Veve diantar oleh Raga dan Akbir menuju rumah orangtuanya. Semenjak dari apartemen, Veve sama sekali tak bersuara. Ia benar-benar diliputi rasa malu yang luar biasa. Tapi nampaknya berbeda dengan Akbir yang terus mengembangkan senyum kemenangan. Dia sangat puas bisa membuat Veve malu.
"Ve.. Hari ini kau tidak sekolah? " Tanya Raga tiba-tiba. Dia sangat tidak suka suasana hening.
"Aku bolos. Aku akan masuk besok" Jawab Veve.
"Kau ini sudah kelas 3 dan bentar lagi lulus. Sekolah yang rajin! "Kata Akbir menasehati.
"Iya kak. Aku ini rajin, baik hati dan tidak sombong" Kata Veve bangga.
"Tidak sombong eh? "Timpal Akbir terkekeh sinis. Seketika Veve diam membisu. Dia sudah salah saat menyombongkan dirinya sebagai pemasak yang handal didepan seorang Master Chef. Rasanya dia ingin menutup wajahnya dengan ember.
Sesampainya dirumah, Veve bergegas turun dari mobil. Belum sempat Veve membalikkan badan, suara Akbir menghentikannya. "Jangan lupa belajar bedain mana gula mana merica" Cibir Akbir terkekeh. Yang sontak membuat Veve double malu!
Veve menghentakkan kakinya menuju pintu rumah tanpa mengucap salam pada Akbir dan Raga. Dalam hati dia berdoa semoga tidak dipertemukan lagi dengan pria se menyebalkan Akbir.
Sesampainya didalam, Veve sudah disambut oleh maminya. Tapi bukannya dapat pelukan hangat atau sekedar bertanya kabar, mami Veve malah berkacak pinggang dengan mata menatap tajam. Veve berdiri kikuk memandang maminya "Pa.. pagi mi!" Sapa Veve takut-takut.
Dalam hati dia bingung kenapa maminya bersikap seperti itu. Maminya memang tegas, kalau dia bebuat kesalahan pasti maminya tak akan tanggung-tanggung untuk memarahinya. Berbeda dengan papinya yang terlalu memanjakannya.
"Kamu tau apa kesalahanmu, Ve? " Tanya maminya tegas.
"Emm.. Sa.. salah?" Tanya Veve bingung. Karena memang kali ini dia merasa tidak berbuat kesalahan dan sangat yakin dengan hal itu.
"Apa yang kamu lakukan minggu lalu? " Tanya maminya lagi dengan mata mendelik tajam.
"A.. apa mi?" Veve menjawab pertanyaan Maminya dengan pertanyaan pula. Dia berfikir sejenak tentang minggu lalu. Sedetik kemudian ia menepuk jidatnya sendiri. "Veve cantik, habislah riwayatmu!" batin Veve.
"Jelaskan Ve!" Titah maminya mendesak.
"Itu Mi.. Veve sakit perut" Jawab Veve mencoba mencari alasan. Dan saat itu juga amarah Mami Veve sudah memuncak memaksa meledak.
"Kamu bolos pelajaran matematika sudah 3 kali kamu bilang sakit perut? Memang sakit perut kamu terjadwal? Trus nilai matematika kamu juga dapat C. Nilai apa itu hah? " teriak mami Veve dengan emosi meluap.
"Ayolah mi.. Itu hanya nilai, Veve janji akan belajar deh. Dan gak bolos lagi"
"Janji yang kamu ucapkan udah janji basi. Sejak dulu kamu bilangnya gitu. Mami gak mau tau. Sekarang kamu harus fokus belajar, tidak ada namanya main atau jalan-jalan" kata Mami Veve tegas.
"Yah mi.. Itu berlebihan. Veve masih muda..wajar kalau Veve main sama temen-temen" elak Veve membuat sang Mami memutar bola matanya jengah.
"Ada apa ini ribut-ribut.. Veve kamu sudah pulang nak? Bagimana keadaan kamu? Dimana Raga? " tanya Papi Veve yang baru muncul dari arah dapur.
"Sudah pi.. Papi sudah sarapan? Veve lapar." ucap Veve manja.
"Belum.. Ayo kita sarapan"
Veve tersenyum lebar. Syukurlah ada papi yang membantunya keluar dari situasi mencekam. Memang dia paling males jika harus berhadapan dengan matematika. Itu sebabnya dia sering membolos atau keluar saat jam pelajaran matematika.
"Papi jangan terus manjain Veve, dia sudah besar. Harusnya dia bersungguh-sungguh untuk belajar" Teriak Mami dari belakang. Dan sama sekali tidak digubris oleh keduanya.
Sesampainya di ruang makan, Veve langsung mengambil makanannya untuk sarapan. Mami memberenggut kesal karena setiap Veve sedang berbuat salah, tapi tetap saja suaminya itu membela Veve.
"Mama gak mau tau.. Kamu harus mengikuti les privat. Mami akan menyuruh kak Raga mencarikan guru untukmu." Kata mami final yang hanya ditanggapi kedikaan bahu acuh.
Tak terasa hari sudah malam. Veve merebahkan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Besok tidak ada pelajaran matematika jadi dia akan tidur nyenyak, masuk kealam mimpinya. Belum sempat dia menutup mata, pintu kamarnya diketuk dari luar yang membuat ia mau tidak mau harus beranjak.
"Ve cepat turun, ada kak Raga! "Kata mami Veve.
"Biarkan saja mi. Kan sekarang kak Raga memang tinggal disini." jawab Veve yang ingin berbalik menuju kasur. Tapi dicegah oleh Maminya.
"Dia membawa guru privat kamu. Cepat temui. Dan ya.. Pakai pakaian yang sopan! " Tegas mami Veve yang kemudian pergi.
Veve hanya menghela nafasnya jengah. Bisa-bisanya maminya itu menyuruh les privat dan tidak mengijinkannya untuk main bersama teman-temannya. Itu sangat memuakkan bagi Veve.
Mau tidak mau Veve turun ke lantai bawah menemui kak Raga. Tapi begitu terkejutnya dia kala mendapati Akbir yang juga berada disana. Tapi kali ini pakaiannya bukan lagi pakaian Chef. Melainkan pakaian santai.
"Hei adhik cantik! " Sapa Raga langsung menyuruh adiknya duduk. Veve tak menghiraukan adanya Akbir disamping Raga.
"Kak aku bosan nih!" Kata Veve malas.
"Kenapa? "
"Dari tadi Mami gak ngijinin Veve pergi. Huh!" Adu Veve dengan suara merajuk seperti anak kecil.
"Makanya belajar yang rajin biar nilai kamu bagus. Udah mau ujian tetep gak mau belajar. Mana nilai Matematika C lagi" Kata Raga dengan terkekeh yang sontak dapat tinju dari Veve di lengannya.
"Hust! Jangan keras-keras!" Ucap Veve berbisik sembari melirik Akbir. Raga hanya terkekeh melihat tingkah adhiknya.
"Nilai C!" Celetuk Akbir tiba-tiba. Veve melotot mendengarnya.
Seakan menulikan pendengarannya, Veve lebih memilih menyeruput teh yang ada dihadapnnya. Dia berfikir itu teh kak Raga. Mengingat teh itu ada dihadapan kak Raga.
"Veve, dasar tidak sopan! " Tegur mami Veve, yang kebetulan mengantar kue ke ruang tamu itu.
"Itu teh kak Akbir, kenapa kamu minum?" Tambahnya lagi. Veve makin membulatkan matanya kaget.
"Apa? " Tanya Veve spontan.
" Maaf ya nak Akbir, Tante akan buatkan lagi! " kata mami Veve pada Akbir. Akbir hanya mengangguk mengiyakan.
"Kenapa kak Raga gak bilang sih?" Bisik Veve pada Raga.
"Kamu kan yang langsung nyambar itu cangkir" Jawab Raga enteng. Veve hanya menghela nafas.
"Nih nak Akbir tehnya. Maafkan Veve ya! " tutur mami Veve ramah. Selanjutnya berlalu pergi.
"Dikit doang" Cibir Veve tiba-tiba.
"Rabies! " celetuk Akbir menyeruput tehnya.
"Seharusnya aku yang bilang gitu. Ini teh bekas komodo." Ucap Veve tak mau kalah.
"Sudah jangan berdebat. Aku membawakanmu guru les privat. Dan kamu tidak boleh menolak!" Tegas Raga.
"Baiklah.. Asal guru itu tidak tua dan tidak galak" Ucap Veve asal.
Sejenak Raga beefikir. "Em.. Begitu ya? Aku pikir guru ini tidak tua, tapi kalau galak.. Entahlah!" Jawab Raga.
"Jangan galak dong kak. Bagaimana nanti kalau guru itu galak trus saat aku tidak bisa mengerjakan tugas darinya, aku di uleg jadi sambal" Kata Veve sok dramatis.
"Dasar Drama! "Ucap Raga mengusap kepala adhiknya.
"Siapa gurunya kak? mana? Kalau dia galak akan aku tendang!" Kata Veve sok berani.
"Ini gurunya! "Jawab Raga enteng menunjuk sebelahnya.
"Apa?" Tanya Veve tak percaya.
"Mulai sekarang kau dibawah kendaliku. Bukan hanya aku uleg jadi sambal. Tapi akan kumakan kau hidup-hidup" Ucap Akbir sinis.
"What the...!! " Belum sempat Veve meneruskan ucapannya, suara dengan nada menyebalkan itu sudah mengehentikannya.
"Kau ingin menendangku?" Tanya Akbir menantang. Veve ingin sekali mencakar wajah tampan Akbir. Bagaimana kak Raga bisa berfikir menjadikan Akbir guru privatnya.? Baru tadi pagi dia berdoa agar tidak bertemu dengan mahkluk menyebalkan Akbir. Tapi kenapa sekarang malah dipertemukan lagi. Gerutunya dalam hati.
"Mamimu sudah menyerahkan tanggungjawab belajarmu kepadaku. Mau tidak mau kamu harus menuruti apa yang aku ucapkan! "Titah Akbir.
"Kenapa Om tidak masak saja sih.. Kenapa harus jadi guru privatku juga. Emang bisa pelajaran matematika? Huh!" Gerutu veve merendahkan.
"Aku bisa segala hal. Memangnya dirimu. Matematika dapat C. Bedain gula dan merica tidak bisa" Sinis Akbir.
"Enak aja om.. Hih dasar om om menyebalkan! "Teriak Veve.
"Jangan teriak. Aku tidak budeg.
Mulai besok aku akan mengejarmu. Jam 7 malam aku kesini. Jangan membantah lagi " Ucap Akbir tegas.
"Ya Om" Pasrah Veve jengah.
"Dan satu lagi. Aku akan mengajarimu juga mana gula dan mana merica! " Ucap Akbir meremehkan
"Telak lagi!" batin Veve.