PART 56 - MAIN PS

1037 Words
"Ayo semuanya turun, liat kanan-kiri jangan sampai ada barang yang tertinggal," ujar Dion di depan mikrofon. Pukul 11 malam, akhirnya bis mereka sampai di desa Ujung Jawa (nama desa adalah fiktif). Sesuai dengan namanya desa ini terletak di ujung pulau Jawa yang begitu terpelosok. Bisa dibilang, desa ini masih jauh dengan kata ada. Masih banyak masyarakat yang kekurangan. Tidak ada listrik dan kekurangan air sering dilanda kekeringan. "Akhirnya sampe juga," ucap Glenn Merenggangkan tubuhnya yang pegal setelah melalui perjalanan selama 14 jam. Sementara Dimas bisa bernafas lega. Setelah lemas selama di perjalanan, muntah terus-menerus, alhasil ia merasa tidak enak pada Glenn. "Maaf Glenn, gue buat lu ga nyaman," ucap Dimas bersandar lemas. Wajahnya pucat pasi, dan berkeringat dingin. Apapun yang ia makan selalu keluar, sampai perutnya kosong. Glenn mengangguk, "Ya selow. Lain kali minum obat anti mabok dulu sebelum bepergian jauh." Dimas mengangguk lemas, "Iya gue lupa tadi. Buru-buru." Dion memperhatikan setiap orang yang sibuk mengemasi barang-barangnya. Lampu bis menyala terang dan suara musik pun telah dimatikan. Mereka yang telah siap mengemasi barang-barang turun bergiliran. Pintu depan belakang di penuhi antrian. Dion memperhatikan Dimas dan Glenn dari jauh. Terlihat Dimas yang berdiri sempoyongan, dibantu oleh Glenn. Beberapa kali Dimas hampir terjatuh, namun dengan sigap Glenn menahan tubuhnya. "Turun dari bis langsung berbaris. Ingat jangan ada yang masuk pondok dulu. Terima kasih," ucap Dion buru-buru. Ia takut Dimas pingsan, pasalnya Dimas sudah benar-benar kehabisan tenaga. Dion meletakan mikrofonnya di atas dashboard. Lalu berjalan cepat mendekati kursi Dimas dan Glenn. "Biar gue yang bawa Dimas. Lu turun aja Glenn koordinir yang lain," Dion melingkarkan lengan Dimas di lehernya. "Oke. Lu langsung aja bawa Dimas ke kamar. Biar gue yang bawa barang-barangnya entar." Dion mengangguk, "Oke." Glenn menggendong tas ranselnya, dan menggenggam tiga tas di kedua tangannya. Di sebelah kanan, 2 tas milik Dimas. Dan di sebelah kiri, tas miliknya. "Ayo semuanya, cepetan! Jangan lama," ucap Glenn mendesak antrian pintu belakang. Ia memutuskan lewat pintu belakang karena yang paling dekat dari tempat duduknya. Apalagi kondisinya sudah tengah malam, dan Dimas hampir pingsan harus cepat-cepat istirahat. Belum nanti pembagian kamar yang memakan waktu lama. "Jangan ada yang bercanda. Turun dulu cepetan! Bercandanya di bawah, jangan disini! Ngehalangin orang turun," ucap Glenn sebal dengan oknum yang bisa-bisanya bercanda di pintu padahal antrian masih banyak di belakang. Mereka yang mendapatkan teguran keras dari sekretaris BEM Universitas, terdiam lalu turun dari pintu. Mereka turun satu persatu, tidak ada lagi yang menumpuk di pintu bercanda Haha Hihi. "Kalian boleh bercanda, tapi liat dulu kondisinya. Itu ada orang sakit. Waktu juga udah mepet. Mau bercanda sampai kapan? Mau tidur jam berapa kalau turun aja lama?! Udah tau besok kerja pagi." Mereka terdiam takut, tak ada yang merespon satupun. Mereka hanya mempercepat langkah, keluar dari bis. Dion yang memapah Dimas, menggeleng-gelengkan kepala melihat amukan Glenn, "Glenn, udah malem. Sabar." "Gimana mau sabar? Ga tau tata krama. Orang kayak gitu harus ditegor. Ini, kan darurat. Dimas aja udah sempoyongan kayak gitu, kalau pingsan gimana?! ditambah lagi mereka ketawa Haha hihi, ga turun-turun!" Dion tersenyum tipis. Semua orang di kampus pun tahu, Glenn adalah orang dengan kesabaran paling tipis. Terkenal tegas, dan tak segan-segan marah, jika tak sesuai rencana. "Yaudah turun dulu. Tuh, pintu udah kosong." Glenn mengangguk, lalu turun dari mobil dalam keadaan kesal. Dion memapah Dimas, turun pelan-pelan dari bis. ***** "Lah lu masih disini? Bukannya pulang," ucap Mira kesal menatap Mario yang duduk di sofa dengan satu kaki terangkat. Makan Snack dan minum Cola dari kulkas, terus sampahnya berserakan di lantai. Persis seperti di rumah sendiri. Dan satu lagi- Sena yang harusnya tidur, malah ketularan Mario diajak main PS Smackdown jam 11 malam. "Ya elah, mang napa si?" tanya Mario fokus ke layar, tangannya dengan lihai menekan Joystick PS. "Mang napa mang napa! Lu tuh tamu, cowok lagi, bukannya pulang." "Ya, kan gue nginep disini." Mira menarik nafas panjang, menahan marahnya yang memuncak sampai ke ubun-ubun, "Nginep apaan lu." "Yaelah, Sena aja ga pengen gue pulang, ya gak Sen?" tanya Mario tanpa memalingkan pandangannya. "Iya-" ucap Sena fokus memainkan PS. "Iya itu gara-gara doktrinan lu. Main PS dari jam 8 sampe jam 11 ga selesai-selesai. Ngotorin otak Sena emang." "Udah ngotorin otak Sena, ngotorin Apartemen Dion juga, nyolong makanan di kulkas, ga pulang-pulang tamu ga tau diri emang," lanjut Mira. "Mario kesel ih. Banting Sena terus, ngalah dong sama cewe, Sena udah kalah 12 kali tau," ucap Sena sebal Mario terus saja membanting Hero-nya. Mario terkekeh, "Hehehe ya itu, kamunya aja yang ga pro. Makanya sering-sering main PS sama aku." Sena yang tak mau kalah, menekan Joystick cepat-cepat, memukul Hero Mario, kali ini ia tidak boleh kalah lagi, "Pukul pukul pukul. Hiyaaaaa akhirnya tumbang," ucap Sena memukul Hero Mario tanpa ampun, hingga babak belur. "Wah apa-apaan nih, ga bisa!" protes Mario melihat Hero-nya terkapar. Mira yang merasa dicuekin, mengepalkan tangannya, "Pulang atau gue matiin nih PS-nya," "Ya elah, bentar lagi final nih. Ga mau kalah gue sama ni bocah satu." "Apa-apaan, ga! Sena pokoknya harus menang. Mario lah yang harus kalah. Mario udah menang banyak." "Wah mau balas dendam nih ceritanya, ga bisa. Mario yang menang." "Sena!" ucap Sena tak mau kalah. "Mario!" "Gila gue dicuekin-" ucap Mira sebal bukan main. Ia seperti seorang ibu yang sedang memarahi anak dan suaminya. "Pulang atau matiin PS!" "Guru marah-marah terus, mendingan kita mabar." *Mabar = main bareng Mira tercengang, "Sena siapa yang ngajarin kamu ngomong kayak gitu?" Perasaan Sena orangnya lempeng-lempeng aja. Tumben ini anak jadi belok. Sena yang otak dan tutur katanya sepolos kertas HVS, kini bermotif-motif seperti kertas kado. "Mario," jawab Sena enteng. "Sudah kuduga, si Mario bross ini emang biangnya." "Nih ya terakhir kalinya gue ngomong gini-" Mira menarik nafas dalam, "Pulang atau matiin PS-nya." "Ayo ayo ayo, hiyaaaa pukul Mario." "Apaan nih, ga bisa! Seorang gamer pro ga bisa diginiin." "Udah kalah aja. Wuuuuhh," ucap Sena heboh. "Ga bisa Rosalinda! Harga diri seorang gamer boy mau dibawa kemana cuy!" Mira yang tak dapat menahan kekesalannya lagi, berjalan ke samping TV, melakukan hal yang seharusnya di lakukan. Jip..! "Yaaaah," keluh mereka berdua. Setelah kabel TV dan PS dicabut tiba-tiba. Mira menyilangkan lengannya di depan d**a, "Apa? Mau protes?!" "Mira kayak emak-emak ya, Sen. Marah-marah mulu," ucap Mario. Mulut julid-nya keluar. Sena dengan polosnya mengangguk, "He'euh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD