“Nah ayo masuk!” Brian mempersilakan Chelsea masuk ke dalam.
Gadis itu pun menurut. Dia tersenyum pada dua orang pria yang sudah berada di sana.
“Selamat pagi, Pak. Saya Chelsea Olivia Putri. Dan saya ke sini untuk wawancara kerja sebagai staff administrasi.” Chelsea pun mulai memperkenalkan diri.
“Oh, Chelsea Olivia? Silakan masuk!” sambut seorang pria berwajah tambun. Dilihat dari sorot matanya, dia terlihat sangat ramah dan menyenangkan.
Chelsea masuk ke dalam ruangan yang hanya berisi tiga buah meja kerja. Meski begitu, masing-masing meja dipadati oleh satu perangkat komputer dan tumpukan map berisi kertas-kertas putih.
“Mari duduk, tidak usah sungkan-sungkan,” kata pria itu lagi.
Chelsea pun mengambil tempat duduk di sebuah sofa panjang yang terletak di sisi timur ruangan. Di sana dia bisa melihat dengan lebih baik setiap sudut sisi yang ada di ruang HRD.
Sempat melihat tiga staff HRD—termasuk Brian—berbicang sejenak, Chelsea mendapati mereka terlibat dalam perdebatan kecil. Keningnya berkerut, dan semakin berkerut dalam saat bukan dua HRD lain yang menghampirinya, melainkan Brian.
“Lho, katanya bukan kamu yang wawancara aku?” protes Chelsea.
Brian baru akan menjawab namun dua orang staff HRD yang lain tiba-tiba berkata, “Maaf ya, Mbak Chelsea. Kami ada meeting sebentar dengan divisi lain. Dan Cuma Pak Brian yang punya waktu senggang. Dia akan wawancara kamu berikut dengan gaji dan tunjangan yang akan kamu peroleh jika mau bekerja di sini.”
Setelah itu mereka pamit, meninggalkan Chelsea berdua dengan Brian.
Chlesea pun mulai membatin dalam hati, kalau-kalau mungkin inilah kenapa pagi tadi dia memiliki firasat buruk! Sebab hari ini dia harus bertemu dan berurusan dengan sang mantan. Yah, meskipun masih ddalam konteks pekerjaan.
Cukup lama Chelsea menunggu Brian berbicara dan menjelaskan tentang kontrak kerja di perusahaan tersebut, namun pria itu tak kunjung membuka mulut. Alih-alih malah terus menatap Chelsea tanpa berkedip. Membuat Chelsea sedikit risih.
“Kenapa?” tanya Chelsea kemudian, sedikit tidak sabar.
“Tidak apa-apa. Cuma mau tahu saja bagaimana kabar kamu sekarang?” tanya Brian balik.
“Ya seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Sangat baik malah,” jawab Chelsea dengan dagu sedikit dia dongakkan angkuh. Da tidak ingin Brian beranggapan bahwa Chelsea terpuruk akibat perselingkuhan yang Brian lakukan di masa lalu.
Meski sebenarnya saat itu Chelsea benar-benar terpuruk dan sampai sakit sehari semalam.
Brian terdiam cukup lama seolah ingin memastikan kalau Chelsea sedang berbohong. Namun tentu dia tidak menemukan apapun tergambar di wajah Chelsea selain wajah datar dan acuh.
“Aku tau seharusnya kita nggak bahas ini sekarang tapi aku minta maaf buat masa lalu,” ucap Brian sambil memasang sorot mata penyesalan. “Dulu itu aku nggak bermaksud buat—“
“Udah, udah cukup. Aku nggak mau bahas tentang masa lalu lagi, oke? Lagian aku udah move on kok!” potong Chelsea cepat. Dia tersenyum membayangkan wajah tampan Bastian, mengabaikan fakta menyedihkan bahwa dia telah ditolak mentah-mentah oleh pria itu bahkan sebelum maju berperang.
“Oh ya? Secepat itu?” sahut Brian tak percaya.
“Kenapa emang? Bukannya justru kamu yang move onnya cepat banget? Masih pacaran sama aku aja kamu udah move on!” sindir Chelsea setengah kesal. Sebenarnya apa sih mau si Brian ini? Dan kenapa malah membahas masa lalu lagi yang kata Manda sangat tidak penting untuk dikenang itu?
Detik berikutnya Chelsea terkejut karena tiba-tiba Brian meraih dan menggenggam tangannya. Lalu dengan mimik muka yang sedih, pria itu berkata.
“Chel, kamu tahu nggak sih, kalau sebenarnya aku itu masih sayaaang banget sama kamu? Aku tuh sebenarnya waktu itu nggak selingkuh, Cuma cewek itu aja yang kegatelan sama aku. Ya kamu tahulah, aku kan ganteng, punya pekerjaan yang bagus, gaji lumayan tinggi, bisa dibilang mapanlah. Siapa sih yang nggak tergoda sama aku?”
Chelsea speechless, sungguh kehilangan kata-kata mendengar kalimat narsis dari sang mantan pacar.
Dia ganteng katanya? Gantengan juga Bastian ke mana-mana! Jerit Chelsea dalam hati, entah kenapa jauh dalam hatinya sedang meratapi masa lalu kenapa dia bisa cinta oleh cowok ini.
“Soory, tapi cowok ganteng itu nggak akan mainin hati cewek,” kalimat Chelsea yang asal comot dari sebuah quotes yang pernah dia baca di suatu sumber. Dia berusaha menarik tangannya dari Brian akan tetapi pria itu menahannya.
“Chel, aku serius. Dan aku nggak mainin hati kamu. Please, percaya ya sama aku,” kata Brian lagi.
Karena tidak ingin memperpanjang perdebatan dan Chelsea benar-benar ingin menarik lepas tangannya dari Brian, dia terpaksa menganggukkan kepala saja. “Iya iya. Aku percaya kok sama kamu.”
“Serius? Bagus dong kalau gitu!” seru Brian bangga. Dia bahkan dengan berani menarik Chelsea dalam pelukannya. Mengabaikan ketidaknyamanan Chelsea.
“Kalau gitu kamu mau nggak mengulang lagi dari awal?”
“Me-mengulang dari awal bagaimana?”
“Ya dari awal lagi Chelsea.”
“Maksudnya jadi teman?”
“Bukan. Kan aku masih suka sama kamu. Ya kita mulai dari awal kayak jalan bareng misalkan. Oh iya, kamu tahu nggak kemarin aku beli mobil baru loh! Kalau kamu mau, nanti malam aku jemput kamu pakai mobil itu. Gimana? Kita dinner bareng.”
Menatap Brian dengan sorot mata janggal, Chelsea mulai berpikir bahwa Brian pasti sudah sinting. Laki-laki mana yang merayu mantannya sendiri sementara sang mantan pacar tau kalau dirinya sudah mempunyai kekasih baru lagi? Chelsea jadi ingin menjadikan Brian sebagai sate tusuk.
“Gimana? Mau kan? Pasti mau dong!”
Chelsea meringis. Gatal sekali untuk menepuk jidat.
“Sorry, tapi dari pada aku, bukannya lebih baik kamu ngajak cewek kamu yang sekarang? Siapa namanya? Emmm, Lalis kan?” kata Chelsea mengingat-ingat Brian pernah sekali menyebut nama itu kemarin malam.
“Ck, ini ya sebenarnya dia bukan pacar aku. Dia aja yang tiba-tiba ngaku sebagai pacar aku. Kan kamu tahu kalau aku ini—“
Belum selesai Brian berkata, pintu ruang HRD tiba-tiba terbuka. Baik Brian maupun Chelsea menoleh ke arah pintu di mana seorang wanita tiba-tiba nyelonong masuk tanpa permisi.
“Sayaaaaaanggg!” panggilnya setengah berteriak. Dia merentangkan tangan lebar-lebar lalu menghambur berlari ke arah Brian.
Brian sendiri yang terkejut membelalakkan mata. Tangan yang tadi terus menggenggam tangan Chelsea langsung dia tepis secepat kilat.
“Sayang! Kok kamu ada di sini?” tanya Brian.
Ya, benar saudara-saudara! Itu adalah Lalis, perempuan yang kata Brian bukan pacarnya namun sekarang dia panggil sayang.
Chelsea mendengus sambil memutar bola mata.
Dasar buaya! Umpatnya dalam hati.
“Iya, aku kangen banget soalnya. Huhuhu... kamu sih aku video call nggak diangkat! Kan aku khawatir kamu kenapa-kenapa sayang.”
“Aku baik-baik aja dong, Sayang. Kan aku kuat. Masa calon suami kamu lemah sih?”
“Ya kan kali aja kecapekan sayang. Kan kerja tiap hari.”
“Kerja tiap hari kan buat kamu juga Sayang.”
Oke, lama-lama Chelsea ingin mual mendengarnya. Ini wawancara kerja tapi kenapa berubah menjadi drama FTV ikan terbang?
“Ehm, ehm! Permisi, ada orang di sini!” dehem Chelsea menginterupsi karena tidak tahan lagi.
Lalis menoleh. Matanya membulat baru menyadari adanya wanita lain di ruang kerja kekasihnya.
“Kamu siapa? Kenapa kamu ada di sini? Jangan bilang kamu sedang godain pacar aku? Sorry ya mbak, tapi dia ini nggak akan tergoda! Sayangku itu anti selingkuh! Ya nggak sayang?” kata Lalis sambil menatap wajah Brian yang salah tingkah.
“Hah? I-iya dong Sayang. Aku tuh setia banget! Malah mantan-mantan aku yang suka selingkuhin aku. Makanya, kamu jangan selingkuh ya, nanti aku jadi sedih,” kata Brian dengan raut muka yang dibuat sedih.
Geregetan, Chelsea menghirup napas dalam kemudian mengeluarkan kembali. Sabar Chelsea sabarrr... Tahan tangan ini agar tidak melayang ke pipi pria yang suka memutar balikkan fakta itu.
“Eh tapi kok muka kamu terlihat nggak asing ya? Kayak pernah ketemu di mana gitu,” ujar Lalis kemudian. Kali ini mengamati Chelsea lebih teliti.
Chelsea tersenyum saja, dan senyumannya makin lebar melihat wajah pucat dari Brian.
Mampus! Biar tahu rasa dasar playboy cap kadal! Maki Chelsea dalam benak.
“Ah, mana mungkin sayang! Enggak ah kita nggak pernah ketemu. Dia ini karyawan baru di sini, dan kamu kan tahu aku kerja di bagian HRD, aku sedang wawancara dia tadi.”
“Oooh, karyawan baru to!” angguk Lalis, lalu tiba-tiba menuding Chelsea. “Tapi ingat ya Mbak, dia ini pcara saya. Nanti kalau ke depannya Mbak naksir sama dia, ingat hal ini ya! Kalau dia itu pacar saya! Paham? Kalau sampai Mbak kegatelan sama Brian, saya akan minta Papa saya buat nendang Mbak dari perusahaan ini!” ancam Lalis.
Untuk beberapa saat lamanya Chelsea terdiam, mencerna kalimat dari Lalis.
Jadi, Lalis ini anak dari CEO PT Semen Empat Roda? Wah ... kebetulan konyol macam apa ini?
Menoleh pada Brian, Chelsea menggelengkan kepala prihatin. Barangkali pacarnya ini mendapat pekerjaan di perusahaan besar seperti PT Semen Empat Roda karena pengaruh dari Lalis. Dulu Brian hanyalah seorang karyawan biasa yang bahkan mobil pun masih kredit. Sekarang dia sudah menjadi HRD yang Chelsea tahu gajinya lumayan fantastis, terlebih di perusahaan sekelas PT Semen Empat Roda.
“Sudah sayang, sudah ya? Kamu sekarang duduk dulu di kursi aku biar aku selesaikan wawancara dulu sama dia. Oke?” Brian mendorong Lalis duduk di meja kerjanya. Tak lupa mengelus rambut wanita itu untuk menjinakkannya.
“Oke,” angguk Lalis. Beberapa menit kemudian wanita itu sudah tenggelam dalam sosial medianya.
Sementara itu Brian kembali ke tempat duduk. Dia berdehem pelan, salah tingkah karena baru saja ketahuan belangnya.
“Baik, Nona Chelsea. Berikut saya jelaskan tentang detail pekerjaan kamu, gaji dan intensif serta bonus yang akan kamu dapatkan apabila sudah bergabung menjadi staff administari ... “ Brian mulai menjelaskan dengan profesional. Meski tata bahasanya sedikit kacau namun Chelsea bisa memahaminya dengan baik.
Sesekali dia mengangguk, sesekali membaca kontrak kerja yang berada di meja.
“Ada yang ingin kamu tanyakan lagi?” tanya Brian.
Chelsea mengangguk. Dia menunjuk poin nomor 9 di dalam kertas. Sebelum dia bertanya, ponselnya tiba-tiba berbunyi nyaring, mengejutkan semua orang.
“Ups, sorry. Aku angkat telepon dulu,” ucap Chelsea.
Brian mengangguk mempersilakan.
Chelsea menggeser layar hijau di mana ada nomor tidak dikenal menghubungi.
“Halo?” kata Chelsea.
“Halo? Ini Chelsea?”
Suara dari seberang membuat Chelsea mengernyit. Butuh beberapa detik lamanya bagi Chelsea untuk mengenal siapa pemilik suara tersebut.
“Pak Budi?”
“Hehe, iya Chel. Kamu di mana sekarang?” tanya Pak Budi dari seberang.
“Ada kok Pak. Sedang wawancara kerja di PT Semen Empat Roda,” kata Chelsea jujur.
“Ngelamar jadi office girl di sana? Udah nggak usah, Chel. Kamu balik aja lagi ke sini!” kata Pak Budi. Chelsea heran kenapa suara Pak Budi terdengar menggebu-gebu.
“Nggak mau ah Pak. Mau ngapain? Kan udah nggak bisa bersihin ruangan kerja CEO.”
“Justru aku nelepon kamu karena itu! Ada kabar gembiara banget buat kamu!”
“Apa?”
“Pak Bastian nyuruh kamu saja yang bersihkan ruangan dia.”
Ucapan Pak Budi membuat Chelsea langsung berdiri dari duduknya. Matanya membulat karena rasa terkejut sekaligus tak percaya terhadap apa yang baru saja ia dengar.
“SERIUS?!’ seru chelsea, membuat baik Brian dan Lalis tersentak kaget. Hampir saja ikut berdiri karen alatah.
“Dua rius Chelsea. Makanya, cepat kembali ke perusahaan ini. Besok saya, Bu Siti dan teman-teman lain akan nunggu kamu. Kita adakan acara makan-makan waktu pulang kerja demi merayakan diterimanya kamu kerja di perusahaan WINA. Oke?
“Oke Pak! Besok aku akan pergi ke sana.”
Tuuu t....
Sambungan panggilan tersebut akhirnya sudah selesai. Kedua sudut bibir Chelsea pun terangkat naik. Dia senang! Sangat senag!!!
“Chelsea? Kalau sudah paham dengan pekerjaan kamu, langsung tanta tangan kontrak di sini ya,” kata Brian, menyentak kesadaran Chelsea ke realita.
“Aduh, amaaf, kayaknya aku nggak jadi kerja di sini. Aku dapat tawaran kerja yang lebih baik!” jawab Chelsea, meraih tas kecilnya dan langsubg pamit.
“Kalau begitu aku pergi dulu. Makasih udah wawancara aku. Dan maaf nggak bisa taken kontrak!’ ucap Chelsea terakhir kalinya. Dia pun bergegas mninggalkan ruang dan gedung PT Semen Empat Roda, menuju gedung perusahaan WINA yang terletak dua puluh lima menit jauhnya dari sana.