Baru saja Alexa tiba, turun dari angkutan umum dan memasuki gerbang besar Universitas kebanggaannya. Gadis itu langsung dihadapkan dengan sebuah drama, seperti nonton drama Korea kesukaannya. Tidak jauh dari tempatnya, Alexa melihat ada keributan di mana seorang wanita yang seusia ibunya sedang memaki sembari menunjuk wajah seorang mahasiswi yang Alexa kenal karena mereka sekelas.
Putri, ya namanya Putri. Meski baru masuk tapi Alexa hapal beberapa nama mahasiswi.
PLAK!
Muka Putri terhempas ke samping, tamparan wanita parubaya itu cukup kencang.
"Dasar Jalang!” makinya.
"Gak ada lagi laki-laki lain selain suami gua? Hah?!” Wanita itu berteriak lantang sampai membuat beberapa mahasiswa yang baru tiba ingin mengikuti perkuliahan malah ikut menonton.
"Eh, ada apa sih? Ramai-ramai begitu?" tanya seorang mahasiswi pada temannya yang langsung menggedikkan kedua pundaknya tanda kalau dia pun tidak tahu apa yang terjadi.
"Itu si Putri di paranin ibu-ibu yang katanya Putri jadi simpanan suaminya," sahut yang lain.
Semuanya kembali fokus ke drama yang masih berlangsung itu.
"Masi muda sudah jadi Ani-ani, pantas bisa kuliah di kampus mahal kaya gini!” Wanita itu masih memaki Putri yang terdiam, menunduk dalam karena malu.
"Eh! Bu, lo salah orang kali! Dia gak mungkin jadi Ani-Ani. Lo tanya dulu suami lo sana udah jadi g***n berapa lama, siapa aja korbannya?!" Seorang mahasiswi berani membela Putri dan menantang wanita tersebut.
"Lo temennya ya? Ani-ani juga? Pantes ngebela. Sejenis ternyata!” Seorang pria yang bersama wanita itu ikut memojokan. Alexa tebak, pria itu mungkin putra sang wanita yang membela ibunya.
"Jangan sembarangan nuduh lo!" Ayu—mahasiswi yang membela teman sekelasnya menepis jari pemuda itu yang mengacung ke wajahnya.
"Gua yakin dia orangnya!” tunjuk sang Wanita begitu geramnya dan hampir menyambak rambut Putri kalau saja tidak ditahan oleh security kampus.
"Bu, tolong jaga sikap karena ini kampus." Security memperingati.
"Gila ya ini kampus banyak banget Ani-Ani-nya, ayam kampus semua isinya!" tuduh pemuda yang berdiri di sebelah ibunya itu.
Alexa yang mendengar ikut geram, tangannya mengepal kuat. Dia ingin sekali membantah tuduhan yang terlontar tapi nanti akan berujung panjang karena misinya baru saja dia mulai.
Tubuh wanita itu sangat besar dan kuat sampai satu security saja tidak kuat menahannya dan akhirnya lolos, wanita berhasil menyambak dan memukul Putri dengan brutalnya.
Ayu yang bertubuh mungil ingin melerai malah terpelanting, keduanya dilerai oleh empat orang security kampus, satu memegang Putri sedangkan tiga lainnya memegang wanita itu.
"Lepas! Lepasin gua! Biar gua hajar tuh Ani-Ani biar tahu rasa!" teriaknya.
"Bu, sudah, Bu. Sabar," bujuk sang putra. Tersirat wajah takut, dia takut ibunya malah terjerat hukum karena melakukan kekerasan di muka umum. Terlebih banyak yang memegang ponsel ke arah mereka, yakin semua ponsel itu sedang merekam kejadian untuk dijadikan konten di sosial media mereka masing-masing. Miris memang jaman sekarang, semua dijadikan konten.
"Ibu sudah hilang kesabaran, Ken. Pelakor ini sudah merebut ayah kamu dari ibu, dari kamu anaknya." Suaranya bergetar, emosi marah bercampur sedih.
Putri jongkok sambil meringis kesakitan.
"Sakit hah?! Sakit mana sama hati gua? Sakit hati anak gua sama kelakuan lo?" Wanita itu masih memaki. Seakan dia belum puas atas apa yang baru saja dia lakukan, belum puas melampiaskan kemarahannya.
Alexa menelan salivanya, dia tidak tega melihat teman sekampusnya seperti itu tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi hatinya tergerak untuk membantu, Alexa maju dan memeluk Putri, merangkul pundaknya agar berdiri.
"Bagus! Satu lagi Ani-ani yang membantu temannya sendiri," tudingnya pada Alexa yang dilihatnya membantu Putri.
Alexa mengeratkan rahangnya, geram sudah pasti karena dituduh seperti itu sedangkan dia tidak melakukan pekerjaan kotor itu.
"Dengar ya, Nyonya. Anda pergi sekarang atau kami akan ajukan tuntutan atas keributan dan kekerasan yang Anda lakukan di sini. Banyak saksi loh!" ancam Alexa.
"Eh, bawa ibu lo pergi sana!" timpal Ayu mendorong tubuh pemuda yang bersama wanita itu, memerintahnya untuk pergi.
Masih dengan emosi, wanita dan pemuda itu akhirnya pergi.
Security kampus membubarkan mahasiswa yang berkerumun menonton kejadian yang baru saja berakhir.
Sedangkan Alexa dan Ayu membawa Putri ke ruang kesehatan.
***
"Maaf ya, kalian jadi terlibat," sesal Putri, sesekali meringis saat dokter mengobati bagian wajahnya yang lebam dan lecet karena kena cakar kukur wanita tadi.
"Sudah lah, Put. Kita kan teman sekelas, sudah seharusnya saling tolong," balas Alexa.
"Heum, tapi, Put. Maaf nih ya, apa benar tuduhan wanita tadi?" selidik Ayu.
Putri menyunggingkan senyum kemudian menggeleng, "Mereka salah orang," cicitnya.
Ayu menghela napas. Begitu juga dengan Alexa.
"Gila banget ya tuh orang, bisa-bisanya salah tuduh. Lakinya yang g***n kok nuduh lo jadi Ani-Ani-nya. Sakit jiwa!” sarkas Ayu.
Putri membalas dengan senyuman miris di wajahnya. Perubahan raut wajah Putri tidak luput dari perhatian Alexa. Dia merasa ada sesuatu yang tersirat dari senyuman tersebut.
Ketiga mahasiswi itu terkejut dengan kedatangan Yuda.
Sebagai ketua BEM tentu dia ikut andil, sudah tugasnya untuk meluruskan semua masalah kemahasiswaan termasuk keributan yang ada di kampus yang menyangkut mahasiswanya.
"Gua sudah dengar dari beberapa orang, mahasiswa yang nonton, security, sekarang gua mau penjelasan dari lo, Put,” paksa Yuda.
"Datang-datang bukannya ucap salam, apa kek, ini malah langsung nembak pertanyaan," omel Ayu tapi Yuda mengabaikan gadis itu.
Berkacak pinggang berdiri di depan Putri yang baru saja selesai di obati oleh dokter jaga di ruang kesehatan kampus itu.
"Temannya masih sakit, Yuda. Tanya-tanyanya besok aja, dia belum bisa bicara tuh, bibirnya luka," bela Sang Dokter sembari memberi resep obat pada Putri.
"Resepnya tebus di apotek, kebetulan salepnya lagi habis. Maaf ya, sales obatnya baru datang besok soalnya," sesal dokter jaga itu pada pasiennya.
"Iya, Dok. Gak apa-apa, terimakasih ya," ucap Putri.
"Lahhh, itu dia bisa ngomong!” tunjuk Yuda.
Ayu berdecak kesal dengan kelakuan Yuda. Dia mendorong tubuh atletis itu agar memberi jalan Alexa yang menggandeng Putri keluar dari ruang kesehatan itu.
"Eh, Put. Lo berhutang penjelasan sama gua," paksa Yuda.
"Put, Putri ... Putri ... Woiii! Njirrr, gua dicuekin!" sambungnya berteriak memanggil wanita yang sedang menjadi topik pembicaraan sekampus itu karena kasusnya.
Tiga mahasiswi itu terus jalan mengabaikan Yuda yang berdiri di ambang pintu dengan wajah kesal. Pasalnya, dia harus membuat laporan perihal keributan barusan.
"Eh, itu si Yuda —”
"Abaikan aja!" potong Putri saat Ayu hendak merespon panggilan Yuda.
Ayu sempat menoleh ke belakang melihat wajah Yuda yang tampak kesal.