CHAPTER 1 : JADI SASARAN

1058 Words
"Kakakmu di mana, Aruna?" Aruna tersentak saat baru saja memasuki rumah dan langsung ditodong pertanyaan semacam itu oleh papanya. Sontak ia menghentikan langkah dan langsung memutar badan ke arah pria paruh baya yang berdiri di sampingnya. "Kenapa Papa tanya aku? 'Kan aku baru pulang kerja," jawab Aruna datar. Sudah bukan hal tabu lagi bagi Aruna, jika setiap hari yang ditanyakan orang tuanya adalah Arsyla. Ya, memang selalu dirinya yang menjadi sasaran saat terjadi sesuatu dengan kakaknya. "Kamu itu gimana? Harusnya sebagai adik, kamu tahu ke mana saja kakakmu pergi!" gerutu Indra Gumilar sedikit membentak. "Ya ampun, Pa ... Kak Syla udah gede. Kenapa juga aku yang harus repot jaga dan ikut campur urusannya?" kesal Aruna seraya membenarkan tas ransel yang tersampir di bahu kanannya. "Nggak usah terlalu khawatir. Kalau urusannya udah selesai, dia pasti pulang sendiri, kok," imbuhnya sedikit ketus seolah-olah tidak peduli. "Kamu—" "Udahlah, Pa. Aku capek, lagi gak mau ribut. Aku mandi dulu," pungkas Aruna berusaha menghindari perdebatan kecil dengan papanya. Wanita yang sedikit tomboy itu tampak meninggalkan papanya begitu saja. "Aruna, Papa belum selesai bicara!" teriak Indra yang tidak digubris sama sekali oleh Aruna. Aruna terus berjalan, bahkan sedikit berlari menaiki anak tangga satu per satu. Sungguh sikap Indra sangat mengganggu mood-nya hari ini. Sepertinya menghindar adalah keputusan yang tepat daripada harus terlibat perdebatan lagi dengan sang papa seperti sebelumnya. "Aruna, kakakmu belum pulang dari tadi malam!" Langkah Aruna terhenti saat mendengar suara lantang Indra. Ia pun sedikit memutar kepalanya ke bawah, menatap sang papa yang masih berdiri di tempat yang sama dan juga tengah menatap dirinya. Wanita itu terdiam beberapa saat sebelum menanggapi ucapan Indra. Ia seolah-olah tengah berpikir apa yang sebenarnya telah terjadi sampai Arsyla tidak pulang. Ini tentu bukan hal yang biasa dilakukan oleh kakanya. Ia pun tampak sedikit bingung dan mulai khawatir. Namun, memilih untuk menunjukkan sikap seolah-olah tidak peduli. "Aku nggak tahu, Pa," jawab Aruna sedikit lebih lembut dari sebelumnya. Ia tahu betul kekhawatiran Papanya pada Arsyla. Berbeda sekali ketika padanya yang bahkan tidak pernah dikhawatirkan seperti itu. "Telepon saja, dia pasti bawa HP 'kan, Pa?" ucap Aruna lagi seraya menekuk lehernya ke kiri dan kanan secara bergantian, sekadar ingin menunjukkan bahwa ia sedang sangat lelah dan ingin segera beristirahat. "Nomornya tidak aktif," keluh Indra seraya menatap sendu putri bungsunya. “Sudah hubungi Mas Lingga?” Aruna menatap penuh selidik. “Sudah. Dia pun tidak tahu. Makanya Papa tanya kamu. Harusnya kamu tahu di mana kakakmu!” tukas Indra yang lagi-lagi terkesan menyalahkan Aruna. Aruna menghela napas sejenak. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Yang penting sebisa mungkin ia harus bisa menenangkan kekhawatiran orang tuanya. "Aku akan coba hubungi teman-temannya, Pa," ujar Aruna, lalu beranjak pergi menuju kamarnya. Ia berjalan dengan ekspresi bingung. Meski selama ini terkesan cuek, tetap saja hatinya tidak bisa bohong bahwa ia juga sangat peduli pada kakaknya. Selama ini, orang tua Aruna memang selalu memperlakukannya beda dengan Arsyla. Dibanding dirinya, Arsyla lebih sering mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Bahkan, ia selalu dituntut untuk mengalah. Ia pun tidak mengerti mengapa orang tuanya bersikap seperti itu. Sempat ia berpikir bahwa dirinya bukanlah anak kandung mereka. Namun, selalu berusaha ditampiknya kembali. Masih dengan ekspresi yang sama, Aruna menutup pintu kamarnya perlahan dan berdiri di depan pintu untuk beberapa saat. “Kak Syla ke mana, ya? Tumben banget nggak pulang?” Tanpa berpikir panjang, Aruna segera menghubungi satu per satu beberapa teman Arsyla yang ia kenal. Bahkan, ia juga menghubungi Lingga, calon suami Arsyla. Namun, tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaan Arsyla saat ini. “Oh … nggak ada, ya? Baik, terima kasih ya, Kak.” Aruna menutup telepon kembali untuk nomor terakhir yang ia hubungi. Tidak ingin menyerah sampai di situ, ia pun mulai menghubungi nomor Arsyla. Walaupun papanya sempat memberi tahu bahwa nomor kontak Arsyla tidak aktif, tetapi tidak ada salahnya jika ia mencoba. Hingga suara nada sambung membuatnya sedikit tersentak. “lah, ini nomornya aktif,” gumam Aruna sambil terus menikmati suara nada sambung yang tak kunjung berakhir itu. “Kok, nggak diangkat? Kak, angkat dong, please!” imbuhnya penuh harap. Sial. Usaha Aruna berakhir sia-sia. Arsyla tetap tidak menerima panggilan telepon darinya. Bahkan, beberapa kali panggilannya justru mental. Tentu saja hal itu membuatnya semakin bingung dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan kakaknya itu? Ah, ia menjadi semakin khawatir. Belum sempat ia menghakhiri lamunan, suara derit pintu membuatnya tersentak dan langsung menoleh ke belakang, Tampak Indra yang muncul di dalam ruangan pribadinya. “Papa sudah dapat kabar dari Kak Syla?” tanya Aruna refleks. Ia menatap penuh tanya. “Aku suda menghubunginya, tapi teleponku nggak diangkat,” ucap Aruna lagi dengan ekspresi wajah yang sedikit panik. Sementara Indra masih diam seolah-olah sedang menyembunyikan sesuatu dari Aruna. Pria paruh baya itu berjalan perlahan hingga langkahnya terhenti tepat di depan Aruna. Sesaat kemudian ia menghela napas pendek, sebelum menanggapi pertanyaan putrinya itu. “Ya, Papa sudah dapat kabar dari Arsyla. Baru saja dia menghubungi Papa,” ujar Indra dengan bicara sedikit berat. “Kak Syla baik-baik saja ‘kan, Pa?” tanya Aruna dengan antusias. Terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya. Ya, walau bagaimanapun Arsyla adalah kakaknya. Seburuk apa pun, Aruna akan tetap peduli pada sodara perempuan satu-satunya itu. “Dia minta kamu buat gantiin dia.” Mendengar ucapan itu, Aruna langsung memicingkan sebelah matanya. Sedikit pun ia belum bisa mencerna ke mana arah pembicaraan sang Papa. “Maksud Papa?” “Dia tidak ingin melanjutkan pernikahan dengan Lingga dan minta kamu untuk gantiin dia sebagai pengantin wanita.” “What?” Aruna membulatkan mata. Ia terkejut bukan main mendengar pernyataan itu. Tidak! Sepertinya ini ada yang salah. Entah di pendengarannya atau mungkin Papanya yang salah berbicara, pikirnya. “Papa bercanda, kan?” tanya Aruna seraya tersenyum miring. Tentu saja ia tidak percaya dengan ucapan papanya. Lelucon macam apa ini? “Papa tidak sedang bercanda, Aruna!” bentak Indra yang berhasil membuat Aruna terlonjak kaget. Beruntung dia sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti itu, setidaknya ia tidak perlu ambil hati. “M-maksud Papa apa, sih? Aku masih belum ngerti.” Aruna semakin bingung. Rasanya hal yang mustahil jika sampai Arsyla memintanya untuk menikah dengan Lingga. Ia tahu betul bahwa Arsyla dan Lingga saling mencintai, bahkan hubungan mereka telah terjalin sejak lama. Bagaimana mungkin akan berakhir begitu saja, saat acara pernikahan tinggal menghitung hari? “Om, apa sudah ada kabar dari Syla?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD