Alexa tertegun, dia mengingat Yuda yang Ketua BEM itu. Tapi dia juga tak jarang melihat Putri bersamanya.
“Bukannya dia pacar kamu, ya?” selidik Alexa.
Putri mendengus mengiyakan. “Ya, bisa dibilang begitu,” katanya.
“tapi aku tidak butuh laki-laki yang pelit kayak dia, kebutuhanku banyak dan itu hanya bisa aku dapatkan dengan menjadi ayam kampus selama ini!”
Alis Alexa terangkat karenanya. “Soal uang itu, aku transferin nanti saja, ya. Maaf!” katanya.
Putri tersenyum riang, dia mengangguk. “Iya, aku juga butuh itu nanti sore!” jawabnya.
Mereka pun beranjak keluar dari sana karena sebentar lagi kelas dimulai. Ketika mereka keluar, Alexa merasa tatapan beberapa mahasiswa terlihat sinis dan tampak berbicara berbisik satu sama lain sambil tertawa pelan.
“Heum, ada yang salah, ya?” tanyanya canggung, tak urung dia merasa aneh dan langsung memeriksa penampilannya. Selain kacamata tebal yang dia lupa pakai, Alexa juga tidak mengikat rambutnya.
Putri yang menoleh ke arahnya hanya tersenyum saja lalu tertawa kecil. “Selain kamu yang terlihat cantik dengan penampilan baru begini, semuanya nggak ada yang salah, kok!” katanya sambil menggandeng tangan Alexa dan mengajaknya berjalan lebih cepat menuju kelas.
Alexa termangu, justru karena penampilan inilah yang membuat mereka saling membicarakannya. Lalu, kedekatannya dengan Putri akhir-akhir ini, tampaknya membuat orang lain menduga jika dia pun mengikuti jejak gadis itu menjadi ayam kampus.
“Astaga, pasti begitu!” keluhnya dalam hati.
Ketika mereka sampai di kelas pun, Alexa merasa jengah melihat tatapan para mahasiswa yang jelas sinis. Bahkan ada di antaranya berani memasang wajah m***m ke arahnya.
“Jangan diambil hati, nanti juga kamu terbiasa!” ucap Putri di sebelahnya, gadis itu terlihat percaya diri dan sama sekali tak terusik dengan semua tatapan tajam itu.
Alexa menoleh ke sisi lain, dimana biasanya ada Ayu yang duduk di sebelahnya. Tapi hari ini gadis itu tidak ada.
“Mungkin dia nggak masuk–eh!”
Alexa tak melanjutkan kalimatnya ketika menyadari jika Ayu ternyata ada di depan sana, sedang tertawa riang bersama teman-temannya yang lain. Sedikit ada rasa cemburu di hatinya, karena selama ini Ayu termasuk gadis yang baik dan pintar. Dia juga yang sedang Alexa usahakan agar beasiswanya tetap berjalan karena Ayu juga termasuk mahasiswa yang cerdas dan berprestasi.
“Kok Ayu duduk di sana?” tanyanya tak bisa menahan rasa penasarannya.
Putri menoleh ke arah yang ditunjuk Alexa, sekilas dia lalu menghela nafas jengah.
“Biarkan saja, dia marah karena kamu malah dekat sama aku dan katanya aku ini ngasih pengaruh buruk sama kamu!” tukasnya dengan nada kesal.
Alexa tertegun mendengarnya. Rupanya Ayu memang sahabat yang baik dan mencemaskan dirinya, sayang saat ini Alexa terpaksa melakukan ini demi melanjutkan misinya sampai selesai.
“Nggak apa-apa dia di sana?” gumannya pelan.
“Nggak usah dipikirin! Dia melarang aku mendekati kamu, kayak dia bisa jamin kebutuhan kamu saja. Toh, dia juga miskin dan mengandalkan beasiswa untuk bisa kuliah di sini, sok perhatian dan sok bermoral saja!” lanjut Putri mengomel dengan kesal.
Alex tidak suka dengan semua ucapan Putri, hanya saja dia tak bisa berkata apa-apa untuk saat ini.
Suasana kelas yang riuh seketika senyap ketika Darren muncul melangkah memasuki kelas. Alexa reflek menundukkan wajahnya dan berpura-pura memeriksa bukunya. Entah kenapa hatinya langsung merasa tidak enak ketika melihat pria itu. Bayangan erotis mereka di hotel itu sontak membuat bulu romanya meremang.
“Kamu kenapa?” bisik Putri terkikik geli sambil menunjuk tangan Alexa, bulu-bulu halus di sana berdiri dengan jelas.
Alexa cepat mengusap tangannya sambil mengulas senyum. “Pengen pipis!” bisiknya spontan menjawabnya.
Putri seketika ngakak, dia tertawa tanpa suara sambil menutupi wajahnya dengan buku.
Entah kebetulan saja atau memang Darren memiliki indra keenam yang bisa mengetahui mahasiswanya yang sedang bercanda di kelas itu, tatapannya langsung tertuju ke arah Putri.
“Putri! Kamu mau ikut ujian atau tidak!?” tegurnya, suaranya lantang memenuhi ruangan kelas.
Alexa langsung tertunduk dalam, bersembunyi di balik mahasiswa yang ada di depannya untuk menghindari pandangan Darren ke arahnya.
“Iya, Pak, maaf!” sahut Putri langsung gugup.
Darren mendengus. “Kali ini kamu saya maafkan karena sedang ujian, tapi kalau misalnya saya lihat kamu bercanda lagi, silakan keluar dari kelas saya!” tegas Darren.
“Baik, Pak!” sahut Putri lagi dengan wajah takut.
Sejenak mata Darren mengarah pada Alexa namun terhalang oleh mahasiswa lain.
“Baik, ujian segera dimulai!” katanya sambil mulai melangkah untuk memberikan kertas ujian kemeja masing-masing.
Alexa menunggu dengan jantung berdebar, dia semakin tertunduk dalam dan mengalihkan wajahnya ke arah lain ketika Darren datang mendekat ke mejanya dan meletakkan kertas ujian di hadapannya.
Laki-laki itu tampak berhenti sebentar di sampingnya dan Alexa hanya bisa menahan nafas.
Tapi kemudian Darren melanjutkan langkahnya membagikan kertas pada mahasiswa lain, Alexa pun merasa lega setelahnya.
“Oke, semua sudah kebagian, kerjakan dengan cepat dan benar setelah itu kumpulkan ke meja saya!” perintah Daren seraya memeriksa jam tangannya untuk menentukan waktu ujian.
Terdengar helaan nafas bersamaan dari seisi kelas kemudian suasana pun menjadi senyap, fokus mengerjakan soal ujian mereka masing-masing.
Alexa memeriksa setiap soal yang ada, dia mengangkat alis menyadari jika soal ujian itu terlihat sulit baginya yang sebenarnya sudah lulus S1.
“Jadi otakku memang bebal!” gumamnya geli, mengingat pembicaraannya dengan Mbok Sumi tadi pagi.
Sementara itu Darren kembali duduk ke mejanya di depan kelas, duduk tegak dan bersedekap tangan mengawasi setiap mahasiswa di hadapannya. Kemudian tatapannya jatuh pada Alexa yang duduk di samping Putri dan detik itu juga jantungnya seolah berhenti menyadari sesuatu.
“Alexa?!” gumamnya terkejut.
Tapi yang dia tahu gadis itu adalah Zahwa, hanya saja kali ini tanpa kacamata tebalnya dan juga rambutnya yang tergerai.
“Jadi itu memang dia!” desisnya tak percaya.
Tapi di sisi lain Darren pun menolak fakta jika memang Alexa adalah Zahwa atau sebaliknya, dua nama gadis itu memiliki kepribadian yang berbeda.
“Tidak mungkin tapi itu memang dia!”
Selain dia senang mengetahui identitas sebenarnya dari Alexa, di sisi lain hatinya Darren merasa dibohongi dan seketika benci menyelimutinya, membayangkan jika Alexa dijamah pria lain.
“Sulit dipercaya!” ucapnya dengan nafas memburu menahan marah.
Tak bisa tetap diam sambil menahan emosi, Darren beranjak dari kursinya dan keluar dari kelas begitu saja, membuat para mahasiswanya terkejut dan saling pandang dengan wajah kebingungan.
“Lho, kok dia keluar?!”
“Eh, mana lihat, dong! Udah selesai belum kamu?”
“Jangan nyontek, hei! Mana tahu dia mengawasi kita dari luar!”
Seketika suasana kelas menjadi riuh namun tak satupun dari mereka berani beranjak untuk meminta jawaban dari temannya yang lain, saking takutnya Darren mengawasi dari luar kelas.
Alexa justru terpaku melihat laki-laki itu keluar dari kelas, hatinya pun dirayapi perasaan tidak enak dan merasa jika sesuatu akan terjadi antara dia dan Darren.