Oh, Tuhan!

1507 Words
    Carlise menyentuh bibirnya. Sentuhan bibir dan kuluman Daniel seakan-akan masih terasa di sana. Berbekas dan membuat Carlise meraskaan hal aneh pada hatinya. Carlise mendesah dan menatap langit-langit kamarnya. Untunglah, tadi malam Carlise bisa pulang dengan selamat tanpa kekurangan apa pun, dan tanpa mendapatkan perlakuan yang lebih tidak senonoh dari Daniel. Hal itu terjadi karena Carlise berhasil mengeluarkan air mata buayanya dan membuat Daniel tidak bisa menolak apa yang diminta.     Sejak kecil, Carlise memang sudah mendapatkan perlakuan istimewa dari Daniel yang membuatnya mengerti dengan setiap sikap yang ditunjukkan oleh Daniel. Meskipun selalu terkesan dingin dan kasar, tetapi Daniel selalu memperlakukannya dengan lembut, walaupun di waktu-waktu tertentu Daniel selalu memaksakan kehendaknya. Daniel juga tidak jarang sering memberikan peraturan yang memang harus dipatuhi oleh Carlise. Peraturan yang membuat Carlise merasa terbatasi. Padahal, Carlise sendiri tahu jika kedua orang tuanya tidak terlalu membatasinya.     Namun, saat Daniel melarang Carlise melakukan suatu hal, Baskara dan Kartika yang merupakan orang tua Carlise, tidak pernah ragu untuk menyetujui larangan tersebut. Keduanya berpikir jika apa yang dilarang oleh Daniel memang hal yang memang tidak perlu dilakukan oleh Carlise, karena tidak membawa dampak baik atau bahkan membuat Carlise berada dalam masalah. Carlise mendesah dan mengubah posisi berbaringnya menjadi menyamping. Carlise kesal dengan situasi seperti ini. Ia merasa jika orang tuanya malah lebih memercayai Daniel daripada dirinya yang tak lain adalah putri kandung mereka.     “Menyebalkan,” gumam Carlise.     Namun, apalah daya. Sejak kecil, Carlise memang terbilang tumbuh seperti diasuh oleh Daniel. Dulu, Carlise sering pulang atau pergi sekolah bersama Daniel karena mereka bersekolah di yayasan yang sama. Hal itu terjadi karena orang tua Carlise dan Daniel berteman setelah pertemuan tidak sengajaj Daniel serta Carlise di Maldev. Pertemuan yang membuat kedua orang tua Carlise merasa jika Daniel adalah sosok yang sangat bisa dipercaya. Sosok yang juga bisa menanggung tanggung jawab untuk sesekali menjaga atau mengawasi Carlise.     Carlise sendiri merasa jika Daniel memang seperti kakaknya sendiri. Meskipun perbedaan usia yang terbentang jauh, dulu Daniel sama sekali tidak keberataan saat harus menyeimbangkan masalah pemikiran bahkan cara bermain dengan Carlise. Menurutnya, itu adalah momen paling membahagiakan saat mengenal Daniel. Namun, saat Carlise beranjak remaja hingga saat ini, Daniel mulai berubah sikap. Di mulai dari banyak melarang ini dan itu, hingga membuat Carlise tidak memiliki banyak teman, terutama teman pria.     Hal ini semakin menjadi saat Carlise memantapkan hatinya untuk menjadi ballerina dan memulai pendidikannya secara serius untuk menjadi ballerina profesional. Daniel benar-benar membatasi ruang geraknya, bahkan untuk bertegur sapa dengan beberapa penggemar saja, Carlise harus didampingi oleh pengawal atau bahkan oleh Daniel sendiri. Carlise merasa seolah-olah jika dirinya benar-benar memiliki seorang kakak yang sangat protektif.     “Lise sayang, apa kamu belum bangun?”     Carlise sama sekali tidak berniat untuk beranjak dari posisi berbaringnya. Namun, tanpa menoleh pun Carlise tahu jika yang masuk ke dalam kamarnya adalah sang ibu. Carlise tidak bergerak saat Kartika duduk di tepi ranjang dan mengusap kepalanya dengan lembut. “Sayang, ayo bangun. Bukankah pagi ini ada latihan?” tanya Carlise.     Carlise pun bangkit dan duduk berhadapan dengan ibunya. “Ma, Lise ingin belajar balet di luar negeri saja. Lise sudah memberikan beberapa nama sekolah di Rusia yang terkenal karena sistem pendidikannya yang berkualitas pada Ayah. Lise ingin sekolah di sana saja,” ucap Carlise setengah memohon.     Kartika yang mendengar hal tersebut mengulurkan tangannya dan menyelipkan helaian rambut halus Carlise ke belakang telinga putihnya. “Ada masalah apa lagi sekarang? Bukankah kemarin ada kabar baik? Ibu dengar dari Daniel, jika Lise akan menjadi kandidat penari utama untuk tahun ini,” ucap Kartika mencoba untuk mendengar apa yang mengganggu sang putri.     Carlise memang sangat labil perihal masalah pendidikan baletnya. Terkadang, jika ada hal yang mengganggunya di Indonesia, Carlise akan merengek untuk segera dipindahkan ke Rusia. Ia ingin menempuh pendidikannya di sana. Namun, Baskara dan Kartika tentu saja tidak serta memberikan izin, walaupun keduanya sangat menyayangi anak gadis mereka itu.     “Tidak ada, Lise hanya ingin pindah ke sana saja,” ucap Carlise setelah mempertimbangkan jawaban yang akan ia berikan pada ibunya. Carlise memilih untuk tidak menceritakan apa yang terjadi terakhir kali, karena dia berpikir jika ibu atau ayahnya sama sekali tidak percaya, dan malah akan berpikir aneh-aneh padanya.     Kartika yang mendengar hal tersebut tersenyum dan mencium kening putrinya. “Kalau begitu, katakan pada Ayah secara langsung, ya. Sekarang mandi, dan bersiaplah. Mama sudah menyiapkan semua hal yang akan Lise bawa saat berlatih. Mama dan Papa tunggu di ruang makan.”     Carlise pun segera beranjak saat Kartika sudah meninggalkan dirinya di kamar luas yang didesain sesuai dengan keinginannya sendiri. Carlise menghela napas panjang dan memantapkan hatinya. Hari ini ia harus bisa membuat ayahnya memberikan izin untuk sementara menetap di Rusia untuk menempuh pendidikan lanjutannya di sana. Carlise akan menggunakan alasan bahwa di Rusia sekolah balet terbaik berada. Semoga, Carlise bisa mendapatkan izin dan bisa menjauh dari Daniel.       ***           Carlise menelan ludah. Saat dirinya tiba di ruang makan.  Buyar sudah semua rencana yang Carlise susun matang-matang di kepalanya. Saat ini, Carlise melihat kedua orang tuanya tengah berbicang dengan Daniel yang duduk di salah satu kursi meja makan. Pria bernetra biru itu yang paling pertama menyadari kehadiran Carlise, baru diikuti oleh Kartika dan Baskara. “Lise, putri cantik Ayah, berikan Ayah pelukan, Sayang,” ucap Baskara sembari membuka tangannya untuk meminta pelukan dari sang putri.     Tentu saja Carlise memberikannya senang hati. Setelah memberikan pelukan dan kecupan pada pipi sang ayah, Carlise beranjak untuk memberikan kecupan pada mamanya. Lalu menyapa Daniel yang menatapnya dalam diam. “Selamat pagi, Om,” ucap Carlise dan membuat Kartika mencubit paha putrinya.     “Masa Om sih, Sayang?” tanya Kartika gemas.     Carlise meringis dan mengusap pahanya. “Ish, Ibu itu sakit,” keluh Carlise.     “Lise sendiri yang salah, kenapa memanggil seperti itu pada Daniel?” tanya Kartika lagi karena tidak senang dengan sopan santun sang putri.     Carlise mengerucutkan bibirnya dan menatap Daniel untuk berkata, “Selamat pagi, Kak Daniel.”     Daniel yang melihat tingkah Carlise tersebut tentu saja tersenyum tipis dan mengangguk. “Selamat pagi juga, Lise.”     Acara sarapan pun dimulai. Saat itulah Carlise berulang kali berdoa pada Tuhan, agar ibunya sama sekali tidak mengungkit masalah yang sudah ia bicarakan saat baru bangun tadi. Kenapa? Karena saat ini ada Daniel di hadapan mereka. Sangat berbahaya karena Carlise yakin jika Daniel pasti akan mempengaruhi keputusan yang akan diberikan oleh sang ayah. Dalam hati Carlise menggerutu. Kenapa Daniel sering sekali sarapan di rumahnya? Padahal, masakan tante Makaila—ibu dari Daniel—juga terasa sangat lezat, tidak kalah dengan masakan ibunya.     “Sayang, tadi katanya ingin membicarakan sesuatu pada Ayah? Katakan sekarang saja,” ucap Kartika tiba-tiba membuat Carlise tersedak. Kartika yang melihat hal tersebut tentu saja membantu putrinya minum untuk meredakan batuknya. Sementara saat itu pula Carlise mengintip Daniel yang berada di seberangnya. Daniel tampak mengamati dengan netra birunya yang tajam.     “Memangnya apa yang ingin Lise tanyakan?” tanya Baskara saat putrinya tidak lagi terbatuk dengan parah.     Carlise yang mendengar pertanyaan tersebut tentu saja merasa ketakutan dan ragu. Ia sesekali melirik pada Daniel yang juga tengah menatapnya. Jika Carlise mengatakan kebohongan, ibunya pasti akan merasa curiga. Namun jika dirinya menjawab dengan sebuah kejujuran, sudah dipastikan jika Daniel akan melakukan hal yang aneh lagi padanya. Di tengah kegelisahan tersebut, Kartika pun tiba-tiba mewakili putrinya dan menjawab, “Lise ingin melanjutkan pendidikan baletnya di Rusia, Sayang.”     Baskara yang mendengar hal tersebut tentu saja menoleh pada sang putri dan bertanya untuk memastikan, “Apakah itu benar?”     Carlise menahan diri untuk tidak menghela napas lelah. Ia pun menatap sang ayah dan mengangguk. “Iya, Ayah. Lise ingin sekolah di Rusia saja.”     “Tapi kenapa? Bukankah kamu sudah puas dengan akademi di mana kamu menuntut ilmu sekarang?” tanya Baskara lagi.     “Balet itu berasal dari Rusia, Ayah. Lise ingin belajar di sana, di negara yang tentu saja penuh dengan sejarah yang kuat dan kompleks. Di sana juga ada akademi balet yang dikenal sebagai akademi balet terbaik di dunia. Jadi, tolong beri Lise izin ya, Ayah? Lise ingin sekolah di sana,” ucap Carlise memohon.     Pada akhirnya Carlise memutuskan untuk mengatakan hal yang sesungguhnya saja. Toh ini sudah terlanjut. Saat ini Carlise hanya berdoa agar Daniel tidak ikut campur dalam pembicaraan ini. Karena jika sampai itu terjadi, hancur sudah. Carlise sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Carlise pun melirik Daniel dari sudut matanya, dan melihat Daniel yang tampak tidak menampilkan ekspresi apa pun. Daniel sepertinya tidak tertarik untuk ikut campur dalam pembicaraan yang biasanya yang sensitive tersebut. Bagaimana tidak sensitive jika biasanya Daniel selalu mencegah Carlise untuk menuntut ilmu ke luar negeri?     Pada akhirnya setelah menunggu beberapa menit, Baskara pun memutuskan, “Beri Ayah waktu. Ayah akan memikirkannya matang-matang karena ini bukan kali pertama bagi putri cantik Ayah meminta hal ini. Ayah pasti akan memberikan keputusan terbaik untukmu, Sayang.”     Meskipun tidak merasa puas dengan jawaban yang diberikan oleh sang ayah. Pada akhirnya Carlise mengangguk. Ia pun menyunggingkan senyum terbaiknya dan berkata, “Terima kasih, Ayah.”     Tentu saja Carlise merasa senang. Dengan tidak ikut campurna Daniel dalam pembicaraan ini, kemungkinan Carlise mendapatkan apa yang ia inginkan semakin besar saja. Jadi, Carlise tidak bisa menahan diri untuk membayangkan betapa senangnya ia bisa hidup jauh dari pengawasan Daniel yang menurutnya menyebalkan. Namun saat dirinya mengangkat pandangannya dan bertemu tatap dengan kedua netra biru indah Daniel yang menyorot tajam, Carlise termenung. Begitu dirinya melihat seringai yang terukir di wajah pria itu, darah pun surut dari wajah Carlise.     Saat itulah Carlise tahu, jika Daniel tengah merencanakan sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang tentu saja akan menjadi bencana baginya. Carlise pun menggigit bibirnya kuat-kuat. Oh, Tuhan lindungilah aku dari pria itu!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD