18. Jadi Benar?

1442 Words
Sebenarnya Chelsea ingat dengan peraturan yang telah Indra tetapkan tentang bahwa Chelsea tidak boleh masuk ke ruang kerja Bastian selama jam kerja. Namun di sini Chelsea mulai berpikir ulang tentang peraturan tersebut. Indra tidak pernah menjelaskan apakah maksud dari kalimat itu adalah saat Bastian sedang ada di tempat atau memang selama jam kerja berlangsung, mulai dari pagi hingga jam pulang. Indra uga tidak menjelaskan apakah peraturan itu tetap berlaku jika Bastian tidak sedang berada di tempat seperti saat ini. Chelsea menggigit bibir. Sudah sekitar sepuluh menit dia mondar-mandir di depan pintu ruang kerja berpelitur cokelat mengkilat dengan papan nama CEO di depannya. Chelsea ragu untuk masuk, bertanya-tanya dalam hati apakah tidak apa untuk masuk atau dia harus menunggu Indra saja untuk menyerahkan file berisi berkas dari Pak Herman ini. “Masuk aja nggak apa kali ya,” gumam Chelsea pada akhirnya memutuskan untuk masuk. Dia berpikir mungkin peraturan yang Indra berikan hanya berlaku jika Bastian ada di ruang kerja saja. Karena sekarang Bastian dan Indra sedang pergi keluar dan tidak ada siapa pun di lantai itu, Chelsea merasa aman-aman saja untuk masuk ke ruangan tersebut. Bermodalkan pemikiran tersebut, Chelsea pun mulai membuka pintu ruangan Bastian. Dia mengintip sedikit sebelum benar-benar membuka pintunya lebar, memastikan bahwa di sana tidak ada siapapun selain udara kosong. “Permisi,” kata Chelsea lirih sebelum masuk. Chelsea berjalan perlahan menuju meja kerja Bastian setelah menutup pintu. Niat awalnya adalah meletakkan map file yang dia bawa saja kemudian pergi. Namun sebuah album foto yang terbuka tepat di halaman tengah menarik perhatian Chelsea, membuat gadis itu penasaran dan langsung meraihnya. “Wah!” ucap Chelsea kagum. Foto-foto itu adalah foto beberapa tahun lalu, ketika Bastian masih memakai seragam putih abu-abu. Wajahnya terlihat begitu congkak diantara ketiga temannya. Bastian juga satu-satunya pria yang sering berpose konyol di dalam foto. Membuat Chelsea ngakak sendiri. “Emang benar ya, masih SMA aja dulu ganteng gini! Apalagi sekarang. Aduh, jadi nggak bisa bayangin seandainya aku nikah sama kamu, pasti bibit bayi kita bakal tampan-tampan dan cantik-cantik,” kekeh Chelsea bermonolog sendiri. Seolah-olah dia sedang berbicara dengan Bastian. Sebab ingin mencari posisi yang lebih nyaman, Chelsea memutari meja kerja Bastian, kemudian duduk di kursi pria itu. Tak lupa, Chelsea mengecek jam di ponsel. Biasanya jika Bastian dan Indra pergi makan siang di luar sekaligus untuk meeting akan memakan waktu paling cepat dua jam. Dan ini masih empat puluh lima menit berlalu. Jadi tidak apa bukan jika Chelsea ada di sana selama lima belas menit? Toh, Bastian baru akan kembali satu jam lagi. Itu pun kalau waktu meetingnya paling cepat. Chelsea mulai membuka satu per satu lembaran foto dalam album tersebut. Banyak momen-momen yang diabadikan di sana. Meski rata-rata foto itu memakai seragam putih abu-abu, namun ada juga beberapa di mana Bastian memakai pakaian kasual dan bahkan setelan tuksedo untuk menghadiri pesta orang-orang kelas atas. Ternyata Bastian memang sudah kaya sejak masih kecil. Sedang asik-asiknya Chelsea melihat-lihat album foto tersebut, dia terkejut ketika mendengar sayup-sayup suara obrolan dari luar. Sesekali suara tawa yang entah bagaimana Chelsea tahu itu tawa Bastian. Padahal Chelsea sendiri tidak pernah melihat secara langsung pria itu tertawa di depannya. Jika dalam keadaan normal, Chelsea pasti akan dengan senang hati mendengar tawa itu, mungkin dia juga akan merekamnya diam-diam. Akan tetapi sekarang situasinya sedang gawat. Chelsea ada di ruang kerja Bastian di mana dia dilarang masuk ke sini saat ada Bastian. Insting Chelsea pun berbicara, tubuhnya mengikuti refleks secara cepat. Ketika kenop pintu tersebut dibuka, gadis itu langsung menunduk, masuk ke dalam kolong meja untuk bersembunyi di dalam sana. “Aduh, plisss ... semoga enggak ketahuan,” do’a Chelsea dalam hati. *** Sementara itu .... Bastian kembali lebih cepat ke perusahaan karena klien yang dia temui merupakan kenalan lama almarhum kakeknya. Tanpa perlu menjelaskan panjang kali lebar, si klien langsung mau menginvestasikan sahamnya pada perusahaan WINA. Katanya, dia tidak akan sesukses sekarang kalau dulu kakek Bastian tidak membantunya. Dan sekarang dia percaya jika cucunya pasti bisa lebih sukses dari pada sang kakek. Jadi, di sinilah dia sekarang. Kembali ke kantor bersama dengan seseorang yang sejak tadi pagi sudah mengirimkan pesan rindu. Indra berjalan di belakang mereka sedikit menjaga jarak. Bagaimana pun dia memang akan selalu berusaha nampak profesional. “Baru juga seminggu nggak ketemu, tapi udah kangen bangeeettt!!!” Alex berseru sambil merangkul lengan Bastian mesra. Diabaikannya tatapan-tatapan aneh dari bawahan-bawahan Bastian. Ini memang sudah biasa terjadi ketika dia mampir dan Alex hanya perlu bersikap acuh saja selama dia tau dia tidak menyakiti siapapun. “Makanya sering mampir ke sini. Kan aku sudah bilang kamu bisa datang kapan aja.” “Maunya sih gitu, tapi kamu tahulah bagaimana gilanya pekerjaan aku.” “Dan aku udah bilang kamu nggak usah kerja di perusahaan lain. Kamu bisa kerja lebih enak jika mau di sini.” Percakapan mereka terus berlangsung sampai mereka naik ke dalam lift. Beberapa karyawan yang berpapasan dan mencuri dengar pembicaraan keduanya langsung merasa merinding terutama dari kaum laki-laki. Mulut-mulut mereka pun sudah gatal ingin menyebarkan gosip tentang ini, sekaligus menyebarkan berita bahwa sekarang pacar Bastian tengah berkunjung ke perusahaan. “By the way, nanti malam aku nginap di rumah kamu ya? Boleh kan? Mungkin aku mau ngajak Roi juga,” kata Alex. Kini mereka sudah ada di lantai tiga puluh dan sedang berjalan menuju ruang kerja Bastian. Indra yang sejak tadi mengikuti keduanya langsung pamit lebih dulu. Dia hendak mencari Chelsea dan menyuruhnya untuk membuatkan minuman baru untuk Bastian dan Alex. “Boleh, boleh!” jawab Bastian. Mereka sempat bercanda. Alex memvuat lelucon yang membuat Bastian tertawa terbahak-bahak. “Kamu ini ada-ada aja,” kata Bastian. Dia membuka kenop pintu ruang kerjanya. “Ayo masuk!” Alex menurut. “Ucapan kamu di WA tadi serius kamu mau coba?” Alex kini berubah menjadi mode serius. “Kenapa kalau serius? Kamu nggak mau membantuku?” “Bukan nggak mau, hanya sedikit meragukannya.” Alex tersenyum miring. Matanya berubah menjadi penuh nafsu. “Mau mencoba sekarang?” Bastian menatap lurus ke dalam bola mata Alex. Kemudian dengan senyum miring yang sama dia menjawab, “Try me.” *** Awalnya Chelsea tidak tahu apa yang sedang dibicarakan dua pria yang baru masuk tersebut. Dia hanya sibuk dan fokus untuk menyembunyikan diri dari Bastian. Kalau sekali lagi dia ketahuan berada di ruang kerja Bastian, mungkin pria itu akan kembali marah dan memberikan warning keras. Hal yang paling parah mungkin dia akan langsung dipecat saat itu juga dan Bastian akan mencari Office Girl baru untuk menggantikannya. Demi Tuhan Chelsea tidak mau itu terjadi! Dia akan mempertahankan pekerjaan ini demi bisa dekat dengan calon suaminya! Chelsea bersembunyi dengan hati-hati, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara. Sampai dia memperhatikan kaki-kaki panjang dua pria yang saling mendekat. Dahi Chelsea berkerut penasaran. Risiko bersembunyi di kolong meja, dia jadi hanya bisa melihat dua kaki bebalut celana bahan. Chelsea tidak tahu apa yang sedang dua pria itu lakukan yang jelas jarak mereka kian dekat. Lalu kaki-kaki itu berjalan dan kaki lainnya jatuh karena ditarik dengan cepat. Sampai Chelsea melihat dengan jelas. Tubuh Bastian ambruk pertama di sofa, kemudian sosok pria asing menindihnya di atas tubuh Bastian. Tanpa banyak kata, pria itu mendaratkan ciuman di bibir Bastian, yang membuat Chelsea langsung terbelalak. Mulut yang sejak tadi dia tahan agar tidak bersuara langsung memekik karena terlalu terkejut. Sontak saja, hal itu membuat baik Alex mauppun Bastian menghentikan aktivitasnya. Mereka sama-sama menoleh dan mata mereka langsung tertuju di bawah kolong meja, tempat di mana Chelsea meringkuk dan mengawasi mereka. Chselsea yang terpergok pun refleks berdiri, lupa sama sekali jika dia sedang berada di bawah meja. Membuat kepalanya langsung terbentur kolong meja. DUG! “Aduh!” seru Chelsea mengaduh. Alex berdiri dari sofa, disusul dengan Bastian. “Siapa dia, say?” tunjuk Alex pada Chelsea. Tatapan Bastian terasa dingin menusuk, mengakibatkan Chelsea meneguk saliva kasar. Dengan malu-malu dan rasa bersalah yang tinggi, Chelsea perlahan keluar dari kolong meja. Bahkan album foto milik Bastian masih ada dalam dekapannya. “Pak Bastian,” cicit Chelsea. “Kenapa kamu ada di ruang kerja saya?” tanya Bastian dingin. “I-itu ... saya antar berkas,” Chelsea menunjuk map biru yang tadi dia bawa. “Dari Pak Herman.” "Indra yang tidak memberikan petunjuk dengan jelas atau memang kamu yang tidak bisa bekerja secara profesional? Karena jika kamu tidak bisa menetapi peraturan yang berlaku, saya tidak segan memecat kamu sekarang juga. Sekarang kamu keluar dari ruangan saya. Sekarang!" Chelsea mengangguk kecil. Lalu berjalan gontai menuju pintu. Bayangan tentang bagaimana Bastian berciuman dengan Alex nyatanya terlalu mengguncangnya hingga membuat dia shock. Kemudian peringatan-peringatan dari Manda, Bu Siti, Pak Budi dan para OB lain tentang kelainan s*****l Bastian pun terngiang di kepala Chelsea. Jadi benar Bastian gay? desah Chelsea putus asa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD