(++) Pria Pertama.

1093 Words
Ada pihak yang rupanya ingin memastikan usahanya berjalan lancar, sehingga mereka dengan sengaja menaruh obat perangsang di minuman Darren dan Alexa. Di bawah lampu temaram kamar hotel, keduanya bergumul panas di atas ranjang dalam keadaan tanpa busana, saling memagut dan melumat satu sama lain ingin menuntaskan hasrat yang menggebu-gebu. “Siapa namamu?” bisik Darren di leher Alexa, dia sama sekali sudah tak bisa menahan gairah dan ingin segera melepaskan birahinya. Alexa pun hilang akal, apalagi ciuman dan sentuhan Darren begitu memabukkan. Dia menjawabnya dengan lenguhan pelan karena Darren juga tengah meremas bukit kenyalnya. “Ohhh ….“ Alexa merintih begitu tangan menyelinap ke pangkal pahanya, dia yang baru merasakan cumbuan panas seperti ini dibuat kelabakan dan hanya bisa menurut mengikuti permainan. Darren pun merasakan hal itu, meski baru pertama kali mencicipi tubuh wanita bayaran seperti ini, sikap Alexa yang gugup seolah menunjukkan jika ini adalah pengalaman pertamanya. “Ouhh ….“ Alexa memekik pelan merasakan jari Darren yang mencoba memasuki lubang surganya, rasa takut membuatnya tegang namun pikirannya yang sudah terpengaruh oleh obat juga tak bisa memungkiri jika dia menginginkan lebih. “Lexa ….“ Darren yang tengah asik menciumi d**a Alexa, mengangkat wajahnya sejenak, menatap wajah cantik yang merona di bawah sinar lampu remang-remang. “Apa?” sahutnya. Alexa merasa pusing, dia berusaha menatap wajah lelaki tampan yang berada tepat di atasnya itu. Berusaha untuk mengenali lebih jelas namun pandanganya kabur dan tak fokus. “Namaku … Alexa …,“ bisik Alexa sesaat sebelum Darren kembali menurunkan wajahnya untuk meraup bibir manisnya. Alexa melenguh, membalas ciuman itu dengan penuh gairah. Tubuh mereka rapat tanpa jarak, sama-sama basah oleh keringat. “Ahhh ….“ Alexa kembali mendesah merasakan benda kenyal dan basah mendekati selangkangannya, alam bawah sadarnya meronta ingin bangun dan menolak namun tubuhnya lemas dan dikuasai hasrat. “Alexa ….“ Darren berbisik lirih di leher Alexa, selagi dia bersiap melakukan penetrasi. Alexa menggeleng, dia mendorong d**a Darren dengan sisa tenaganya, berusaha menyelamatkan kehormatannya. “Jangan … aku mohon …,“ lirihnya, air matanya meleleh dari sudut matanya. Darren terlalu bernafsu untuk menyadari itu, dorongan dan rintihan Alexa justru seolah jadi cambuk panas yang membakar birahinya. Dia memposisikan diri, mencari lubang surga Alexa dengan ujung batang kejantanannya. Alexa sempat merengek meminta untuk berhenti namun Darren sudah terlanjur … JLEB! “AHHH!” Alexa menjerit pilu, dia menangis merasakan sakit di selangkangannya, benda kenyal yang selama ini jadi bahan pikiran dan fantasinya, ternyata bisa melakukan hal sekejam ini terhadap tubuhnya. “Sakit …,“ rintihnya menangis terisak-isak, tangannya meremas lengan Darren meminta agar lelaki itu tak meneruskan tekanannya. Darren terengah di atasnya, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Ada yang lain dengan pertemuan tubuhnya dengan Alexa, yang mana itu mengingatkannya pada momen hubungan intim pertamanya dengan Ae-ri. “K-kamu … masih virgin?” tanyanya menatap nanar pada Alexa yang terisak lirih memejamkan mata di bawahnya. Jantung Darren seolah berhenti ketika melihat Alexa mengangguk menjawabnya, gadis itu terpejam rapat enggan menatapnya serta tubuhnya gemetar. “Astaga!” desahnya seraya cepat menarik pinggulnya, melepaskan diri dari tubuh Alexa. Alexa merapatkan kakinya perlahan lalu meringkuk sambil menangis, gairah menggebu yang beberapa saat lalu langsung padam dan mengembalikan kesadarannya. Dia menangis sesenggukan meratapi kehormatannya yang sudah hilang dalam sekejap saja, sekarang tak ada lagi yang patut dia banggakan, prinsipnya hancur sia-sia dan hanya menyisakan rasa sakit dan perih yang mengganjal di antara pahanya. Darren merasa bersalah, dia membelalak lebar melihat bercak merah di sprei di bawah tubuh Alexa. “Apa yang sudah kulakukan?!” desahnya langsung merasa frustasi. “A-Alexa ….“ Darren merangkak mendekati Alexa, dia tak berani lagi menyentuh gadis itu. Tubuh polos nan molek itu tak lagi membuatnya tergoda, kepalanya langsung dipenuhi perasaan bersalah. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh polos Alexa, tangannya terulur hendak menyentuh bahu gadis itu namun nyalinya seketika ciut saat mendengar isak tangisnya. Tangannya berhenti di udara begitu saja dan berakhir mengepal menggenggam angin. “Maafkan aku,” ucapnya lirih. Tangisan Alexa semakin kencang, gadis itu membenamkan wajahnya di atas bantal dan menangis sesenggukan. Dia justru merasa bodoh dan menyesali semua ini adalah karena tindakannya sendiri, dia tak menyalahkan Darren atau siapapun di sini selain dirinya. Malam berlalu dengan lambat, Alexa akhirnya tertidur karena kelelahan, sementara Darren duduk di sofa memandangnya. Tak sedetikpun dia memejamkan mata, hanya diam melihat punggung ramping itu berhenti berguncang halus sejak tadi. Barulah ketika fajar datang, Darren memutuskan untuk pergi duluan. Ingin rasanya dia membangunkan Alexa untuk berpamitan dan berkata … “Aku siap bertanggung jawab jika terjadi sesuatu!” bisiknya lirih, namun kalimat itu hanya bisa diucapkannya dari jauh. Entah lega atau bagaimana harusnya, Darren merasa dia tidak akan punya cukup nyali menatap langsung wajah gadis yang semalam dia gagahi itu. Dia pun lalu melangkah keluar dari kamar hotel itu dan meninggalkan Alexa yang masih terlelap. Lalu, di dalam kamar hotel itu, Alexa sebenarnya sudah bangun sejak tadi. Hanya saja dia bingung bagaimana berhadapan dengan lelaki itu, dia hanya diam bertahan di posisinya menunggu hingga langkah kaki itu menjauh dan terdengar pintu kamar yang terbuka kemudian tertutup lagi. Perlahan Alexa menoleh ke belakang, suasana kamar sudah sepi. Memang sudah sepi sejak semalam, hanya saja kali ini dia sudah benar-benar sendirian. “Ssshh!” Alexa meringis ketika dia bergerak hendak bangun, rasa tidak nyaman dan perih masih ada di selangkangannya. Dia memekik dan kembali menangis manakala menyibak selimut, mendapati adanya bercak merah yang terlihat jelas menodai sprei putih itu. “Bodoh!” Alexa mengutuk dirinya sendiri, ide konyol untuk memulihkan citra baik universitas Ryuzaki rupanya harus dibayar mahal dengan keperawanannya. “Sok jago! Nggak punya otak, dasar sombong!” makinya seraya menangis tersedu-sedu. Entah bagaimana wajahnya sekarang setelah semalaman dia menangis bahkan sampai tertidur. Alexa juga sedikit heran karena laki-laki itu tak lagi menyentuhnya, suaranya terdengar bergetar manakala menanyakan tentang statusnya yang masih perawan itu. “Dia juga bodoh! Apa baru pertama kali jajan begini?!” gerutunya kesal. Hari sudah mulai terang, Alexa berpikir dia juga harus secepatnya pergi dari sini. Sambil tertatih berjalan tidak nyaman dengan perasaan mengganjal di selangkangannya, dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. “Aw!” Alexa memekik pelan manakala dia menyiram tubuhnya dengan air, terasa perih di bagian dalam lubang k*********a. “Tenang, Alexa. Jangan panik!” gumamnya seraya menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk tidak menangis lagi. “Menangis tidak akan membuat selaput daramu utuh lagi!” dengusnya dengan suara tercekat. Apa yang sudah terjadi tidak akan bisa di undo, maka Alexa pun menerima semuanya dengan lapang d**a dan menganggap ini sudah jadi konsekuensinya. “Jadi, sebaiknya semuanya harus berhasil, jangan sampai kekonyolanku ini sia-sia!” tekadnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD