo benar-benar mampu melakukan itu, maka dirinya bersedia melakukan apapun untuk Leo. Termasuk menyerahkan harga dirinya. Karena bagi Miyabi, saat ini tak ada yang lebih penting ketimbang keselamatan ibunya dan juga kehidupan keluarganya. Dirinya rela melakukan apapun, asalkan ibunya bisa selamat dan bisa tertolong. Dan adik-adiknya juga bisa bersekolah tanpa memikirkan biaya kedepannya. Dia pun mengangguk. "Baiklah, lakukan penanganan segera! Saya mohon untuk kalian segera menyelamatkan nyawa ibu saya. Saya berjanji untuk segera menyelesaikan pembayarannya. Tapi untuk sekarang, saya mohon supaya kalian bisa menyelamatkannya dulu. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan biayanya. Berapapun nominalnya, saya pasti akan berusaha untuk membayarnya, kalian tidak perlu khawatir." ucap Miyabi berusaha meyakinkan perawat itu. "Baiklah Nona, jika memang Anda sudah sepakat, maka kami akan segera melakukan penanganan secepatnya terhadap ibu anda. Kami harap anda bersedia untuk datang ke rumah sakit dan menandatangani persetujuannya." "Baiklah Sus, saya akan ke sana nanti! Tolong jaga ibu saya!" Ucap Miyabi. Setelah itu dia pun mematikan panggilannya. Leo memperhatikan gadis itu. Miyabi terlihat begitu khawatir. Merasa penasaran dengan apa yang terjadi, Leo pun menghampirinya dan memeluk pinggang ramping Miyabi. "Ada apa, hm? Apa ada sesuatu yang terjadi? Kenapa sepertinya kamu panik sekali?" Tanya Leo sembari menenggelamkan wajahnya di leher Miyabi. Dia pun mencium ceruk leher gadis itu. "Barusan dari pihak rumah sakit menelpon, katanya kondisi Ibu saya semakin kritis." Miyabi terlihat sedih. Leo pun mencium pipi gadis itu. "Kamu mengkhawatirkannya?" Miyabi mengangguk. Kemudian Miyabi pun melepaskan pelukan Leo, lalu berbalik badan menghadap Leo. Dia menatap laki-laki itu dengan serius. "Pak Leo, bolehkah saya memohon bantuan anda?" Leo tersenyum, kemudian kembali menarik pinggang Miyabi untuk memeluknya. "Katakan!" Miyabi pun terlihat gugup. Dia merasa ragu untuk mengatakannya. "Pak Leo, bukankah tadi anda berjanji, jika saya menyetujui keinginan anda untuk menjadi wanita anda, maka Pak Leo akan membiayai perawatan Ibu saya di rumah sakit. Dan Pak Leo juga bersedia untuk membiayai semua kebutuhan adik-adik saya. Saya 'kan sebelumnya sudah menyetujui keinginan Pak Leo itu. Lalu, apakah saat ini saya boleh meminta bantuan Pak Leo, untuk menyelamatkan ibu saya?" Miyabi menatap ragu laki-laki itu. Dia sendiri tidak yakin, apakah atasannya itu akan benar-benar serius membantunya, atau tidak. Miyabi hanya berharap kalau Leo akan melakukannya. Karena hanya dialah satu harapannya saat ini. Leo terdiam. Dia menatap Miyabi dengan pandangan menyelidik. Melihat reaksi Leo tersebut, Miyabi pun semakin ragu. "Maaf sebelumnya kalau saya sudah lancang. Saya hanya merasa bingung harus meminta bantuan kepada siapa lagi selain kepada anda. Lagi pula, tadi anda sendiri yang menawarkannya. Makanya saya berani menanyakannya. Jika memang Pak Leo keberatan, maka Pak Leo tidak perlu melakukannya. Saya akan menarik ucapan saya," ucap Miyabi pada akhirnya. Dia hanya tidak mau gara-gara keegoisan nya, dia malah kehilangan pekerjaannya. Lebih baik dia bekerja saja. Leo tersenyum, kemudian mencium bibir Miyabi sekilas. Lalu dia pun mengeluarkan ponselnya untuk kembali menghubungi Brandon. "Segera pergi ke rumah sakit dan urus p********n untuk penanganan ibunya Miyabi. Berikan laporannya kepada saya setelah selesai!" Miyabi terkejut mendengar itu. Dia tidak menyangka kalau Leo akan bersedia melakukan itu untuknya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD