Mikaela Zahra, gadis berusia 19 tahun. Baru lulus setaun lalu, kini meneruskan Caffe shop yang dikelola ibunya. Dia cantik dengan hijab merah maroon andalannya. Tingginya lumayan proposional, senyumnya manis dengan ciri khas gigi gingsulnya. Selalu memakai kacamata yang diletakkan di atas hijabnya.
Baju gamis panjang, tapi tingkah kayak preman. Mikaela jarang senyum, teman-temannya bilang Senyum Mikaela mahal. Gayanya cuek, gak pernah menganggap komentar orang. Gayanya juga malu-malu mau. Saat segerombolan lelaki berpeci dan bersarung lewat gayanya akan menunduk, tapi akan melotot setelah dari jauh. Mengagumi ciptaan tuhan yang paling tampan, menurutnya.
Mikaela mempunyai dua hobby yang aneh. Hobby pertamanya mengintip Mas-mas santri di pesantren sebelah. Pesantren Darul hikmah yang berada tepat di sebelah rumahnya. Hobby keduanya mengkhayal. Isi khayalannya pun itu-itu aja. Selalu mengkhayalakan dia dilamar sama santri pondok sebelah. Yang dua tahun belakangan ini sudah mencuri hatinya.
Setiap hari yang dia lakukan menguntit kegiatan santri putra itu, yang diketahui bernama Zikri. Saat pagi hari dia akan modus pergi ke pesantren mengirim makanan untuk anak-anak pesantren. Walaupun dia selalu digiring di santri putri atau pun rumah pengurus pondok, setidaknya ia bisa melihat Mas Zikri sekilas.
Setiap malam setelah isya, Zikri akan datang ke rumahnya untuk mengajarinya ngaji. Jangan lupakan Mikaela yang mati-matian merubah kepribadiannya, yang mulanya seperti preman jadi seperti gadis lemah lembut di hadapan Zikri. Walaupun tidak mudah, tapi apapun dilakukan demi Zikri, Zikri dan Zikri.
Zikri Alfatah Pria bersusia 25 tahun. Santri di pesantren Darul Hikmah Jakarta. Seorang santri yang kehadirannya paling mencolok. Santri pindahan dari bandung. Tampan dengan gigi gingsul yang menambah kesan manis. Ramah senyum dan sopan. Guru ngaji privat Mikaela. Anti dengan perempuan. Selalu menundukkan pandangannya. Menantu idaman emak-emak komplek kecuali emak Mikaela.
"Mik, Mika," Teriak gadis yang mengganggu acara mengintip Mikaela. Saat ini Mika tengah berada di balkon kamarnya dengan kepala mendongak ke bawah berhadapan langsung dengan kawasan pondok putra. Matanya mengawasi ke bawah mencari sosok Zikri yang tak kunjung terlihat. Bahkan matanya sudah hampir juling karna kelamaan menatap bawah.
"Apaan sih, Kes?" Tanya Mika malas. Sahabatnya ini selalu mengganggu saat saat terasyiknya.
"Kamu cari receh Mik? nengok bawah terus,"
"Aku lagi nyari masa depan," Walaupun lahir dan besar di Jakarta, gaya bahasa Mika gak pake elo-gue. Itu karna keluarganya melarang keras Mika berbicara seperti itu kalau di rumah.
"Masa depan aku ada gak?" Tanya Kesya yang mendekat ke arah Mika. Mereka berdua memang sahabat gila. Sama-sama terobsesi sama mas-mas santri berpeci. Kalau Mika mengincar Zikri, beda dengan Keysa yang mengincar Arza, sahabat Zikri.
"Tuh lihat tuh masa depan kamu lagi nyapu," Ucap Mikaela mulai heboh.
"Iya tuh, lihat Mik! tambah ganteng kan Mas Arza." Pekik Keysa senang.
"Tuh apalagi saat lengan kokonya di gulung, aku gakuad keys."
"Makin gagah tuh masa depan aku!"
Mereka berdua terus hiteris melihat keindahan orang menyapu di bawah sana. Seperti itulah kebiasaan mereka berdua. Yang tak lepas dari mengintip santri putra.
Di lain tempat, seorang pria 23 tahun, keluar dari gedung pencakar langit dengan angkuh. Matanya menyorot tajam pada siapapun yang memandangnya Hingga membuat mereka tertunduk. Auranya dominan dengan kesan brandal. Penerus perusahaan properti yang beberapa tahun ini dalam masa kejayaan. Ferdian Group. Dialah Regan Argenta Ferdian. Mahasiswa tingkat akhir yang mengambil jurusan hukum. Tampilannya persis brandal dengan kaos hitam lengan pendek, celana panjang yang bagian lututnya di robek, tindik di telinga kanan dan tatto bergambar naga di lengan kanannya. Membanting pintu mobilnya dengan kasar, memacu mobil sport keluaran terbaru dengan ugal-ugalan. Seperti itulah kelakuan seorang Regan. Jiwanya keras seperti batu, tempramental dan mengandalkan k*******n. Siapa yang mengganggunya berhadapan langsung dengan lengan-lengan kekarnya.