“Ada peraturan utama yang harus kamu jalankan sebagai office girl yang membersihkan lantai ini.”
Hari itu sebelum pulang kerja, Indra memanggil Chelsea ke ruangannya. Pria itu ingin menyampaikan peraturan-peraturan tambahan yang harus Chelsea lakukan sebagai satu-satunya perempuan pertama yang boleh menjadi staff kebersihan khusus lantai dan ruang kerja Bastian.
Chelsea mendengarkan dengan seksama, meski sesekali iris mata hitamnya sibuk mengamati furniture ruang kerja Indra. Bisa disimpulkan bahwa selera kedua pria itu hampir sama, meski furniture di ruang kerja Bastian lebih mewah dan Chelsea yakin lebih mahal.
“Peraturan pertama, kamu harus selalu datang lebih dulu di lantai ini. Kamu bersihkan seluruh ruangan Pak Bastian, ruangan ini dan ruang meeting di lantai ini. Jangan lupa bersihkan koridor juga.” Jeda sejenak, Indra nampak berpikir.
“Saya pikir pekerjaan itu terlalu banyak. Apa kamu perlu seseorang untuk membantumu membersihkan lantai ini? Saya bisa mengusulkannya pada Pak Bastian,” ucap Indra bertanya sekaligus memberi saran.
Di luar dugaan, Chelsea justru menggeleng. Padahal jika Indra lihat-lihat, perawakan tubuh Chelsea terlalu mungil. Jemarinya panjang lentik meski kuku-kukunya terpotong rapi dan tidak berkutek. Akan tetapi dari jabat tangan sebentar tadi saat memperkenalkan diri, Indra yakin Chelsea jarang menyentuh pekerjaan rumah, bahkan dilihat dari wajah Chelsea, Indra pun menebak Chelsea mungkin dari keluarga yang tidak miskin.
Mungkin dari keluarga sederhana? Mengingat kalau Chelsea orang kaya pasti dia tidak akan melamar pekerjaan menjadi seorang OB di perusahaan ini. Meski wajah gadis tersebut memang cocok menjadi wajah orang kaya. Apalagi kulit Chelsea putih bersih.
“Tidak usah,” geleng Chelsea, menolak saran dari Indra. “Saya bisa kok bersihin semua ruangan di lantai ini!”
Sebelah alis Indra terangkat naik, terlalu tidak yakin dengan Chelsea. Namun mau bagaimana lagi jika gadis itu sudah berkata tidak? Indra hanya bisa berkata, “Baiklah kalau itu mau kamu. Tapi jangan sungkan-sungkan untuk bilang sama saya seandainya nanti kamu kerepotan dan terlalu berat membersihkan seluruh ruangan di lantai ini sendiri. Asal kamu tahu Pak Bastian sangat perfeksionis soal kebersihan lingkungan.”
“Saya mengerti,” sahut Chelsea.
“Oke. Kalau begitu saya lanjutkan penjelasannya. Jadi kamu harus datang lebih dulu ke sini. Mungkin satu atau dua jam lebih awal. Bersihkan seluruh lantai ini, ya tidak perlu langsung selesai semua dalam satu atau setengah jam itu tapi yang penting kamu harus sudah membersihkan ruang kerja Pak Bastian. Kamu bisa membersihkan ruangan yang lain setelahnya.”
“Kenapa?” tanya Chelsea tanpa sadar.
“Karena kamu perempuan. Jadi sebisa mungkin Pak Bastian tidak ingin melihat kamu ada di lantai ini.”
Jawaban Indra mungkin terdengar tidak berperasaan, namun Chelsea tidak merasa sakit hati karenanya. Bagaimana pun, sudah di terima kerja dan menjadi OB khusus lantai ini saja sudah membuat gadis itu senang setengah mati.
“Oh, jadi maksud kamu saya harus seperti kemarin? Membersihkan ruangan Pak Bastian dulu dan menyiapkan kopi hitam. Lalu saya harus sudah keluar dari ruangannya saat dia tiba di sini?”
“Seratus! Itu maksud saya,” puji Indra.
Chelsea mengangguk-anggukan kepala. “Oke.”
“Kedua, jangan masuk ke ruang kerja Pak Bastian apapun keadaannya saat jam kerja. Tidak untuk menawarkan makanan, tidak untuk menawarkan minuman. Saya yang akan mencari kamu jika Pak Bastian butuh sesuatu.”
Oke, peraturan kedua ini agak berbeda dari apa yang dia dapat dari Pak Budi. Sebab pagi tadi Pak Budi mengatakan bahwa Chelsea harus menawari Pak Bastian makanan jika di jam makan siang pria itu belum keluar ruang kerjanya.
“Baik,” jawab Chelsea. “Masih ada lagi?”
Indra nampak berpikir sejenak, kemudian menambahkan. Chelsea curiga ini adalah idenya sendiri, bukan dari Bastian.
“Sebisa mungkin jangan ikut campur urusan Pak Bastian.”
“Urusan seperti yang dia menyukai laki-laki?” tanya Chelsea gamblang.
“Apapun itu, Chelsea. Karena motonya adalah : Urus urusanmu sendiri dan jangan ikut campur urusan orang lain.”
Mulut Chelsea membentuk huruf O. Kemudian dia menutup mulut karena tahu wajahnya terlihat konyol.
“Oke, untuk sementara itu saja. Nanti jika ada tambahan lagi saya akan memberi tahu kamu.” Indra mengakhiri pertemuan pada sore itu.
Chelsea berdiri, kemudian berbalik meninggalkan ruangan Indra. Namun sebelum gadis itu benar-benar keluar, Chelsea sempat menghentikan langkah dan menoleh ke arah Indra. Sebuah pertanyaan polos pun meluncur dari bibir merah mudanya.
“Oh iya, Pak Indra. Sebenarnya Pak Bastian itu beneran gay apa pura-pura gay sih?”
***
Esok paginya, Chelsea mulai bekerja seperti biasa. Pun dengan hari-hari berikutnya.
Sesuai dengan peraturan-peraturan yang diberlakukan khusus untuknya, Chelsea selalu datang satu atau setengah jam lebih awal untuk membersihkan ruang kerja Bastian. Hal yang membuat Manda sering kali menyorakinya karena Chelsea mendadak jadi perempuan paling rajin sedunia.
Padahal biasanya, membersihkan apartemen sendiri saja Chelsea lebih suka menyewa jasa cleaning service. Tapi dia sendiri malah menjadi Office girl di perusahaan WINA alias jadi babu—bahasa kasar Manda.
“Selamat pagi, Pak Asep!” sapa Chelsea pada satpam gerbang yang sudah hapal betul jam berapa Chelsea selalu datang.
“Selamat pagi juga, calon istri!” sapa Pak Asep balik sembari cengar-cengir. Pria yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun tersebut masih saja suka menganggap kalau Chelsea adalah calon istri pilihan istri sahnya.
“Ini, aku bawain nasi rames buat Pak Asep!” Dan seperti biasa juga Chelsea selalu membawakan sarapan untuk pria tersebut. “Semangat kerjanya Pak Asep!”
“Hehehe. Siap, Ayang Beb. Ayang Beb juga semangat kerjanya ya!” Pak Asep balik menyemangati.
Chelsea tertawa saja. Sampai saat itu dia tidak tahu kenapa Pak Asep suka memanggilnya Ayang Beb. Pikirnya, apapun itu pokoknya Pak Asep adalah salah satu orang kepercayaan Bastian. Konsepnya, Pak Asep tidak akan menjadi satpam perusahaan WINA jika Bastian tidak mempercayainya. Jadi, siapapun orang kepercayaan Bastian, Chelsea haruslah berbuat baik. Dan itulah yang sedang dia lakukan pada Pak Asep.
“Kalau ada apa-apa, segera panggil saya ya!” seru Pak Asep ketika Chelsea sudah berlari masuk ke dalam gedung. Chelsea menjawabnya dengan isyarat angkat tangan, tanda bahwa dia mengerti.
***
Selesai berganti pakaian dengan seragam khusus office boy, Chelsea segera masuk ke dalam lift. Dia menekan tombil tiga puluh dengan tidak sabar.
Gedung masih sepi karena ini masih pukul delapan pagi. Masih terlalu dini bagi karyawan biasa untuk datang sepagi itu. Bahkan tadi saat Chelsea berangkat, Manda baru selesai mandi.
Ting!
Pintu lift pun terbuka. Chelsea keluar dan langsung mengambil peralatan yang dia butuhkan di ruang penyimpanan alat kebersihan. Gadis itu mengambil sapu, lap, semprot untuk meja dan kaca juga kemoceng dan vacuum cleaner.
Sembari bersenandung kecil, Chelsea memulai rutinitas paginya. Membersihkan ruang kerja Bastian. Mulai dari mengelap meja, menyedot debu-debu di sofa dan karpet bulu menggunakan vacuum cleaner, mengelap kaca dan menyapu lantai.
Bulir-bulir keringat membasahi pelipis dan leher Chelsea, namun gadis itu masih semangat bersih-bersih.
“Fiuh, tinggal ngepel lantai!” tukas Chelsea setelah selesai menyapu. Dia menyapukan pandangan ke seluruh ruangan untuk mengecek hasil kerjanya. Mana tahu ada sudut yang dia lewatkan. Bagaimana pun Chelsea masih ingat pesan Indra bahwa Bastian sangat perfect dalam kebersihan lingkungan. Jadi sedikit pun Chelsea tidak ingin membuat pria itu kecewa pada hasil kerjanya.
Selama Bastian puas, Chelsea juga akan puas! Untuk itu Chelsea harus membersihkan setiap sudut ruang dengan sangat sangat teliti dan tidak boleh ada yang terlewatkan.
Merasa semua sudah baik, barulah Chelsea mengambil alat pel. Ini adalah sentuhan terakhirnya untuk membuat ruang kerja Bastian menjadi bersih, harum dan kinclong.
“Wahai ruangan, jadilah tempat paling nyaman buat calon suami aku. Kalau kamu buat dia nyaman, aku janji akan membersihkan kamu setiap hari!” ucap Chelsea pada dinding-dinding yang didominasi cat berwarna abu-abu tersebut.
“Nah, sekarang waktunya bikin kopi hitam!”
Chelsea segera membereskan alat kebersihan dari ruangan Bastian, kemudian menuju pantries. Dia menyeduh kopi hitam panas seperti biasa dan senang karena saat siang hari selalu mendapati gelas tersebut sudah kosong. Itu berarti Bastian menyukai kopi buatan Chelsea.
“Hmmm,” senyum Chelsea, menghirup dalam-dalam aroma kopi yang dia buat.
Chelsea bukanlah penikmat atau pecinta minuman kopi namun entah bagaimana dia justru mahir membuatnya. Mungkin karena dia multitalenta.
Setelah meletakkan cangkir kopi di meja, Chelsea akan meninggalkan ruangan Bastian. Namun ketika melirik jam dinding, ternyata waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Itu berarti masih satu jam lagi Bastian datang.
“Oh? Tumben aku bersih-bersihnya cepat,” gumam Chelsea, karena memang biasanya akan memakan waktu satu jam membersihkan ruangan Bastian yang sangat luas tersebut.
Chelsea menjetikkan jari. “Mumpung masih lama, lihatin foto ayang dulu deh!” kekeh Chelsea. Dia menyeret kursi Bastian dan langsung duduk di sana, sesekali memutarnya untuk membuatnya senang.
“Oke, mari kita kagumi foto kamu lagi. Aduh, emang ya sejak jaman SMA Cuma Pak Bastian yang paling ganteng!” puji Chelsea. Mengamati empat pigura yang ada di atas meja. Iris matanya hanya tertuju pada gambar Bastian, Bastian dan Bastian.
“Aduduh, calon suamiku. Kok kamu bisa sih seganteng ini? Ibu kamu dulu ngidam apa sih? Pasti pas kecil kamu imut banget. Kenapa sih kita nggak dipertemukan lebih cepat? Saat masih dalam kandungan mungkin. Kan kalau ketemu lebih cepat, aku jadi nggak perlu menjomblo selama dua puluh empat tahun! Sekalinya pacaran, eh ternyata dia playboy. Kalau kata Manda sih playboy cap kadal, tapi aku baru tahu kalau playboy pun punya cap.” Chelsea mulai bermonolog sendiri sambil memegang satu bingkai foto yang hanya bergambar Bastian memakai setelan tuksedo. Foto favorit Chelsea sejak pertama kali melihatnya.
“Karena kalau aku udah kenal lama sama kamu, pasti aku udah mepetin kamu terus. Kalau kata orang jangan kasih kendorrrr, gitu. Terus kalau udah gitu aku kan jadi punya kesempatan lebih banyak buat deketin kamu, buat kamu jatuh cinta, kita pacaran selama lima tahun lalu kita menikah, punya anak dan hidup bahagia selama-lamanya.”
Chelsea terus menyerocos tanpa henti. Mulai menceritakan masa kecilnya sampai dia kuliah. Menceritakan hobi, cita-cita dan hal-hal lucu yang pernah terjadi di hidupnya. Sesekali dia tertawa sendiri, sesekali dia merasa malu sendiri. Sampai-sampai dia tidak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Dia terlambat menyadari kalau jam dinding di kantor Bastian sudah mati sejak pukul setengah sembilan. Itulah sebab tadi dia merasa bersih-bersihnya lebih cepat setengah jam.
“Berhenti menatapku dengan senyum kamu yang memabukkan dong!” protes Chelsea pada foto Bastian. “Kamu nggak tahu apa jantungku ini berdebar-debar! Dengar deh. Ya kan? Hihi.”
Sungguh siapapun yang melihat kelakuan gadis itu pasti mereka langsung mengira bahwa Chelsea sudah hilang kewarasan.
“Sini cium, cium dulu.” Bibir Chelsea monyong ke depan. Mencium potret Bastian dalam pigura foto.
Sayang, tepat saat dia dalam pose tersebut, pintu ruang kerja terbuka. Muncullah seorang pra bertubuh tegap dan berdada bidang. Siapa lagi juka bukan Bastian?
Bastian sendiri terpaku sejenak di ambang pintu. Iris matanya menyipit mengawasi Chelsea yang duduk di kursinya dengan pose hendak mencium pigura di tangan. Hal yang langsung Bastian anggap seperti deja vu. Kejadian ini sama seperti kejadian beberapa hari yang lalu.
Akan tetapi yang membuat Bastian kesal adalah Chelsea baru saja melanggar peraturannya. Jikalau gadis itu haruslah sudah pergi sebelum Bastian dang.
“Apa. Yang. Sedang. Kamu. Lakukan. Di meja kerja saya?” desis Brian, membuat Chelsea langusng menoleh.
Mata Chelsea membulat, cepat-cepat meletakkan bingkai foto itu di atas meja.
O-ow, apakah Pak Bastian akan memarahinya? Karena kalau iya, Chelsea akan dengan senang hati mendengarnya mulai dari sekarang hingga malam jam 12 nanti.
Alasannya : karena sekarang Bastian terlihat sanga-sangat tampan!