Yudhi Mencoba Membuka Hati Untuk Wanita Lain

1002 Words
Yudhi merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Jam praktek paginya baru saja usai. Ia punya waktu beberapa jam untuk beristirahat sampai jam praktek sorenya tiba. Saat ia melepaskan jas putihnya dan menyampirkannya di atas sandaran kursi, seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Masuk!" perintahnya. Pintu pun terbuka dan seorang wanita cantik berambut pirang muncul dari balik pintu. "Hallo, Yudhi," sapa si wanita dengan senyum manisnya yang menawan. "Hallo, Caroline," sapa Yudhi pada wanita kulit putih yang ia sebut dengan nama Caroline itu. "Aku mau menawarkan makan siang bersama, apa kau mau?" tanya Caroline penuh harap. Caroline adalah rekan dokternya di rumah sakit tempatnya bekerja ini. Tentu Yudhi tahu, kalau wanita Perancis itu menyukainya, melalui perhatian-perhatian kecil yang ia berikan padanya, sering mengajaknya makan saat istirahat, dan banyak hal yang Caroline lakukan untuk mendapatkan perhatiannya. Hanya saja, Yudhi belum merasa ada getaran di hatinya terhadap wanita itu. "Oke," jawab Yudhi yang langsung disambut senyuman lebar Caroline, memperlihatkan lesung samar di kedua pipinya. Caroline mengajaknya makan siang di sebuah restauran yang berada di dekat rumah sakit. Sebuah restauran Arab yang cukup mewah, dengan pelayan-pelayannya yang rata-rata berwajah Timur Tengah. Mungkin imigran dari Aljazair, Maroko, atau Libya. Senyum Caroline tidak putus dari bibir tipisnya yang dipoles dengan lipstik warna salem. Wanita itu memperhatikan gerak-gerik Yudhi menyantap makanannya. "Kau terlihat tampan hari ini," puji Caroline. Yudhi mengedikkan bahunya. "Setiap hari aku terlihat tampan," cebiknya. Caroline tertawa renyah. Ia suka cara Yudhi membuat lelucon. "Kau tidak mau memuji penampilanku juga?" Ia memanyunkan bibir. "Kau cantik hari ini," ucap Yudhi asal. "Merci," sahut Caroline senang. Yudhi memperhatikan makanan di piring Caroline yang masih utuh. "Kau yang mengajak makan siang, tapi kau malah tidak memakan makananmu. Apa ini hanya modusmu untuk pergi denganku?" Wanita itu meloloskan tawanya. Pipinya bersemu merah. Ketahuan juga niatnya mengajak makan siang pria tampan di hadapannya itu. "Tadi aku lapar, tapi, setelah melihatmu makan dengan lahap, aku tidak lapar lagi," kekehnya. "Tidak masuk akal," ujar Yudhi. "Apa aku sudah mewakili rasa laparmu?" "Mungkin saja. Perutku tersugesti kenyang setelah melihatmu makan," gurau Caroline. Yudhi menggeleng seraya meloloskan senyumnya. "Makanlah. Tidak baik membuang-buang makanan. Masih banyak yang kelaparan di luar sana karena tidak bisa membeli makanan." "Aah, kau manis sekali," ucap Caroline dengan mata berbinar. Ia menunggu reaksi pria itu akan pujiannya. Yudhi terbahak kecil. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Makanlah," pintanya. "Baik, Pak," selorohnya. Caroline mulai menyuapi dirinya dengan sepotong roti Malabari Paratha yang ia cocok dengan kuah kari. "Mmmm," gumamnya menikmati lumernya roti di mulutnya. "Bagaimana prakteknya tadi pagi? Lancar?" tanya Yudhi berbasa-basi. Caroline seorang dokter gigi. Biasanya ia bercerita tentang tingkah laku pasien-pasiennya yang lucu. "Ya, ada kejadian lucu dengan salah satu pasienku. Aku memberinya anastesi total karena ada operasi di gusinya. Setelah bangun, dia melihatku seakan-akan aku adalah pacarnya yang telah meninggalkannya. Dia marah-marah, lalu menangis. Aku tidak bisa menahan tawaku. Dia sungguh lucu. Kau harus lihat ekspresi wajahnya saat memaki-makiku," cerita Caroline diselingi gelak tawanya. Yudhi ikut meloloskan tawanya sambil memperhatikan ekspresi wajah cantik Caroline. Sejujurnya ia sangat menarik. Ia ceria dan menyenangkan saat mereka terlibat obrolan. Tapi, Yudhi benar-benar belum memiliki getaran apapun padanya. Andaikan dulu, saat ia masih menjadi seorang womanizer, ia pasti akan memacari Caroline tanpa pikir panjang. Tapi, sekarang, entah kenapa ia begitu sulit untuk jatuh cinta lagi, setelah ia mengenal Dara, dan hatinya dipatahkan begitu saja. "Apa kau ada acara malam ini?" tanya Caroline saat tawa mereka mereda. "Mmm ... aku rasa tidak." Caroline tersenyum senang. Sepertinya ia mendapat lampu hijau dari Yudhi. "Aku punya undangan gala dinner di Le 58 Tour Eiffel. Acara launching buku temanku. Tapi, aku bingung harus mengajak siapa. Akan lucu kalau aku pergi ke sana sendirian." Ia memasang wajah memelasnya. Yudhi mengangguk-angguk. Tidak ada salahnya menerima ajakan wanita itu. Toh, nanti malam ia tidak ada rencana apapun. Dan di rumah pun, suasana terasa canggung jika harus makan malam bersama Yudha dan Dara. Antara canggung atau memang ia masih terganggu melihat kebersamaan mereka. "Jam tujuh malam. Apa kau akan menjemputku?" tanya Caroline disambut dengan anggukan kepala Yudhi. "Bagus sekali," lonjaknya gembira. Ia lalu menyantap rotinya dengan lahap. Hatinya begitu berbunga-bunga membayangkan nanti malam. Tidak sabar rasanya pergi ke sebuah acara dengan pria idamannya itu. *** "Cieh, rapi amat, Mas Yudhi, mau kencan, ya?" goda Zia saat melihat sang kakak keluar dari kamarnya dan berpakaian rapi. "Sok tahu, nih, anak kecil," jawab Yudhi sambil menoel pipi chubby Zia. Saat itu Alisha muncul dan mengerutkan kening melihat Yudhi yang sudah rapi. "Mau ke mana, Sayang?" tanya wanita itu, memperhatikan penampilan putranya dari ujung rambut ke ujung kaki. "Mas Yudhi mau kencan, Mam," celetuk Zia sambil meringis. Ia bersembunyi di balik punggung sang mama menghindari pipinya dicubit lagi oleh sang kakak. "Kencan? Serius?" Alisha membulatkan sepasang bola matanya. "Jangan percaya Zia, Ma. Aku cuma mau menghadiri gala dinner acara launching buku temannya temanku," terang Yudhi. "Temannya teman Mas Yudhi cewek, kan?" Zia masih berusaha menggodai sang kakak. "Mau tahu aja kamu," sungut Yudhi. Alisha terkekeh melihat interaksi kedua buah hatinya itu. Ia lalu merapikan kemeja yang membalut tubuh atletis Yudhi. "Jadi, tidak makan malam di rumah malam ini, dong," ucap Alisha seraya mengelus pipi putranya. "Iya, Ma. Maaf, ya?" Alisha mengulas senyumnya. "Tidak apa-apa. Selamat bersenang-senang, ya, Sayang." Saat Yudhi hendak berpamitan, ia melihat Yudha dan Dara baru saja menuruni tangga. Ia melempar senyum tipis pada pasangan itu. "Selamat pacaran, ya, Mas," kikik Zia, membuat Yudhi memelototinya. Gadis itu malah tertawa-tawa, lalu menjulurkan lidahnya. "Eh, Mbak Dara, Mas Yudha, Mas Yudhi mau kencan, tuh!" seru Zia sambil menunjuk Yudhi yang hendak berlalu. "Kencan? Siapa yang mau kencan?" Rere yang baru saja muncul di ruangan itu mengerutkan kening, memandang ke arah Zia. "Mas Yudhi, tuh!" tunjuk gadis remaja itu pada sang kakak. Rere tersenyum senang. "Serius? Akhirnya, Dhi. Siapa ceweknya? Dokter gigi yang pernah kamu ceritain itu, ya? Siapa namanya? Mmm ... Caroline, kan?" tebaknya. Yudhi melirik sekilas ke arah Dara. Istri kembarannya yang kebetulan juga sedang menatapnya itu buru-buru mengalihkan pandangannya. "Ya, Caroline," jawab Yudhi. "Sudah, ya ... aku mau jemput dia," pamitnya sembari memutar badan meninggalkan ruangan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD