Labibah tertegun mendengar suaminya menyebut nama sahabatnya saat sedang mengeja bait-bait surga dunia di malam pengantinnya. Malam pertama yang penuh luka. Dadanya sesak, sakit, dan tidak tahu lagi dengan apa yang kini sedang Labibah rasakan. Tubuh kekar sudah berada di atasnya, merengkuh tubuhnya yang mungil, di atas peraduan cinta. Bukan peraduan cinta, lebih tepatnya peraduan lara dan luka.
Lara, karena laki-laki yang sedang merengkuh tubuhnya, melakukan kewajiban di malam pertamanya justru menyebut nama perempuan lain. Syafira! Dengan lantang laki-laki yang statusnya sudah menjadi suaminya beberapa jam yang lalu menyebut nama perempuan lain saat sedang melakukan ritual malam pengantin. Syafira, sahabat Labibah saat SMA sampai Kuliah, yang tak lain mantan tunangan atau calon istri Fauzan, suami Labibah. Bahkan sampai sekarang Labibah masih menganggap Syafira adalah sahabatnya.
Labibah, gadis berpawakan ramping, mungil, berparas cantik. Ia seorang apoteker, ia juga memiliki beberapa apotek dari pelosok desa, hingga ke kota. Ia bekerja di rumah sakit swasta sebagai apoteker. Dia sahabat terbaik Syafira yang tak lain adalah mantan tunangan Fauzan yang sekarang menjadi suaminya. Ia juga sangat pandai merangkai diksi indah menjadi sebuah puisi. Dia memiliki blog khusus untuk puisinya. Namun, sayangnya semua itu harus ia akhiri. Menulis yang menjadi hobinya kini ia tuangkan hanya di dalam buku saja setelah Syafira menjadi kekasih Fauzan, karena Fauzan menyukai puisi yang Syafira berikan, dan itu salah satu puisi milik Labibah. Demi sahabatnya ia rela karyanya diakui sahabatnya demi laki-laki yang dicintai sahabatnya.
“Aku Labibah, bukan Syafira,” ucap Labibah di sela-sela isak tangisnya, dengan napas yang terengah-engah, dan tubuh yang tertutup selimut putih.
“Apa aku menyebut namanya?” tanya Fauzan.
“Ya, kamu menyebut namanya,” jawabnya lirih.
“Bagus kalau kamu mendengarnya, dan tahu juga akhirnya, kalau aku masih sangat mencintainya. Bahkan aku melakukan dengan kamu pun masih bisa menyebut namanya!" sarkasnya. "Itu yang namanya sahabat? Tega merebut tunangan sahabatnya sendiri! Memaksa orang tua kamu untuk bicara dengan orang tuaku dan menjodohkan kita!” ucap Fauzan dengan tatapan yang tajam pada Labibah.
“Apa kamu bilang? Merebut kamu dari Syafira? Memaksa orang tuaku untuk menjodohkan aku dengan kamu? Aku saja tidak tahu-menahu soal perjodohan ini? Kenapa kamu tidak menolaknya? Kenapa kamu menyalahkan aku?” jawab Labibah dengan mencoba bangun dari tidurnya, meringis menahan sakit di pangkal pahanya.
“Menolak? Percuma menolak, kalau orang tua kamu selalu mendesak orang tuaku? Seperti wanita tidak laku saja!” sarkas Fauzan.
“Orang tuaku mendesak orang tua kamu? Tidak salah? Papa dan mama kamu yang terus memohon padaku, supaya aku mau menerima perjodohan ini? Aku punya bukti, ada saksinya! Saat aku di apotek, papa kamu menemui ku, memohon padaku, meminta aku menerima perjodohan ini!” jelas Labibah.
“Diam kamu! Omong kosong apa lagi, Hah?! Papa dan mamaku tidak pernah seperti itu! Yang ada orang tua kamu yang terlalu tinggi impiannya untuk menikahkan putrinya dengan aku!” Fauzan terus berkata kasar pada Labibah.
"Mas tanya saja pada orang tua mas, supaya mas tahu kenapa mereka menjodohkan kamu denganku! Untuk Syafira. Dia yang pergi, dan sampai detik ini dia tidak kembali, itu artinya mungkin dia sudah bahagia dengan laki-laki lain?" ujar Labibah.
"Jangan sembarangan kalau bicara! Jelas-jelas ini semua karena kamu! Kamu yang tidak pernah mau mencarinya, supaya kamu punya kesempatan dijodohkan denganku!" erang Fauzan dengan wajah merah padam.
"Kamu belum tahu semuanya, Mas. Suatu hari kamu pasti akan tahu semua kebenarannya!"
"Kebenaran apa lagi, hah? Semua sudah benar, tidak usah kamu mencari pembelaan!"
"Terserah kamu mau bicara apa!" ucap Labibah.
Malam yang biasanya dijalani pengantin baru dengan penuh kebahagian, Labibah menjalaninya dengan penuh duka. Suaminya menyebut nama perempuan lain saat sedang melakukan hal yang sangat dirindukan oleh pengantin baru.
Setelah meneguk madu malam pertamanya, membuat status Labibah berubah dari seorang gadis menjadi tidak tidak gadis lagi karena dirinya. Bukan kata-kata mesra yang terlontar dari mulutnya, melainkan kata-kata kasar, dan makian yang ia lontarkan pada Labibah. Jangankan berkata mesra, berterima kasih pada Labibah karena sudah memberikan mahkotanya yang sangat berharga saja tidak?
“Perlu kamu tahu, aku pun sebenarnya tidak sudi menerima perjodohan ini, kalau tidak karena mama dan papamu yang memaksa!” Ucap Labibah dengan lantang.
“Terserah kamu! Semua sudah terjadi, mulai malam ini, kamu adalah boneka pelampiasan kemarahan ku atas kepergian Syafira yang entah ke mana! Bukan sebagai istri! Kamu dengar itu w************n?!” Fauzan mendekati Labibah, mencengkeram keras pipi Labibah hingga rahangnya terasa sakit. Fauzan kembali menindih tubuh kecil Labibah, menyibak kasar selimut yang menutupi tubuh Labibah.
“Lepaskan!” Labibah menepis tangan Fauzan dengan kasar.
“Lepaskan? Tadi kamu bilang apa? Lepaskan? Tidak akan aku lepaskan, sebelum aku menemukan Syafira, kamu adalah tawanan ku, untuk menggantikan Syafira!” Fauzan kembali merebahkan tubuh Labibah dengan kasar, dan memulai permainan keduanya.
Biadab! Hanya itu yang ada di pikiran Labibah. Suaminya sungguh biadab sekali melakukan hal yang seperti sekarang ini pada dirinya. Yang Labibah tahu, Fauzan adalah laki-laki yang lemah lembut, sopan, tutur katanya baik dan selalu di jaga, tidak pernah Fauzan berbicara kasar pada siapa pun. Tapi, malam ini, Labibah menyaksikan sendiri sifat Fauzan yang bertolak belakang dengan kehidupan sehari-harinya.
“Sa—sakit ...!!!” pekik Labibah saat Fauzan melakukannya dengan kasar.
“Sakit? Itu belum seberapa sakitnya dikhianati sahabat sendiri!” jawab Fauzan dengan senyum yang sarkastik.
Labibah hanya bisa menahan sakit pada dirinya. Percuma saja dia meronta kesakitan, tapi tetap saja Fauzan tidak berhenti melakukannya. Labibah terkulai lemas, di bawah kungkungan tubuh kekar Fauzan. Memiringkan wajahnya dan menyeka air matanya yang menetes membasahi pipi.
“Ini yang dinamakan indahnya malam pertama? Malam penuh luka, dan penuh lara di dalam hati. Apa salahku? Aku hanya menuruti kemauan orang tuanya yang terus memohon padaku untuk menerima perjodohan itu karena suatu hal. Suatu rahasia yang diceritakan kedua orang tua Mas Fauzan padaku. Itu adalah amanah untukku, untuk menjaga rahasia itu dari Mas Fauzan. Aku mencintainya lebih dulu. Ya, aku mencintainya sebelum Syafira mencintai Mas Fauzan lebih dulu, dan Syafira juga tahu itu, tapi Mas Fauzan lebih memilih Syafira yang tak lain sahabatku sendiri. Aku melupakan Mas Fauzan dengan susah payah, dan masih menerima sahabatku dengan baik, meski dia tahu aku mencintai Mas Fauzan. Tapi, kenapa harus aku yang menikah dengan Mas Fauzan? Kenapa dia harus pergi tanpa berterus terang pada Mas Fauzan, dan merahasiakan pada Mas Fauzan apa yang terjadi pada dirinya? Apa aku kuat menjalani ini, Ya Allah.” Labibah menyeka air matanya yang semakin mengalir deras.
Fauzan meninggalkan Labibah yang sedang terbaring lemas di atas tempat tidur. Fauzan ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air yang mengalir dari shower. Memejamkan matanya, menyadari dirinya sudah menyakiti wanita selembut Labibah. Wanita yang sudah ia anggap teman baiknya, karena Labibah adalah sahabat dari Syafira.
“Maafkan aku, Bibah. Aku sangat kecewa dengan kamu, sungguh aku kecewa! Arrrgghhttt ....!!!” Fauzan berteriak keras di kamar mandi hingga Labibah mendengarnya.
Labibah tidak memedulikan Fauzan yang berteriak, dia sudah tidak peduli dengan cintanya pada Fauzan. Kekagumannya pada sosok Fauzan sudah menghilang dalam dirinya sejak tadi Fauzan memperlakukan dirinya seperti binatang, bahkan seperti perempuan rendahan yang tak punya harga diri di matanya.
“Kamu mau mati pun aku sudah tak peduli lagi, Mas!” umpat Labibah dengan amarahnya yang menggebu dalam hatinya.
Ingin rasanya Labibah menceritakan semuanya, tentang Syafira, dan tentang semua yang terjadi sebelum akhirnya Fauzan jatuh cinta pada Syafira. Syafira menerima Fauzan karena Fauzan adalah anak dari salah satu orang kaya yang memiliki beberapa Hotel di kotanya, dan memiliki beberapa toko emas yang sudah terkenal di dalam masyarakat kecil hingga kalangan atas. Memiliki beberapa Hotel berbintang Tiga, dan berbintang lima di kotanya. Siapa yang mau menolak, di sukai, di cintai oleh seorang yang terkenal namanya di kampus dan di dalam masyarakat, apalagi anak konglomerat? Tentu saja Syafira tidak mau menolaknya, meski harus menyakiti Labibah dan mengakui karya-karya yang Labibah miliki.
Labibah yang sabar, menghargai soal pertemanan dan persahabatan, dia merelakan Syafira bersama Fauzan. Dan, karena cintanya yang menggebu pada Syafira, Fauzan mudah sekali dijadikan b***k cinta oleh Syafira. Hingga Syafira bohong pun dia percaya. Syafira dengan pria lain pun Fauzan tidak tahu menahu soal itu.
“Aku tidak mau mengingat hal itu. Hal yang sangat menyakitkan. Ini juga lebih menyakitkan dari yang dulu, saat pertama kalinya Syafira mengkhianati ku. Dan, sekarang karena kepergiannya yang tanpa pamit pada Mas Fauzan, aku yang menuai kesengsaraan lagi. Kamu baik, tapi licik, Fir! Aku harus jujur soal perginya Syafira karena apa. Iya aku harus jujur soal itu, supaya aku tidak terjerat penderitaan yang Fauzan lakukan padaku." Labibah hanya bisa marah dalam hatinya. Mengingat semua apa yang telah di lakukan sahabatnya pada dirinya, tanpa Fauzan tahu yang sebenarnya.
Labibah mengusap air matanya. Percuma menangis, kalau semuanya sudah terjadi seperti sekarang. Dia beranjak dari tempat tidurnya. Mengambil baju tidurnya, memakai kembali dan menunggu Fauzan keluar dari kamar mandi.
Labibah melihat bercak merah yang ada di atas sprei putihnya. Dia menangis, menyeka air matanya, melihat darah suci yang menempel di sprei nya.
“Semua sudah aku serahkan, karena itu sudah kewajiban ku sebagai istri. Tadinya aku menyerahkan semua karena cintaku pada Mas Fauzan, tapi setelah ini, hilang rasa cintaku pada Mas Fauzan. Aku mengira kamu akan melakukannya dengan lembut meski tanpa cinta, dan mau belajar menerimaku, atau mungkin belajar mencintaiku. Ternyata aku salah. Aku bodoh sekali, bisa-bisanya aku berpikiran seperti itu sebelum kamu menyentuhku. Mulai detik ini juga, cintaku padamu musnah, Mas Fauzan. Aku tidak akan mencintaimu lagi, tidak akan! Silakan cari Syafira sampai ke ujung dunia! Kalau kamu menemukannya, kamu akan tahu yang sebenarnya, dan mungkin aku sudah tidak sudi mengenalmu lagi setelah itu! Ternyata di balik kelembutan hatimu, kamu adalah lelaki j*****m, Mas!” Ucap Labibah lirih dengan tersenyum miris.