CHAPTER 13 ~ AKHIRNYA KUMENEMUKANMU!

1131 Words
Mobil Mercedes benz berwarna putih tampak berhenti di depan sebuah resto bintang lima. Tak lama kemudian Lingga turun dan berjalan tergesa-gesa, mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat parkir seolah-olah tengah mencari seseorang. "Di mana dia?" tanyanya mulai bermonolog, tanpa menghentikan kegiatannya. Ya, tentu saja kedatangannya ke tempat itu bukan tanpa tujuan. Setelah beberapa minggu mengutus orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Arsyila, akhirnya ia mulai menemukan titik terang. Lingga sangat berharap jika informasi yang didapat kali benar adanya bahwa Arsyila memang sedang berada di tempat itu. "Aku pasti menemukanmu, Syil," ucap Lingga lagi sangat yakin jika Arsyila memang berada di sana. Baru saja Lingga akan membalikkan badan dan mencari Arsyla ke arah utara, tiba-tiba ia mendapati sosok wanita tidak asing dengan pria yang tidak dikenalnya hendak masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam. Mereka tampak berdiri membelakanginya, kurang lebih lima meter dari tempatnya berdiri. Kendati begitu, Lingga sangat mengenali sosok wanita itu dan ia yakin jika wanita yang dilihatnya kali ini adalah Arsyila. "Arsyila!" Lingga refleks memanggil, sehingga membuat sepasang insan itu mengalihkan perhatian ke arahnya. Benar saja. Meski sudah lama tidak bertemu, Lingga masih sangat mengenali sosok Arsyila. Ia melihat dengan jelas keterkejutan Arsyila saat melihat dirinya. Tidak seperti pria asing itu yang terlihat santai dan biasa saja. Pria asing itu hanya menatap Arsyila penuh tanya, lalu menatap ke arah Lingga kembali. Lingga dan Arsyila tampak beradu pandang beberapa saat. Betapa Lingga sangat bahagia bisa melihat kembali sosok wanita yang sampai detik ini masih melekat di hatinya. 'Akhirnya aku menemukanmu, Syil,' bisik Lingga dalam hati sambil menerbitkan senyum bahagia. "Ayo pergi!" Alih-alih menghampiri Lingga, Arsyla justru mengajak pria di sampingnya untuk segera pergi dari tempat itu dan pria itu pun langsung membukakan pintu mobil untuk Arsyila, sebelum ia menyusul masuk ke mobil. Hal itu sontak mambuat Lingga heran. Tidak ingin kehilangan kesempatan, ia pun segera berlari menghampiri mobil itu sambil memanggil Arsyila. "Syil, tunggu! Kita harus bicara!" teriak Lingga. Namun, sial. Arsyla dan pria itu telah lebih dulu masuk mobil dan tak lama mobil itu melaju cepat. Lingga bergerak cepat. Ia tidak ingin menyerah begitu saja. Secepatnya ia masuk kembali ke mobil dan mengejar mobil yang ditumpangi Arsyila. Hingga mobil itu terhenti di sebuah hotel bintang lima, tepat di pusat kota yang sebenarnya tidak jauh dari tempat tinggalnya saat ini. "Kamu nggak akan bisa lari dari aku, Syil," gumam Lingga yakin. Dari dalam mobil, ia memperhatikan Arsyila yang turun dari mobil sendirian, sesaat kemudian mobil pria asing itu melaju kembali. Lingga segera mengambil kesempatan. Ia buru-buru turun mengejar Aruna yang sudah memasuki hotel. Namun, sial. Saat ia akan menyusul, dua orang security justru mencegatnya. "Maaf, Pak, Anda tidak diizinkan untuk masuk!" tegas salah satu security itu yang berhasil membuat Lingga sedikit emosi. "Saya mau bertemu dengan pacar saya. Minggir kalian!" Lingga berusaha keras mendorong kedua security itu agar bisa menerobos masuk. Namun, tetap saja ia gagal dan tidak diberikan izin, meski sudah mencari banyak alasan. Lingga yakin security itu sudah bekerjasama dengan Arsyila. Entah kesalahan apa yang telah ia perbuat, sehingga Arsyila sangat berusaha keras untuk menghindarinya. "Sebaiknya Anda pergi sebelum kami melaporkan Anda karena telah mengganggu kenyamanan tamu kami!" Ancaman salah satu security berbadan tegap membuat Lingga menciut seolah-olah tidak memiliki keberanian apa pun. Padahal ia bisa melakukan apa saja yang ia mau, termasuk membuat kedua security itu tunduk padanya. Namun, ia tidak ingin jika urusannya semakin panjang. Kedatangannya ke tempat itu untuk mencari Arsyila, bukan mencari perkara. Setidaknya ia sudah tahu di mana Arsyila tinggal dan bisa kembali esok hari. 'Tunggu aku, Syil. Aku pasti akan ke sini lagi,' gumam Lingga dalam hati, lalu ia pergi dengan rasa kecewa. Sementara di tempat lain, Aruna tampak panik memikirkan Lingga yang pergi begitu saja. Sejak tadi ia mondar-mandir tidak jelas sambil bertanya-tanya. Entah mengapa kali ini ia merasa sangat khawatir pada pria itu. "Dia ke mana, sih? Bisa nggak sih, nggak usah bikin gue cemas?" ucapnya sambil menatap layar ponsel yang sedari tadi sudah di genggamannya. Ia ingin sekali menghubungi Lingga, tetapi tidak memiliki keberanian. Selain tahu jika Lingga tidak suka diganggu olehnya, ia juga yakin pria itu akan sangat marah jika dihubungi. Namun, kali ini ia benar-benar khawatir. "Bodo amat, dia mau marah atau nggak. Yang penting gue tau dulu kabarnya sekarang!" tegas Aruna seraya menekan layar ponselnya. Meski ragu, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Lingga. Ia tidak mau jika terus-terusan dihantui rasa khawatir. Setidaknya dengan mengetahui kabar Lingga yang baik-baik saja, ia bisa lebih tenang dan secepatnya bisa istirahat. Akan tetapi, sial. Setelah berulang kali dia men-dial up nomor kontak Lingga, tetap saja tidak mendapat jawaban. Tentu hal itu membuatnya semakin tidak bisa tenang. "Dia ada masalah apa, sih? Nggak biasanya buru-buru banget kayak gitu. Mana telepon gue nggak diangkat lagi. Nyebelin banget. Kabarin, kek. Apa susahnya?" gerutu Aruna kesal. Sebelah tangan wanita itu tampak berkacak pinggang. Ia kemudian menghela napas berat, merasa lelah dengan rasa khawatir yang terus menghantuinya. "Astaga ... bikin repot aja nih orang. Nggak tau apa kalau gue di sini khawatir? Argh!" Aruna mengerang frustasi, lalu menggaruk lehernya yang tidak gatal. Bingung? Sudah pasti. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Mencari pun harus ke mana. Tidak seharusnya ia mengkhawatirkan Lingga dengan berlebihan seperti itu. Namun, hatinya tidak bisa bohong. Sekeras apa pun dia mencoba menampik perasaan itu, tetap saja tidak terlekkan. "Bodoh banget lu, Na! Ngapain juga khawatirin dia. Dia aja nggak pernah peduli sama lo. Udahlah, biarin aja dia pulang dan pergi sesuka hati!" Aruna mengumpat, berusaha mensugesti dirinya sendiri agar tidak terlalu memikirkan Lingga yang belum tentu memikirkannya. Akan tetapi, lagi-lagi ia gagal. Nyatanya, tidak semudah itu ia mengendalikan perasaannya. Bahkan, sebanyak apa pun alasan logis yang ia cari, tetap saja tidak mampu mengalihkannya dari rasa khawatir. "Tapi kalau ternyata dia terlibat masalah serius dan kenapa-kenapa gimana?" Wanita berkaus putih itu mulai berpikir negatif. Ah, ini bukan karena ia sudah menaruh perasaan lebih pada suaminya. Kecemasannya timbul karena ia melihat Lingga yang pergi dengan raut wajah yang panik. Itulah alasannya mengapa ia juga begitu panik dan khawatir saat ini. "Gue coba lagi, deh. Barangkali tadi dia lagi sibuk nyetir." Tidak ingin menyerah begitu saja, Aruna pun kembali menghubungi Lingga hingga terdengar suara nada sambung yang terngiang di telinganya. Namun, tetap saja tidak ada jawaban hingga ia mengulangnya sebanyak tiga kali. "Astaga, lo lagi ngapain sih di sana? Heran gue, nggak ada pedulinya sama sekali sama orang!" kesal Aruna lagi-lagi menggerutu sambil menatap layar ponsel. "Lo nggak tau kan kalau lo udah ganggu waktu istirahat gue, hah?" ucap Aruna lagi sambil membeliakkan mata dengan tatapan yang masih fokus ke arah yang sama. "Awas aja! Kalau lo balik gue bakal ...." Aruna menggantung ucapannya saat suara derit pintu terdengar. Ia langsung mengalihkan perhatiannya ke arah pintu dan mendapati Lingga yang masuk dengan raut wajah yang sedikit kusut, tetapi masih terlihat tampan seperti biasanya. "Bakal apa?"

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD