bc

CEO, Harta dan Wanita

book_age16+
4.5K
FOLLOW
31.9K
READ
possessive
family
love after marriage
arranged marriage
sporty
CEO
drama
bxg
city
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Setiap hari dalam satu bulan Dirgayasa Evandra melakukan hal yang romantis dengan memberikan mawar merah sebanyak tanggal hari itu. Beruntungnya Gayatri yang mendapatkan perhatian berlebih dari Dirga. Hingga pada akhirnya bunga mawar itu tidak pernah diterima lagi oleh Gayatri. Gayatri hanya menerima dua puluh delapan bunga mawar.

CEO Possesif itu tak sepossesif dulu lagi setelah bertemu dengan mantan istrinya, Perjuangan Gayatri mendapatkan kembali Dirga terhalang adanya anak kandung Dirga dan Alvira.

Meski pada akhirnya Gayatri memenangkan hati Dirga, pernikahan mereka tak luput dari masalah baru, Sanggupkah DIRGAYASA EVANDRA menjadi CEO, SUAMI dan LELAKI yang bertanggung jawab?

Cover by: arashop

chap-preview
Free preview
Pertemuan
PT MUTIARA JATI-BANDUNG JAWA BARAT “Pak Dirga, pertemuan dengan PT Dewa Jati Sanjaya satu jam dari sekarang.” “Baik Dennisa, siapkan mobil. Dan tolong pindahkan janji temu dengan Mr Yun jadi Selasa,” perintah Dirga. Gadis yang dipanggil Dennisa membuka catatannya. “Tapi, Pak. Pertemuan dengan Mr Yun sudah dua kali di tangguhkan, apa tidak akan jadi masalah ke depannya?” Dirga melupakan sesuatu, ketika melihat Kalender dilingkari dengan spidol merah bentuk hati dia ingat hari itu adalah ulang tahun pernikahannya yang kedua. Tidak mungkin lelaki itu tidak memberikan sesuatu yang spesial untuk Gayatri, perempuan lemah lembut yang dia nikahi hampir dua tahun yang lalu. “Selain Mr Yun, apa ada pertemuan lain pada hari selasa?” “Tidak ada, Pak.” Dennisa berucap mantap. “Jadi, pindahkan pertemuan dengan Mr Yun pukul delapan pagi. Dan kosongkan jadwal saya sesudahnya.” Dirga bangkit dari tempat duduknya. “Baik, Pak. Mobil sudah menunggu di depan lobi, silakan,” ujar Dennisa, lelaki itu lantas berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah mantap diikuti sekretarisnya. Dirgayasa Evandra, CEO Mutiara Jati Furnitur, perusahaan Manufaktur Furnitur terbesar di Jawa barat. Dari ruangannya, dia melewati deretan meja karyawan yang selalu menunduk patuh kala melihat lelaki itu lewat. Setelah mendapatkan gelar master di Australia, dia mengambil alih perusahaan dari tangan sang Ayah. Pada saat itu Mutiara Jati benar-benar berada di ambang pailit karena ulah sahabat sang Kakek yang diakumulasikan dengan ketidakmampuan Dewanto Evandra untuk mengatasi semua permasalahan yang menimpa Mutiara Jati. Bertahun-tahun Dirga berusaha mengembalikan kejayaan Mutiara jati. Semua takjub dengan kemampuan lelaki itu yang mampu mengukuhkan Mutiara Jati sebagai Manufaktur furnitur terbesar di Jawa barat. Mobil menunggu, Pak Yos, Sopirnya sedang berbincang dengan salah satu karyawan. Tergopoh-gopoh lelaki tua itu membukakan pintu mobil. Karyawan yang berbincang dengan sopirnya tadi menepi, dan menganggukkan kepalanya takzim. Dennisa yang menemani pertemuan bisnis ini duduk di samping sopir. Dirga dengan leluasa menyandarkan tubuhnya kemudia terpejam. Biasanya lelaki itu akan tetap bekerja di mana pun, kali ini rasa lelah membuatnya menutup mata. Memikirkan kejutan untuk Gayatri hari Selasa nanti. “Dennisa, ingatkan saya untuk mampir ke florist usai pertemuan nanti.” “Biar saya yang belikan seperti biasanya, Pak. Bunga untuk perusahaan mana?” tanya Dennisa. “Tidak perlu, ini untuk istri saya, harus saya yang pilih.” Dennisa senyum sendiri, perempuan mana sih yang tidak menginginkan memiliki suami seperti Dirga. Setia, romantis dan baik seperti atasannya. Perempuan itu mencatat dalam note agar tidak lupa dengan permintaan Dirga. Setelah mobil yang dikendarai pria dengan rambut beruban itu menembus kepadatan lalu lintas di pusat kota Bandung akhirnya sampai di Crowne Plaza Bandung. Hotel bintang 5 yang sangat strategis untuk melakukan pertemuan bisnis. Langkah Dirga tergesa, meeting dengan perwakilan perusahaan pemasok kayu akan segera di mulai beberapa saat lagi. Demi profesionalitas, Dirga tidak boleh terlambat meski hanya beberapa menit saja. Lift mengantarkan lelaki itu dengan sekretarisnya ke lantai 23, di mana ruang meeting premium Amethys Room yang merupakan ruang pertemuan tertinggi kota Bandung berada. Tiga pasang mata memandangnya dengan hormat saat dia melangkah pasti dalam ruangan. Dirga terpaku ketika menjabat tangan seorang Wanita dengan balutan Blazer dan rok span yang elegan. Rambutnya panjang, hitam dan legam. Wanita itu dengan profesional memperkenalkan diri sebagai Dealvira Firdausy Sakti. Putri dari CEO PT Dewa Jati Sanjaya. Meeting dimulai. Konsep ruangan Boardroom sengaja diminta khusus oleh pihak Dewa Jati Sanjaya karena peserta meeting kali ini hanya dihadiri lima orang saja. Meja panjang berada di tengah-tengah para peserta yang duduk berhadapan.  Konsep ini dipilih agar dapat memaksimalkan komunikasi dan interaksi para peserta satu sama lain. Agar diskusi perihal kerjasama mereka dapat berjalan dengan lancar. Namun, untuk pertama kalinya Dirga kehilangan fokus. Berkali-kali dia menatap tanpa kedip ke arah Dealvira. Hingga berkali-kali pula Dennisa mengingatkan atasannya. “Maaf, silakan lanjutkan.” Dealvira yang biasa disapa Alvira itu melanjutkan. Sungguh profesional, batin Dirga. Lima puluh menit berlalu. Kesepakatan antara Mutiara Jati dan Dewa Jati Sanjaya akhirnya dibuat. “Terima kasih atas kepercayaannya, Pak Dirga. Semoga kerja sama ini bisa berjalan dengan baik,” tutur Alvira. “Sama-sama, Alvira,” sahut Dirga. Lelaki itu menyebut nama Alvira nyaris berupa bisikan. Jabatan tangan mereka terlepas menyisakan kehampaan. Dirga yang berjalan di depan Dennisa menghentikan langkahnya. “Dennisa tunggu di mobil, saya akan bicara sebentar dengan Bu Alvira.” “Baik, Pak,” jawab Dennisa. Dirga membiarkan Dennisa serta dua orang yang membersamai Alvira keluar ruangan meeting demi berbicara dengan perempuan dari masa lalu yang kini hadir kembali. Lebih dari 17 tahun keduanya tidak bertemu. Banyak hal yang ingin Dirga ketahui dari perempuan yang pernah hancur hidupnya gara-gara kekhilafan Dirga. “Alvira, senang bertemu denganmu.” Dirga memulai percakapan, kali ini sebagai ... mungkin teman. “Gaa, duh gak nyangka banget kita bisa ketemu dalam kesempatan ini, by the way makan siang, yuk, biar lebih santai obrolan kita.” Dirga menghela napas lega. Dia mengira Alvira akan marah karena kejadian masa lalu yang membuat mereka sama-sama menderita, nyatanya Alvira tetaplah Alvira, sosok yang selalu ceria dengan senyuman yang tetap sama persis seperti tujuh belas tahun yang lalu. Dirga berpikir sejanak. Dia mengingat-ngingat apakah ada jadwal lain setelah pertemuan ini atau tidak, tetapi jika menolak, kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali, lagi pula lelaki itu sungguh merindukan perempuan berambut panjang yang kini sedang tersernyum ke arahnya. “Boleh, silakan tentukan tempatnya, saya ngikut aja,” cetus Dirga. “Gak di hotel ini saja?” saran Alvira. “Enaknya sih tempat yang bisa makan sambil ngopi-ngopi, saya kangen,” celetuk Dirga. “Maaf.” Alvira tertawa renyah, “Tidak apa-apa, sejujurnya saya juga kangen.” “Kamu bawa mobil?” tanya Dirga. “Saya diantar sopir, kalo kamu bawa mobil, saya pakai mobil kamu boleh, nanti biar saya yang nyetir.” “Bawa, kalau begitu, mari.” “Sebentar sayan hubungi dulu Dennisa.” Alvira mempersilakan, perempuan itu menatap punggung Dirga yang terlihat kokoh. Yang paling membahagiakan adalah lelaki yang pernah dan selalu bertahta dalam hatinya tidak berubah sedikit pun. Pemilik rambut hitam legam itu sangat yakin, masih ada cinta dari tatapan mata Dirgayasa. “Halo, Dennisa, kamu kembali saja ke kantor. Saya ada urusan biar nanti saya hubungi Pak Deni kalau urusan selesai.” “Bagaimana dengan bunga, Pak?” Dennisa mengingatkan, betul lelaki itu terlanjur janji untuk memberikan bunga pada istrinya, sudah menjadi kebiasaan sejak awal mereka menikah hingga sekarang. “Tolong belikan buket mawar, pastikan isi dalam buket berjumlah dua puluh delapan tangkai mawar. Pilih yang paling segar dan langsung kamu kirimkan,” tegas Dirga. Alvira sedikit terhenyak mendengar titah Dirga pada sekretarisnya. Dia berpikir keras, siapakah orang spesial yang beruntung mendapatkan dua puluh delapan tangkai mawar tersebut? “Baik, Pak, dua puluh delapan tangkai, enggak digenapin tiga puluh, Pak?” usul Alvira. “Dua puluh delapan sesuai dengan tanggal hari ini.” “Baik, Pak.” Dirga memutus sambungan telepon. Batinnya sedikit berteriak karena untuk pertama kalinya lelaki itu melanggar janji. Memilih bunga untuk Gayatri sang istri tidak dengan tangannya sendiri. Begitu pun dengan Alvira, dalam diam pikirannya melayang ke mana-mana, kira-kira siapa perempuan beruntung yang mendapat dua puluh delapan tangkai mawar dari Dirga? Pilihan mereka jatuh pada sebuah kafe dekat dengan hotel. Suasana kafe terlihat sangat santai dengan life musik dari sebuah band lokal. Vocalisnya terlihat sangat muda, ramah dan membuat seluruh pengunjung kafe ikut larut dalam musik yang dia bawakan. Alvira dan Dirga menjadi pasangan yang sedikit berbeda, pasalnya di antara semua pengungjung hanya mereka yang menggunakan setelan resmi. “Sepertinya kita salah masuk kafe,” bisik Alvira. “Tidak apa-apa, gak akan di usir sekuriti.” Jawaban Dirga membuat perempuan itu tertawa lagi. Tawanya membuat Dirga merasa disengat ribuan lebah. Alvira dan Dirga memilih tempat duduk dekat jendela, agak jauh dari panggung. Mereka sengaja memlilih tempat itu karena spot pemandangannya sungguh indah, selain jauh dari panggung, pemandangan yang disuguhkan sungguh membuat pertemuan keduanya makin menyenangkan. Gemericik air mancur meningkahi tingkah keduanya yang tiba-tiba dipeluk canggung. “Lama tidak bertemu kamu terlihat sangat dewasa,” ucap Dirga. Mata elangnya menatap Alvira possesif. “Lama tidak bertemu hanya itu yang bisa kamu katakan?” sindir Alvira, Dirga terkekeh karenanya. Keinginan bertemu dengan Alvira adalah hal yang sudah lama dia kubur dalam-dalam. Dia menyerah dalam pencariannya dan akhirnya bertemu dengan Gayatri. Gadis lemah lembut dan berwawasan itu sudah mengobati luka-luka masa lalu Dirga hingga kini dia bisa berdiri tegar sebagai CEO di PT Mutiara Jati. “Ga,” sapa Alvira, tidak ada embel-embel Bapak seperti saat meeting tadi atau pun Kakak seperti dahulu saat keduanya menjalin hubungan asmara. Dirga mengerjap, menyadari bahwa baru saja angannya melayang jauh entah ke mana. “Maaf, saya ....” “Gak usah seformal itu kali, Ga. Jangan pakai Saya segala, rasanya sedang ngobrol sama partner kerja tau, gak?” potong Alvira. “Baiklah, kalau begitu ....” Apa yang hendak Dirga katakan kembali terpotong, kali ini dengan kedatangan waiters yang membawa buku menu. Setelah memilih makanan dan minuman yang mereka pesan, keheningan kembali menyergap mereka. “Kamu menghilang,” lirih Dirga. “Kamu yang ninggalin aku,” balas Alvira. “Tapi yang penting sekarang sudah bertemu lagi, aku seneng, Ga.” Dirga tersenyum getir. Seandainya dia bertemu dengan Alvira beberapa tahun lalu. Kini hatinya sudah terikat dengan cinta tulus wanita lain. Ditatapnya mata penuh semangat yang memancarkan rasa bahagia itu dengan perasaan bersalah. “Kamu gak seneng ketemu aku, Ga?” “Maaf Ra, tapi saat ini aku sudah menikah. Mungkin kita memang tidak berjodoh, kamu bukanlah takdirku, Ra.” Alvira tampak biasa saja. Namun, siapa sangka, dalam hatinya tersimpan berbagai perasaan yang dia sendiri tidak mengerti rasa apa itu. “Kamu pernah berjanji, Ga. Itulah kenapa sampai setua ini aku masih sendiri, puluhan Pria yang disodorkan papi aku tolak karena aku percaya kita akan bertemu lagi. Aku tutup kuping dari pertanyaan keluarga besar kapan aku menikah dan aku ....” Tangan kokoh itu memeluk Alvira yang mulai tidak menahan emosinya. Hingga waiters tiba menyajikan makanan perempuan itu masih betah menumpahkan tangis di pelukan Dirga. Membuat lelaki itu merasa bersalah pada Gayatri sang istri yang kini sedang menantikan dua puluh delapan tangkai mawar di rumahnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Broken

read
7.2K
bc

Noda Masa Lalu

read
196.4K
bc

Turun Ranjang

read
581.5K
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
18.6K
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Istri Muda

read
394.2K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook