Liontin Berhuruf R

1167 Words
Alexa buru-buru beranjak pergi dari ruangan itu, untuk segera mengangkat telepon dari Revan. “Lexa, kamu di mana? Bunda sakit!” bentak Revan begitu telepon tersambung. Mengabaikan gendang telinganya yang terasa berdengung, Alexa dibuat kaget dengan kabar itu. “Apa, Mas? Bunda sakit? Di mana dia sekarang?” tanyanya langsung panik, segera saja dia bergegas keluar dari ruang dosen. Hanya saja lagi-lagi … BRUK! “Astaga, Zahwa!” Darren sigap menahan tubuh Alexa yang hampir terpelanting menabrak tubuh tegapnya. Alexa yang kaget tak bisa menahan tangannya yang menggenggam ponsel, dan akhirnya benda itu terlempar ke lantai cukup keras. PRAK! Tak hanya Alexa yang ternganga melihat ponselnya hancur begitu menyentuh lantai, tapi juga Darren. Sekilas saja dia tahu jika itu ponsel mahal, dan rasanya tidak mungkin dimiliki oleh mahasiswa biasa seperti Zahwa. “Kamu ….“ “Permisi, Pak!” Alexa buru-buru memungut ponselnya yang rusak itu lalu segera berpamitan pergi, dia pun sudah bisa menebak jika Darren pasti terkejut karena ponselnya itu, tapi saat ini ada yang lebih penting untuk dia pikirkan, yaitu Sekar. Darren termangu, mengerjap dan berpikir jika dia tak salah lihat. “Aneh!” gumamnya. Ketika dia hendak beranjak masuk ke ruangan dosen lagi, sudut matanya menangkap ada benda berkilau di lantai. Segera saja Darren menolehkan kepalanya lagi untuk memastikan, dan benar saja dia melihat ada sebuah kalung tergeletak di lantai. “Kalung?” gumam Darren sambil memungutnya. Sebuah kalung dengan liontin unik terbuat dari kristal langka dengan rangka emas putih membentuk huruf R, tak hanya terlihat mahal tapi juga tampaknya sangat memiliki makna bagi seseorang. “Punya siapa ini?” Darren melihat di sekitar lorong, barangkali ada mahasiswa yang sedang mencari sesuatu namun semuanya tampak biasa saja. “Nyari saya, Pak?” tegur beberapa mahasiswi yang lewat tersenyum genit ke arahnya. Darren menggenggam kalung itu dan hanya tersenyum tipis menjawabnya, kemudian berbalik masuk ke ruangan. “Aku tunggu saja barangkali nanti ada yang mencarinya kemari!” gumamnya seraya duduk di kursinya. Dia lalu menghela nafas malas melihat tumpukan kertas ujian yang harus diperiksa, pikirannya kembali tertuju pada Alexa yang pergi begitu saja. “Gadis itu aneh, bagaimana bisa dia memiliki benda mahal padahal dia mengaku sebagai mahasiswa biasa? Penampilannya juga jauh dari kata modis!” ujarnya berpikir. Terlintas di pikirannya jika Zahwa juga sebenarnya berprofesi ganda sebagai ayam kampus, tapi secepat itu ditepisnya. “Rasanya nggak mungkin, tapi kok aku ragu!” hembusnya, Darren menggeleng menyadari dia terlalu jauh memikirkan gadis itu. Lalu, ingatannya melayang pada sosok gadis yang semalam tadi di bookingnya. “Namanya Alexa, entah itu nama samaran tapi sepertinya semua yang menjalani hidup ganda pasti memiliki nama lain.” Terbit keinginannya untuk bisa bertemu dengan Alexa lagi, hanya saja bagaimana caranya. Bisa saja gadis itu sudah disewa orang lain. “Astaga! Kenapa begini, sih!” gerutu Darren seraya menghela nafas dalam-dalam dan berusaha kembali fokus pada pekerjaannya. *** Alexa melangkah terburu-buru memasuki rumah besar Ryuzaki, dia sudah berganti pakaian kembali menjadi Alexa yang modis. “Alexa!” Alexa terkejut ketika mendapati Revan dan Feeya ada di rumah, mereka sama-sama berwajah gelisah menunggu di ruang tengah, sementara Raiden tak terlihat ada di sana. “Lho, Mba Feeya? Mas Revan? Kok kalian sudah pulang?” tukasnya heran sambil berpelukan dengan Feeya sebentar. “Bunda dan Papa juga, kok kalian pulang mendadak begini?” katanya bingung. “Iya, mendadak Feeya mau pulang, eh begitu sampai rumah ternyata Bunda dan Papa juga baru saja datang dan Bunda lagi sakit!” kata Revan. “Iya, sekarang lagi diperiksa dokter!” timpal Feeya. Alexa menghembus nafas pelan. “Papa juga sama sekali nggak ngasih kabar kalau mau pulang, jadi aku nggak tahu!” ucapnya penuh sesal. “Kamu sendiri memangnya ke mana saja? Bisa-bisanya nggak tahu kalau Bunda sakit!” omel Revan berkacak pinggang. Alexa hanya diam di tempatnya. “Kan aku tinggal di rumah Mbok Sumi untuk misi ini!” batinnya. “Sayang, jangan marah-marah begitu!” ucap Feeya dengan suara lembut menenangkan suaminya. “Tapi dia memang sembrono, Sayang! Sudah nggak lanjut kuliah, malah keluyuran nggak jelas!” gerutu Revan lagi. Sebentar Feeya melirik pada Alexa yang sama sekali tak melawan ketika Revan menuduhnya macam-macam. “Jangan gitu, Alexa pasti punya alasan untuk itu. Iya ‘kan, Lexa?” kata Feeya, berharap Alexa sedikit saja membela diri dihadapan Revan. “Mana ada, dia hanya mau keluyuran nggak guna dan lupa diri. Maunya apa coba? Kalau memang nggak ada niat lanjut kuliah, lebih baik nikah saja sebelum kamu jadi perawan tua–” “MAS!” hardik Feeya. Alexa yang dikata-katai, dia yang naik pitam. “Kamu itu ngomong nggak mikir dulu apa? Bisa-bisanya mulut laki lemes ngatain adik sendiri kayak gitu!” omelnya. Revan mengerjap, tak urung dia gentar juga jika Feeya sudah marah begitu. “Aku hanya mengingatkan dia saja, Sayang. Biar dia nggak lupa diri!” ujarnya membela diri. “Iya, tapi nggak ngatain juga, bisa?!” omel Feeya lagi tidak suka, “Alexa berhak atas hidupnya sendiri, dia yang punya keputusan untuk masa depannya. Dia juga pasti mmeikirkan itu, dan kamu nggak berhak mendiktenya!” Revan mendengus, dia tak bisa melawan jika Feeya sudah marah seperti itu. Dia hanya tersenyum-senyum saja memandangi wajah cantik istrinya itu. “Iya, Sayang, iya. Aku cuma ingin berperan sebagai kakak yang baik dan perhatian sama adiknya!” katanya sambil meraih pinggang Feeya dan menariknya mendekat. Feeya yang marah pun perlahan luluh dan tersipu di balik wajahnya yang cemberut. “Ucapan adalah do’a, jadi jangan ngomong macem-macem!” katanya kembali tersenyum. Alexa yang merasa tidak enak karena sudah membuat Feeya dan Revan bertengkar, akhirnya hanya bisa mendengus pelan melihat kemesraaan keduanya. “Ck! Labil!” gerutunya. Feeya hanya terkekeh di pelukan Revan. Ketika itu Raiden datang bersama dokter keluarga yang selesai memeriksa Sekar, Feeya mengambil alih mengantar dokter itu keluar dari rumah. “Gimana keadaan Bunda?” tanya Alexa dengan wajah cemas. Raiden menghela nafas sejenak, dia melirik ke arah Revan sebentar sebelum menjawab. “Nggak apa-apa, Bundamu cuma pusing dan masuk angin saja!” katanya. Alexa mengerutkan kening, agak curiga dengan jawaban santai Raiden. Ayahnya itu termasuk over protektif dan posesif tentang semua hal tentang Sekar, sakit begini saja biasanya Raiden akan heboh dan marah-marah pada semua orang dan meminta semua anak-anaknya untuk menjaga Sekar. “Heum, benarkah?” ujarnya dengan tatapan penuh curiga. Raiden mengiyakan, “Sebaiknya kamu dulu yang menemui Bunda, biar Papa bicara dulu sama Revan dan Feeya, mereka juga ‘kan baru pulang bulan madu!” katanya. Alexa menangkap maksud dari perkataan Raiden, sepertinya Sekar sakit karena terlalu mencemaskan dirinya. “Oh, oke!” kata Alexa menoleh pada Revan sebentar. Revan mengangguk, meski dahinya pun terlihat sedikit berkerut. Instingnya oun sedikit curiga dengan gelagat aneh di antara Raiden dan Alexa, namun dia tak mau mempermasalahkannya sekarang. Alexa bergegas menuju kamar orang tuanya, Sekar yang sedang terbaring di tempat tidur pun langsung sumringah begitu melihat putri bungsunya datang. “Bunda!” Alexa memeluk kangen Sekar. “Lexa, kenapa baru pulang, Nak? Bunda khawatir!” desah Sekar seraya membelai wajah Alexa dengan sayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD