Ernest POV °♢°)/"
Awalnya semuanya tampak normal, menghabiskan liburan musim semi setelah melewati tahun terakhir Sekolah Menengah.
Aku, seperti biasanya bersama dengan Yvone dan Rin. Jalan-jalan sambil berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan barang-barang aneh yang dipilih oleh perempuan itu.
"Ernest, lebih manis yang roknya pendek atau yang panjang dengan belahan sampai paha?" Tanya Rin, menunjukkan dua buah seragam maid yang dirancang sedemikian rupa untuk tujuan m***m.
Sudah kukatakan bukan, kalau kami akan berbelanja barang-barang aneh. Suatu rutinitas yang wajar setiap liburan musim semi, karena liburan musim panas dan dingin kami selalu berakhir dengan latihan tanpa akhir.
"Tidak dua-duanya kalau untuk diberikan pada adikmu!" Dan sama seperti tahun sebelumnya, Yvone tak pernah belajar dari pengalaman, menghabiskan terlalu banyak energi untuk kemarahan yang sia-sia.
"Ih! Aku tanya Ernest, lagian adik aku suka kok dapat hadiah penuh cinta dari kakak kesayangan!" Lihat? Rin selalu bisa membantah dengan kepercayaan diri tinggi yang menyimpang, sampai-sampai aku sering bertanya dalam hati.. Kapan akhirnya dia bisa dasar kalau pola pikirnya itu sangat salah?
"Juvenal benci gaun seperti itu!" Sama halnya dengan Yvone yang selalu membuatku bertanya-tanya, kapan akhirnya ia akan sadar kalau apapun yang ia katakan tak akan bisa membersihkan otak Rin?
"EH!?" Sekarang Rin mulai mengerutkan keningnya, menatap ragu-ragu ke gaun pilihannya. "Gitu ya.. Ju-chan tak akan suka.." Berakhir ia mengembalikan kedua gaun itu pada penjaga toko.
"Ya jelas tidak akan suka, adikmu tinggal di tepi pantai yang panas dan ramai. Sangat tak masuk akal ia mau memakai pakaian seperti itu." Tapi sayangnya Yvone salah sangka, Rin punya cara berpikir yang beda darinya.
"Huuh, sekarang aku paham. Pasti Ju-chan kepanasan pakai gaun berlapis-lapis renda begini! Kakak, ambilkan bikini ya!! Yang seksi!" Kan, dia malah meminta setelan bikini bertali yang tak layak dipakai seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun.
"HAH!? t***l! KAU PASTI GILA MEMILIH BIKINI DENGAN MODEL G-STRING SEPERTI ITU!! AKU TIDAK MAU MELIHAT TONJOLAN KECIL DI BAWAH DAN d**a RATA BERBALUT KAIN SECUIL ITU!" Teriakan yang menarik perhatian, seperti biasanya aku tak pernah bosan memperhatikan mereka sambil minum kopi di pojokan.
"EEH!? KAU BENAR YVONE! NANTI TINGKAT KEMANISAN ADIK AKU BERKURANG!" Ekspresi berlebihan itu juga selalu menyenangkan untuk dinikmati.
"Akhirnya kau paham, sekarang ayo ke bagian pakaian anak laki-laki, aku bantu pilihkan setelan yang bagus." Apalagi reaksi yang Yvone yang terkadang terlihat sepolos ini.
"Huft! Tidak mau! Kakak, ambilkan model yang ada roknya ya.. Sama atasannya model kemban. Nanti aku belikan Ju-chan pads, biar dadanya tak rata! Ihihihi.." Dan begitu penolakan itu diterima, Yvone langsung melongo tak percaya.
"Hentikan membuat adikmu menjadi b*****g! Dia tak akan mau pakai bikini merah menyala itu!" Manisnya wajah syok itu, aku sungguh tak pernah bosan melihatnya.
"Fitnah! Aku buat adik aku jadi unyu! Ju-chan mau pakai kok! Sama A-chan juga, pokoknya aku mau beli dua! Iyakan Ernest?" Akhirnya aku dilibatkan dalam perdebatan mereka juga.
"Iya, mereka pasti mau pakai." Jawabku realistis.
Yvone langsung tak terima, "Mereka tak akan mau pakai! Jangan membela Rin, Ernest!" anak bodoh yang tak pernah bisa belajar dari pengalaman.
"Juvenal akan pakai begitu diberi uang jajan dan Aaron akan pakai begitu diancam dan dipaksa oleh Rin." Haruskah aku mengingatkan padanya satu demi satu deretan kenyataan busuk itu?
"Ugh. Kau sungguh kakak yang buruk!!" Sepertinya tak perlu, dia sudah sadar sekarang dan mulai mengajak Rin ribut sambil tunjuk-tunjuk dan aku pun kembali menikmati buku bacaan serta kopiku.
"APA? AKU KAKAK YANG PALING BAIK DI DUNIA!" Tindakan salah, jika lawannya tipe manusia tak pernah sadar diri dan suka mencari masalah.
Bertepatan dengan perdebatan yang semakin sengit, empat orang pengawal pribadi menghampiri kami, menyampaikan perintah Jenderal seperti biasanya. "Tuan Ernest, Tuan Yvone dan Nona Feyrin dimohon untuk mengikuti kami menemui Tuan Besar." Selalu tiba-tiba, tanpa penjelasan dan tak terima penolakan.
Bahkan jika ia harus mengirimkan beberapa orang pembunuhan profesional berkedok pengawal pribadi demi menyeret kami menemuinya.
"TIDAKKK MAU! INI LIBURAN AKU YANG BERHARGA. BILANG SAMA JENDERAL, AKU MAU PERGI LIBURAN KE TEMPAT DADDY! TAK MAU LIHAT WAJAH JAHANAMNYA!" Dan semuanya tentu saja karena perempuan satu ini.
"Kalau demikian, maka saya mohon maaf.. Kami akan memakai cara kasar." Balas seorang dari mereka, mengeluarkan rantai, kalung leher, borgol hingga pedang.
Aku langsung menutup bukuku, meletakkan kaleng kopiku dan menyeret kerah baju Yvone yang tengah melongo b**o. "Kami berdua akan ikut secara sukarela, silakan gunakan cara kasar hanya pada Rin." Memilih cara cerdas daripada mengikuti emosi yang merugikan.
Diseret seperti seekor binatang liar selalu tak menyenangkan, tentu saja aku tak mau mengalaminya lagi apalagi jika melihat perbedaan kemampuan kami.
Meski kami bertiga bisa dikatakan remaja dengan kemampuan dan bakat luar biasa di bidang militer, tapi tetap saja kami hanya remaja tanpa pengalaman berarti di hadapan empat orang profesional yang pernah merasakan perang sesungguhnya.
Ikut secara sukarela merupakan pilihan bijak daripada melakukan perlawanan sia-sia selama lima belas menit, selain merusak toko. Diangkut di bahu dengan terikat kalung anjing, tangan dan kaki terikat pengekang berbahan kulit serta tubuh terlilit rantai baja sungguh memalukan.
"TIDAKKK! BIKINI BUAT JU-CHAN BELUM KEBELI!!" Yah, setidaknya bagi Rin itu tak memalukan, sebab ia masih saja sempat berteriak tentang hal tak penting seperti itu.
Belasan jam kemudian..
Di sinilah langkah pertama kami dimulai setelah adegan penyeretan heboh itu.
Sebuah pulau tropis dengan deretan bangunan megah yang baru dibangun, lahan pelatihan berbagai metode, peternakan kuda, peternakan banteng, sebuah Colosseum, area tembak, area panahan, lapangan landasan untuk pesawat tempur, area latihan tank lengkap dengan kendaraannya, pelabuhan kapal selam dan banyak lagi fasilitas tak normal lainnya yang seharusnya tidak ada di sebuah bangunan sekolah.
Kenapa aku bisa tahu? Hanya satu penjelasannya. Di bangunan utama terdapat lambang sekolah yang tak asing dan tentunya sebuah spanduk bertuliskan 'Selamat datang di Akademi Wallace!'.
"Rin, aku tak pernah dengar kalau sekolah kita punya jenjang di atas Sekolah Menengah. Kau tahu di tepatnya posisi pulau ini?" Setidaknya perempuan satu ini tahu kan, inikah milik keluarganya.
"Aku juga tidak tahu! Pulau keluarga kami ada banyak dan aku tidak pernah pergi. Masa libur aku yang sedikit itu cuma buat adik-adik kesayangan aku tahu!" Lupakan, baginya tak ada yang lebih penting daripada membuat adik-adik laki-lakinya menjadi homo dan adik perempuannya menjadi kaki tangannya.
"Keren sekali! Fasilitasnya jauh lebih lengkap dan canggih dari sekolah kita sebelumnya. Aku mau bersekolah di sini!" Yah, setidaknya salah satu dari kami menyukai tempat ini.
"Silakan ikuti saya." Dan setidaknya kami punya pemandu jalan di sini.
Perjalanan yang cukup panjang hingga ke ruang direktur di lantai paling atas bangunan utama. Tentunya tempat di mana Jenderal, alias paman Rin menunggu kedatangan kami dengan ekspresi wajah kaku seperti biasanya.
"Selamat sore Jenderal, ada perlu apa memanggil kami?" Sapa ku dan Yvone serempak. Mendadak dia menjadi sopan, selalu seperti itu jika berhadapan dengan orang yang dia hormati.
Hanya satu orang yang protes, melepaskan sepatunya dan dilemparkan ke arah wajah Jenderal.
"Uncle j*****m! Jangan ganggu liburan aku yang berharga! Pokoknya aku mau pulang! Antarkan aku ke rumah Daddy!" Sungguh tak punya sopan santun, sikap yang sama sekali tak mencerminkan seorang Lady dengan gelar Marchioness.
Apalagi sebenarnya itu sia-sia, sebab Jenderal berhasil mengelak dengan sangat mudah, menyatukan kedua tangannya dengan pose duduk yang berwibawa.
"Aku memanggil kalian kemari karena aku ingin kalian masuk ke sekolah ini, sekolah di mulai dua minggu dari sekarang dan yang terpenting aku ingin kalian memimpin Dewan Siswa yang kubentuk." Memberikan perintah seenaknya tanpa menggubris jeritan protes kurang ajar dari Rin.
"Aku tidak mau! Sekolah ini di pulau pribadi, sudah jelas sekolah asrama. Mana bisa aku tahan berbulan-bulan tidak ketemu gadis-gadis kecil aku yang manis." Langsung menolak lagi.
Hah.. Mulai lagi, kan.
"Berhenti bicara seolah-olah adikmu itu perempuan semua Rin! Selain Emery, keempat adikmu itu laki-laki!" Yvone lagi-lagi bersikap seperti seorang ibu yang tak kenal lelah mengoreksi perkataan anaknya.
"Mereka perempuan berbatang! Uke unyu tahu! Pokoknya aku tidak mau sekolah di sini! Terpisah jauh dari komunitas humu-humu tercinta aku!" Kan, lihat saja kerutan di dahi Jenderal yang mulai timbul.
"Dengar itu Jenderal, Rin menyebut anakmu seperti itu!" Malah Yvone tak peka dan mulai mengadu.
BANG! BANG! BANG!
"Diam dan dengarkan." Itulah perkataan tanpa menerima bantahan yang terdengar setelah deretan tembakan ke arah mereka berdua.
Akhirnya damai juga.. Dan cerita panjang mengenai sejarah sekolah yang pendek itu pun mulai terdengar.
"Seperti yang kalian ketahui, kita memiliki 100 Sekolah Dasar dan 50 Sekolah Menengah yang menyebar di berbagai negara. Semua itu merupakan persiapan untuk akademi ini, aku sengaja hanya membangun satu untuk tingkat Sekolah Menengah Atas dengan harapan bisa mendapatkan siswa-siswi terbaik dari yang terbaik.
Untuk itulah Dewan Siswa kubentuk, mengubah sedikit sistem pendidikan yang sudah ada demi memastikan tujuan utama dari investasi besar ini berhasil di bawah pengawasan Kepala Sekolah dibantu oleh kalian, Dewan Siswa.
Tujuannya demi menyeleksi orang-orang terbaik ini untuk dijadikan asisten masa depan generasi sekarang dan selanjutnya, Feyrin. Di sinilah peran kalian sangat ku butuhkan, sebagai anak-anak yang kulatih secara pribadi, terutama kau yang merupakan penerusku kelak.
Jika sudah mengerti, maka akan ku jelaskan lebih lanjut mengenai sistem akademik yang berlaku di sini." Seperti yang ku duga, pasti ia ingin kami bersekolah di sini.
"Baiklah." Aku setuju saja, lagi pula Yvone juga sudah pasti tertarik. Tak ada salahnya kembali bertiga daripada mengikuti rencana awal memasuki sekolah umum yang berbeda-beda.
Hanya satu yang menjadi hambatan saat ini, "Aku tidak peduli! Asisten tak penting! Latihan bisa di mana saja! Aku pulang!" Rin. Siapa lagi? Menolak dengan tegas, meski ujung-ujungnya aku yakin ia akan setuju juga.
Marah-marah dan mencoba melarikan diri yang pastinya gagal karena pintu terkunci rapat dan terbuat dari kayu jati yang kokoh.
"Tidak penting bagimu saat ini, tapi saat kalian semua telah dewasa, dengan kesibukan yang padat kau tak akan punya waktu berburu gay lagi, adik-adikmu juga akan terlalu sibuk untuk sekedar menelepon mu. Semua itu bisa diatasi dengan jumlah asisten yang banyak dan menjanjikan, sebagai contoh kau bisa lihat Uncle Dean dan Vance, mereka punya banyak waktu luang untuk kegiatan laknatnya karena memiliki banyak asisten berkualitas, lalu bandingkan dengan aku dan Ayahmu yang bekerja sendiri. Jadi, apa pilihanmu Feyrin?"
Sekarang dia terdiam di depan pintu, mulai memikirkan secara serius perkataan realistis Jenderal. "Aku punya Ernest dan Yvone!" Kemudian memilih memberontak setelah mengumpulkan keyakinan pada kesetiaan kami.
"Ya, mungkin benar. Tapi Juvenal tak punya siapa-siapa, tidakkah kau ingin memilihkan sendiri orang yang bisa kau percaya untuk membantunya? Bukan gangster yang ia pungut di tempat berbahaya, yang mungkin saja berakhir menikamnya dari belakang?" Sayangnya Jenderal sangat mengenal pola pikirnya, sangat tahu kelemahannya.
Keraguan pun mulai tampak pada bola mata hitam itu, ia berbalik dan mulai berjalan mendekati meja Jenderal sementara aku dan Yvone telah berpindah duduk di sofa yang tersedia menikmati secangkir teh yang disediakan seorang perempuan dewasa dengan tatapan mengerikan yang menarik.
"Tapi.."
"Coba pikirkan lagi, juga coba kau bayangkan bagaimana keadaan Aaron setelah ia dewasa dan tak memiliki pendukung. Dengan sifatnya ia akan berakhir ditipu dan terluka berulang kali, dia lemah karena kau selalu memanjakan dan menjauhkannya dari menu latihanku, Feyrin." Oh, terdengar agak kejam untuk membujuk seorang gadis kecil. Menggunakan anaknya sendiri sebagai jebakan, tapi sejujurnya ini taktik yang sangat cocok menghadapi pembangkang seperti Rin.
Selanjutnya tinggal satu serangan lagi, "Apalagi Emery, kau yang mencuci otaknya hingga sifatnya begitu keras dan terobsesi pada kekuatan fisik. Siapa yang akan mau mendampinginya nanti? Kasihan sekali putriku, Emery pasti akan jadi perempuan dewasa yang kesepian." dan sepertinya prediksiku.
Skatmat.
Rin pun terprovokasi dengan sempurna, "TIDAKKK! GADIS-GADIS KECIL AKU YANG MANIS! MEREKA HARUS JADI TUAN PUTRI YANG DILINDUNGI!" ia menjerit penuh drama dan adegan mencakar karpet pun terjadi, lengkap dengan tangis yang lucu.
Aku hampir tak bisa menahan diri untuk tertawa.. "HUMU-HUMU! AYO, BERJUANG SELEKSI HUMU-HUMU BERKUALITAS BERSAMA-SAMA MULAI SEKARANG!" Terlebih saat ia merayap ke arah kami dan menggenggam tangan kami penuh semangat.
Dan selanjutnya keadaan berkembang menjadi lebih menarik, mendengar bagaimana Jenderal memberikan kami keuntungan dalam posisi ini. "Ambil ini, sebuah pouch system!" Dilemparkannya sebuah alat berbentuk kotak berukuran empat inci, berwarna hitam mirip dengan sebuah ponsel.
"Benda itu berfungsi sebagai satu-satunya alat komunikasi berbasis jaringan pribadi yang hanya bisa digunakan di pulau ini dengan akses sebuah akun. Sekarang silakan log in menggunakan nama dan nomor ID siswa kalian, selanjutnya lihat menunya. Pada umumnya semua siswa mendapatkan akses yang sama, informasi umum sekolah, peta, pembagian kelas, pengumuman nilai, materi pelajaran dan fungsi tambahan untuk hiburan. Akan tetapi untuk akun kalian, aku membuka akses untuk data siswa, akses sebagai administrator pertandingan di Colosseum, dan system online pada database sekolah."
"Data siswa? Ehehe.." Kan, Rin makin bersemangat mengetahui keuntungan itu.
Kalau aku pribadi lebih tertarik pada akses Colosseum. "Pertandingan di Colosseum berbentuk apa?" Sampai tak bisa menahan diri bertanya.
"Pertandingan gladiator penuh darah dan air mata!" Perempuan berambut ikal itulah yang menjawab dengan antusias, terdengar terlalu kejam untuk sebuah sekolah.
"Tolong jangan dengarkan Nona Aiyana, pertandingan di Colosseum berfungsi untuk menyelesaikan masalah antar siswa atau mempertaruhkan posisi tertentu. Mengenai jadwal dan peraturannya silakan kalian tentukan sendiri, lalu.." Ternyata benar, ada yang salah dengan perempuan bernama Aiyana ini dan Jenderal juga mendadak mengabaikan kami setelah sekretarisnya tiba-tiba saja menyela untuk mengingatkan batas waktu yang ia miliki.
Sepertinya ia dikejar oleh sebuah janji dan jadwal kerja yang padat, jadinya dia dan laki-laki menyeramkan yang ia sebut sekretaris itu segera berjalan terburu-buru ke jendela di mana sebuah helikopter telah siap mengangkutnya. "Untuk peraturan sekolah, hukuman dan selebihnya kuserahkan pada kalian bertiga, Nona Aiyana dan Tuan Jinx. Kalian punya hak-hak istimewa yang akan dijelaskan oleh Nona Aiyana dan mulai sekarang hingga tiga tahun ke depan kalian tidak akan bisa keluar dari pulau ini. Barang-barang kalian telah dipindahkan ke kamar masing-masing dan dikemas oleh orang tua kalian. Lalu siswa-siswi lainnya akan tiba tiga hari sebelum sekolah dimulai, ku percayakan sekolah ini pada kalian." Berteriak menyampaikan pesan mengejutkan, lalu lenyap begitu saja.
Meninggalkan aku dan Yvone yang pasrah dan jeritan histeris Rin yang tak bisa menerima kenyataan sekolah fulltime tiga tahun tanpa adik-adiknya.
Butuh tiga jam dan ratusan iming-iming mengenai hobinya sesatnya itu agar Rin bisa berhenti menangis histeris dan mau mendengarkan penjelasan Nona Aiyana juga Tuan Jinx.
Dan inilah awal kehidupan kami di Akademi Wallace, awal mula kehidupan ratusan remaja yang nantinya akan berakhir di bawah kepemimpinan sesat perempuan penuh kegilaan satu ini.
Hanya satu harapanku, semoga saja tiga tahun dari sekarang, saat kelulusan nanti.. Persentase kegilaan dan kehomoan mereka tak meningkat pesat.