PART 59 - OLAHRAGA LILIN

1030 Words
"Fokus aja sama apa yang lu punya sekarang Yon selagi masih ada." Dion tersenyum mendengar ucapan yang menenangkan dari sahabatnya, "Thanks," ucap Dion singkat. Sejujurnya ia begitu tersentuh dengan kalimat itu. Kalimat yang menamparnya keras untuk melupakan masa lalu. Chintya adalah masa lalu yang tak terlupakan, tapi Sena adalah masa depannya. Tapi bagaimana ia ingin menata masa depan, jika ia sendiri masih sering melihat ke belakang. Chintya atau Sena? Dion bahkan masih bingung siapa yang utama di hatinya. Ia mencintai Sena tapi sulit melupakan Chintya. "Terus lu gimana?" tanya Dion dalam. Fyuhh, Glenn menghembuskan asapnya yang membumbung tinggi. "Gimana apanya?" tanya Glenn menatap rembulan. "Hati lo." Glenn tersenyum tipis, "Hati gue? Gapapa- buktinya gue masih hidup." "Bukan hati yang itu pea. Hati lo, perasaan lo sekarang gimana ke Chintya." "Masih," jawab Glenn enteng. "Ah lu gimana? Nyuruh gue lupain Chintya tapi lu sendiri masih." Fyuhh ... Glenn menghembuskan asapnya, "Tapi seengganya gue ga se-b**o lu Yon." Dion mengernyit, "b**o?" "Iyalah lu b**o, bikin hidup lu sendiri berantakan. Letakin dua wanita di satu hati." Dion terdiam. "Kita ga bisa menempatkan dua orang yang berbeda di hati yang sama. Harusnya kalau lu belum bisa move on, kenapa lu harus cari orang baru buat pelampiasan. Apalagi tujuannya buat ngelupain orang yang lama. Kalau lu sendiri aja masih bimbang sama orang yang baru. Kenapa lu harus buka hubungan baru. Apa itu ga nyakitin namanya?" "Lu letakin 3 hati di sebuah lingkaran. Lu—masa lalu lo—masa depan lo. Kalau seandainya Chintya masih hidup sekarang, berapa hati yang tersakiti karna lingkaran yang lu ciptakan itu? Ngerti, kan maksud gue?" Dion terdiam, menatap langit kelabu, "Tapi gue cinta Sena, Glenn ..." ucap Dion lirih. "Yakin?" Dion menurunkan pandangannya menatap Glenn, "Kok lu meragukan gue gitu sih?" "Bukan cinta namanya kalau lu aja masih bingung perasaan lu berat ke yang mana. Lu pikir-pikir dulu lah anjing. Udah kek dokter cinta gue ngasih lu konsultasi." "Yeee nge-gas bangs*t, "Dion terkekeh, "Kapan lagi gue dapet konsultasi gratis." "Anj*r emang lu. Wc aja bayar dua rebu. Ampe berbusa mulut gue ngasih lu konsultasi tapi ga ada vulus." Vulus = uang. "Selow njing, lu mau apaan besok." "Orang kaya mah bebas yeh, duit udah kayak debu, canda debu," ucap Glenn bercanda. "Hahaha," Dion tertawa, "Lucu lo bangs*t jadi gemes." "Masih normal yeh gue anj*r. Emang gue dede gemes." "Eh tapi Glenn-" "Hemm?" gumam Glenn. "Ngh- lu kenapa ga mau move on dari Chintya?" "Mau jomblo aja." "Jomblo?" Dion berpikir sebentar, "Jomblo sampe kapan?" "Sampe mati ..." jawab Glenn enteng. "Haa serius lu?" Glenn mengangguk, "Semenjak Chintya tolak gue waktu itu, gue udah memutuskan untuk ga mau membuka hati buat siapapun." "Se-gitunya?" tanya Dion terkejut. Glenn mengangguk, "Bahkan waktu itu gue pernah kepikiran buat rebut Chintya dari lu. Udah ah- anjing Ngapain jadi ngomongin kisah cinta gue si!" "Cinta lu aja sini- hot topik banget buat digosipin. Btw cewe lu anak mana?" "Anak emak bapaknya," jawab Dion menyebalkan tapi benar. "Ya iyalah bangs*t anak bayi baru lahir pun juga tau anak emak bapaknya. Maksud gue dia anak daerah mana?" Dion menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal, "Yaa gatau juga si." "Dih anj*r lu pacaran masa ga tau dia anak mana?" "Soalnya dia tinggal di apartemen gue sih." Plak..! "Dih anj*r main tampar aja lau," ujar Dion sebelah memegangi pipi kirinya yang panas. "b******k juga lu Yon astagaaa bawa cewek ke apartemen." "Yee ... ini ga kayak lu pikir. Gue aja ga pernah ngapa-ngapain Sena, sueeer-" ucap Dion menaikan jari telunjuk dan jari tengahnya. ***** "Kapan hidupnya si lampu?" ucap Mira kesal. Ia, dan Sena yang tadinya ingin tidur malah terjebak di ruang tamu bersama Mario. Sena yang sedang menyandarkan punggungnya di sofa, menghela nafas, "Iya ... Sena udah ngantuk nih." "Udah sejam lampu ga nyala-nyala," balas Mira. "Yaelah ni cewek-cewek kerjaannye ngeluh mulu, kayak ga ada kegiatan lain aje dah," jawab Mario asal. Sena dan Mira duduk berdua di sofa panjang, Mario duduk di sofa kecil samping Sena. Dan ponsel Mario yang diletakkan di tengah-tengah meja dengan senter yang masih menyala. "Kegiatan apaan anjir mati lampu begini?" jawab Mira sebal. "Tau nih Mario ... gelap begini mau ngapain?" Imbuh Sena. "Otak kalian seujung kuku sih. Makanya ga nyampe. Padahal ada kegiatan bermanfaat yang bisa dilakukan," ujar Mario. Mira melirik Mario dari jauh, "Kegiatan apaan?" "Olahraga," jawab Mario. "Jan ngadi-ngadi dah Mario, gue lagi males baku hantam nih, nanti aja kalau lampu udah nyala lagi. Baku hantam dah sepuasnya," ucap Mira sebal. "Yaelah gue kasih kegiatan yang bagus ga mao." "Ya masalahnya olahraga apa gelap-gelap begini Mario? Biasanya, kan olahraga di tempat terang," jawab Sena masuk akal. "Penjelasan yang good Sena," puji Mira. "Kalian aja yang otaknya dijadiin pajangan doang," ucap Mario. "Lah kok lu nge-gas sih Jing? Sekarang gue tanya olahraga apaan gelap-gelap begini?" ucap Mira kesal. Sumpah ya, mau gelap mau terang. Baku hantam dengan Mario jalan terus. "Coba tebak ..." Mario menaik-turunkan alisnya. "Tuh, kan males ah gua tebak-tebakan begini," ucap Mira menyilangkan lengannya di depan d*da. "Basket?" tanya Sena. "Busett si Sena ... Ampe speechless Aa Mario dengernya. Mana bisa main basket di apartemen pas mati lampu begini." "Terus apa dong?" tanya Sena bingung. Mira menyandarkan punggungnya di sofa, menutup mata, "Meditasi?" Mario menggeleng, "Bukan." Sena pun juga ikut menyandarkan punggungnya, "Sepak bola?" tanya Sena menutup mata. "Bukan." "Bulu tangkis?" Tanya Mira. "Bukan." "Berenang?" Tebak Sena. Mario menggeleng, "Bukan juga sayang ..." "Kok bukan semua sih Jing? Ada jawabannya ga sih?" ucap Mira mulai panas hati. "Hayoo, penasaran ya?" ucap Mario mulai menyebalkan. "Yaudah cepetan apaan?" ucap Mira menahan kesalnya. "Olahraga lilin." Sontak Sena dan Mira membuka matanya, dan menenggakkan tubuh, "Lilin apaan?" ucap mereka berbarengan. "Bercanda ni orang," ucap Mira kesal setengah mati. "Mario mau ajakin kita senam lantai? Pake sikap lilin?" Mario menggeleng, "No no no no no," ucap Mario menggerakan jari telunjuknya cepat ke kanan-kiri. "Terus apaan?" tanya mereka bersamaan. "Ngepet," jawab Mario singkat padat dan jelas. Bak..! Buk..! Buk..! Buk..! "Wey wey apa-apaan ni? Kok gue dipukul si?" protes Mario saat kedua gadis itu memukulinya dengan bantal sofa tanpa ampun. "Udah gue kasih olahraga menghasilkan duit juga! kalian tinggal jadi babi aja, gue yang jaga lilin di rumah," Protes Mario lagi. Bak..! Buk..! Buk..!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD