Keputusan Yang Sulit

1108 Words
"Apakah Dara akan seperti mama saat aku nanti meninggal?" tanya Yudha lirih dengan tatapan sendu. "Kamu tidak akan meninggal, Sayang. Mbak Rere dan Yudhi sedang mencari obatnya. Kamu hanya tinggal semangat dan bertahan, ikuti semua terapi yang mereka lakukan." Alisha memberi semangat pada putranya. "Bagaimana kalau misalnya itu benar terjadi?" "Setiap wanita jika dia mencintai seorang pria, maka akan selamanya mencintai hingga maut memisahkan. Butuh waktu lama untuk beranjak dari masa lalu. Mama butuh waktu 1 tahun lebih, bahkan kalau boleh jujur, nama Rayyan masih ada di hati mama. Entah sama Dara, mungkin dia tidak akan pernah bisa move on dari kamu walau Yudhi sekalipun yang menggantikanmu. Karena saat ini, dia sangat mencintai suaminya dan itu adalah kamu." "Tapi Yudhi?" "Yudhi itu masa lalunya, sama seperti mama sama uncle Arthur yang sekarang malah menjadi suami Mbak-mu." Alisha terkekeh jika mengingat jalan hidupnya. "Kamu jangan terlalu mikirin hubungan Yudhi dan Dara. Itu semua masa lalu. Sekarang kamu harus berjuang hidup untuk anak kalian yang ada di dalam perut Dara sekarang." Alisha memeluk Yudha lalu mengajaknya masuk ke dalam mansion karena udara semakin dingin. Fabian memperhatikan dari jauh, dia berdiri di pinggir balkon kamarnya. Pria berdarah Paris-Indonesia itu senang melihat interaksi Alisha bersama anak-anaknya. Pria itu sebenarnya ingin ikut ke sana, hanya dia tahu terkadang anak kandung akan lebih dekat dengan mama kandungnya. Walaupun hubungan Fabian dan Yudha baik, tetapi tetap ada jarak di antara mereka. Fabian membiarkan Alisha yang mendekati dan memberikan solusi, walaupun itu terkadang saran darinya. Seperti tadi Alisha bercerita tentang jalan hidup Fabian bisa menjadi papa sambungnya. Fabian yang menyarankan agar Alisha menceritakan masa lalunya supaya Yudha memiliki gambaran dan bisa membuat keputusan. "Tidurlah, jangan sampai kamu sakit." Alisha mencium kening Yudha sebelum dia keluar kamar putranya itu lalu menutup pintu kamar. Setelah mengutarakan isi hati yang mengganjal dengan sang ibu, hati Yudha sedikit tenang dan dia bisa tidur dengan nyenyak. *** "Di sini kamu rupanya," ucap Alisha, pasalnya setelah dari kamar Yudha, Alisha langsung kembali ke kamar, tapi tidak menemukan suaminya di kasur atau kamar mandi. Alisha melihat pintu balkon kamar terbuka sedikit dan mendatanginya. Fabian langsung memeluk erat Alisha. Dia tahu jika sang istrinya sedang banyak beban pikiran. "Bagaimana?" tanya Fabian. "Dia sama seperti daddy-nya," jawab Alisha jujur. Fabian mencium puncak kepala istrinya lembut dengan senyuman. *** Di Rumah Sakit. Sama seperti saudara kembarnya, Yudhi pun juga tidak bisa tidur. Masih dengan jas putih kebanggaannya dia berdiri di pinggir jendela menatap keluar. Matanya memandangi lampu jalan yang berkedip kecil-kecil, tapi dapat menerangi jalanan di sana. Tanpa Yudhi sadari, Dara memperhatikannya. Pantulan wajah Yudhi dapat dia lihat. Wanita hamil itu tahu tubuh Yudhi di sana, tapi pikirannya entah ke mana. Selama memandang Yudhi, batin Dara terus bermonolog. Bagaimana aku meyakinkan Yudha kalau aku mencintainya sejak benihnya tumbuh subur di rahimku? Tidak ada kata terlambat bukan? Di saat aku mencintai suamiku, tapi dia malah meragukanku karena Yudha baru mengetahui masa lalu ku pernah memiliki hubungan dengan saudara kembarnya, Yudhi. Dia memang pernah singgah di hatiku, tapi semua sudah pupus, hanya menjadi masa lalu. Semua orang juga pasti punya masa lalu bukan? Aku tidak mungkin bisa mengendalikan jalan pikiran suamiku yang sedang galau. Padahal aku terus melangkah menghapus jejak Yudhi di ingatanku tapi Yudha seakan tidak percaya. Apa yang harus aku lakukan? Yudhi dan Dara saling tatap lewat pantulan kaca. Cukup lama sampai akhirnya Yudhi yang memutus tatapan itu seperti dulu hubungan mereka berakhir karena dia yang lebih dulu memutuskan menghilang ke Korea. Pria itu menarik napasnya, "Kenapa kamu terbangun? Ada keluhan?" tanyanya sambil mendekat ke ranjang Dara. Dara menggeleng sambil mengusap perutnya. Wanita itu mengatur napasnya yang sedikit sesak karena bayi dalam kandungannya sudah cukup besar dan mulai menyesakkan. Yudhi menyentuh perut Dara dan mengusapnya pelan. Pantas Dara terbangun karena pergerakan bayinya sangat aktif. Yudhi merasakan tendangan kecil dari dalam. "Laki-laki atau perempuan?" tanyanya. "Laki-laki," jawab Dara singkat. "Hei, Boy. Jangan buat mamamu kesulitan. Be a good boy, oke? Ini sudah malam sebaiknya kamu tidur jangan main bola di dalam sana. Kita akan main bola jika sudah saatnya." Seketika, bayi itu menghentikan tendangannya seolah menurut karena ucapan Yudhi. Bayi di dalam perut Dara langsung terdiam. Yudhi dan Dara terkekeh pelan. "Bayi saja tahu komunikasi, kenapa orang dewasa tidak bisa berkomunikasi dengan baik sampai salah paham sejauh ini?" sindir Dara. "Jangan terlalu banyak pikiran, sebaiknya kamu tidur lagi," bujuk Yudhi. *** Esok paginya. Semua anggota keluarga menikmati sarapannya bersama, kecuali Dara, Yudhi dan Rere yang sedang di rumah sakit. Orang-orang itu sarapan di sana. "Yudha, kamu harus habiskan itu semua supaya memiliki stamina," ucap Fabian. "Iya, Pa," jawabnya singkat. "Marcel," tegur Fabian. Lelaki itu sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Fabian tahu game adalah pekerjaan Marcelo saat ini, tapi bukan berarti dibawa kemeja makan. Berpuluh tahun Fabian menjadi pengusaha dan ia tidak pernah sekali pun membawa pekerjaan saat makan. Sudah berulang Fabian menasehati Marcel. Namun, putranya itu benar-benar jiplakan dirinya. Alisha tersenyum tipis. "Sayang, please," pinta Fabian. Dia tahu sang istri tersenyum tipis karena meledeknya. "Apa, Sayang? Tidak bolehkah aku tersenyum?" elak Alisha. Fabian menarik tangan Alisha lalu menciumnya. Yudha melihat interaksi kedua orang tuanya sampai setua itu mereka masih mesra, komunikasi mereka sangat baik. Pria itu berharap dia dan Dara bisa berkomunikasi dengan baik. Agar hubungan mereka tatap mesra sampai tua. Tapi seketika dia teringat akan penyakitnya. Akankah dia bertahan sampai tua? Sedangkan sudah banyak dokter angkat tangan. "Mam, hari ini boleh tidak aku ikut menjenguk Mbak Dara di rumah sakit?" tanya Zia. Suara cempreng Zia membuyarkan lamunan Yudha. Dia langsung menoleh menatap adik perempuannya itu. "Jangan, Ma. Nanti pasien di rumah sakit pada sekarat mendengar suaranya," goda Marcel. Bibir Zia sudah mengerucut kesal. Sesaat, Yudha terkekeh melihat kelakuan adik-adiknya. Seperti biasa ruang makan selalu ramai dengan interaksi satu sama lain anggota keluarga. *** "Sayang, aku kekantor sebentar, kalau kamu jadi ke rumah sakit kabari ya, biar aku langsung ke sana jemput kamu," ucap Fabian sebelum dia masuk kedalam mobilnya. "Iya, Sayang. Hati-hati di jalan," balas Alisha lalu dia mencium pipi Fabian. Tidak cukup dengan cium pipi pria itu, Fabian membalasnya dengan mencium bibir istrinya singkat. Setelah Fabian berangkat, Alisha kembali masuk ke dalam mansion. Dia mencari Yudha di kamar. "Loh kok belum siap? Gak ikut ke rumah sakit?" tanya Alisha. Yudha menggeleng, "Aku gak enak badan, Ma. Mungkin karena semalam terlalu lama di luar," alasan Yudha. "Dara pasti menunggu kamu," bujuk Alisha, tapi Yudha keras kepala dia bertahan dengan keputusannya tidak ikut menjenguk istrinya. Semalaman dia berpikir dan mengambil keputusan. Mulai har,i ini dia akan perlahan menjaga jarak dari Dara. Dia melakukan itu agar wanita itu nantinya tidak merasa kehilangan dirinya jika suatu saat dia meninggal. Yudha dengan keputusannya dan caranya sendiri sama seperti ayahnya, Rayyan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD