"Siapa kau?," tanya Byan yang langsung merebut ponsel Hira dari tangan Siska dengan tidak sopannya
"Saya atasan Luna, ada kepentingan apa anda mengganggu pekerjaan Luna?," jawab Bara datar sambil melayangkan pertanyaan yang Bara sendiri tidak tahu siapa si penelpon nya
"Pekerjaan macam apa ini hah, sampai Luna harus menginap?," tanya Byan dengan nada suara yang sudah naik satu oktaf
"Kenapa harus anda yang keberatan mengenai pekerjaan Luna, sedangkan orang yang bersangkutan tidak mempermasalahkan sama sekali?," Bara menjawab pertanyaan Byan dengan sebuah pertanyaan yang membuat darah Byan mendidih
"Kau…" Byan langsung menghentikan ucapannya saat samar-samar Byan mendengar suara perempuan yang sangat Byan kenal, Luna. Yah, suara yang saat ini membuat Byan dengan terpaksa nya menjeda kalimat nya, adalah Luna.
"Pak, saya sudah siap!," kalimat itulah yang membuat emosi Byan kembali meledak. Byan langsung mematikan sambungan nya, dan melempar ponsel Hira ke sembarang arah, hingga hancur terbelah menjadi dua. Yang jelas, ponsel Hira kali ini, sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
"Kak Byan!!!" Teriak Hira saat melihat ponselnya sudah hancur tidak berbentuk
"Ayo, aku belikan yang baru, dan sekalian kamu sarapan bersamaku," ujar Byan datar sambil menarik tangan Hira keluar, tanpa memperdulikan keberadaan Siska diantaranya.
"Pak Bara kenapa pegang ponsel saya?," tanya Luna heran saat melihat sekretaris Bos besarnya memegang ponselnya seperti orang yang sedang menerima panggilan
"Oh, ini, tadi berdering terus, jadi aku angkat aja daripada telinga ku sakit mendengar nya," ujar Bara tersenyum sambil menyodorkan ponsel yang Bara pegang pada Luna. Luna melihat log panggilan masuk, dan ternyata disana ada panggilan dari adiknya, Luna mengabaikan saja tanpa ada rasa penasaran kenapa adiknya menghubungi nya.
"Mari Pak, saya sudah siap," ujar Luna sambil membenarkan bajunya untuk pergi mencari sarapan sesuai pesanan bos besarnya. Yah, Luna tadi bilang siap pada Bara, karena bos besarnya meminta Luna untuk mencari sarapan seperti kemarin, dan Agam juga berpesan agar langsung diantar Luna sendiri, tanpa harus meminta bantuan orang lain seperti kemarin. Agam juga meminta Bara sendiri yang mengantar Luna, karena Agam sudah tau kejadian yang menimpa Luna dan juga pria yang Agam kenal, yang tak lain adalah Arsen. Luna dan Bara pun mulai melangkah keluar untuk mencari sarapan sang Bos
"Oh iya Pak Bara, boleh aku nanya sesuatu nggak, aku berani bertanya itu karena Pak Bara ramah sama saya," ujar Luna sambil tersenyum pada Bara
"Mau nanya apa?," tanya Bara sambil melihat ke arah Luna sekilas
"Sejak kapan pak bos tinggal lama di hotel ini, aku dengar, sebelumnya pak bos tidak pernah tinggal dengan hari yang lumayan lama?," tanya Luna hati-hati
"Itu karena ada pekerjaan penting," jawab Bara singkat yang hanya di balas anggukan mengerti dari Luna, meski jawaban Bara tidak begitu memuaskan karena tidak mengatakan, pekerjaan penting apa sampai bosnya harus rela tinggal di hotelnya. Saat Bara menghentikan mobilnya di restoran mewah yang menyediakan makanan serba seafood, Luna langsung memegang tangan Bara yang hendak membuka pintu mobil
"Ada apa Lun?," tanya Bara sambil menatap wajah Luna yang sudah berubah memerah. Luna langsung mengalihkan pandangannya ke samping, sambil mengusap matanya yang sudah berkaca-kaca sebelum lolos dari kelopak matanya.
"Tidak apa-apa Pak!," jawab Luna yang masih sibuk mengusap air matanya
"Jangan menangis, maaf sebelumnya kalau aku ikut campur. Kalau kamu berkenan, kamu bisa cerita keluh kesah kamu sama aku, kamu tidak perlu takut, kamu bisa menganggap aku sebagai kakakmu. Jujur, aku suka dengan kamu yang apa adanya, dan aku yang memang dari dulu menginginkan adik perempuan tapi nggak kesampaian, aku langsung terbayang seandainya Kamu itu adik ku, aku pasti akan melindungi mu dari segala apapun." Ujar Bara panjang lebar sehingga mampu membuat Luna menangis
"Kamu menangisi lelaki itu?," tanya Bara sambil menunjuk jarinya ke arah Byan, yang baru saja keluar dari restoran, sambil memeluk pinggang anak SMA.
"Selera dia…
"Dia adikku!!!" Ujar Luna langsung memotong ucapan Bara. Bara yang mendengar ucapan cepat Luna kaget, Bara langsung mengerti, paham akan maksud jalan percintaan Luna.
"Miris sekali," gumam Bara kecil, namun masih didengar ditelinga Luna
"Boleh aku peluk?," tanya Luna dengan wajah sembab nya
"Hug until you're satisfied, my little brother," ujar Bara lembut serta bibir yang melengkung membentuk sebuah senyuman manis, sambil merentangkan kedua tangannya, menyambut Luna memeluk tubuhnya, Luna langsung membenamkan wajahnya di d**a bidang Bara, tanpa menghentikan tangisnya. Bara menepuk-nepuk punggung Luna lembut, berharap Luna akan cepat tenang.
"Pundakku sudah lemah dan tidak mampu untuk memikul beban seberat ini, aku capek, kenapa Pak, kenapa hidupku tidak se tenang Pak Bara?," ujar Luna dengan suara yang begitu menyiratkan jika dirinya benar-benar tidak tahan. Bara langsung mendorong pelan kepala Luna, dan menjepit kedua pipi Luna dengan kedua tangan Bara sambil menatap mata Luna dengan penuh keseriusan
"Tidak ada kata beban berat, ingat, adikku akan selalu jadi perempuan yang kuat, mau memikul beban seberat apapun, adikku pasti mampu memikul nya, kenapa?, karena sekarang kamu tidak sendiri, ada kakak yang akan selalu mendampingi mu," ujar Bara panjang lebar yang membuat hati Luna langsung menghangat, merasa begitu terharu akan ketulusan yang Luna lihat dari mata Bara.
"Kakak?," tanya Luna memastikan apakah pendengarannya salah, Bara menganggap dirinya benar-benar adik
"Hem, bolehkah aku menganggap kamu sebagai adik perempuan ku, aku sangat menginginkan adik perempuan, dan aku menemukan sosok adik perempuan itu hanya pada dirimu," jawab Bara lembut dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Luna yang melihatnya langsung memeluk tubuh Bara kembali
"Kakak!!!" Ujar Luna tanpa melepas pelukannya
"Hem, panggil aja aku dengan sebutan itu," ujar Bara lembut sambil terus mengelus punggung Luna. Setelah dirasa Bara Luna sudah jauh lebih tenang, Bara melepaskan pelukannya dan mengusap sisa air matanya
"Jangan menangis lagi, apalagi sampai menangisi pria tidak berguna seperti mantanmu itu," ujar Bara yang kembali ke mode aslinya
"Kalo aku keceplosan manggil Kak Bara di tempat kerja bagaimana?," tanya Luna yang teringat akan kerjaannya
"Tidak masalah, lagian setelah ini, aku akan kembali ke kota X bersama Tuan, jadi mungkin kita akan jarang bertemu di tempat kerja kamu, kecuali aku mendapat tugas di dekat kota ini," ujar Bara dengan memberi tahu sedikit jadwal kerjaannya
"Jadi Kak Bara tidak tinggal di kota ini lagi?," tanya Luna dengan wajah sedihnya
"Bukan tidak tinggal, hanya jarang saja. Lagian kita masih bisa bertemu saat weekend kan," ujar Bara yang kembali menerbitkan senyuman Luna
"Benar ya Kak, Kakak akan menemui ku setiap weekend?," tanya Luna senang
"Iya benar, tapi kamu janji dulu," jawab Bara
"Janji apa?," tanya Luna penasaran
"Janji tidak menangisi pria itu lagi," ujar Bara saat mengingat kesedihan Luna disaat melihat keromantisan adiknya sendiri bersama mantan kekasihnya
"Akan aku usahakan," ujar Luna yang kembali memeluk Bara dengan senangnya, Luna merasa bahagia saat dirinya memanggil kakak, padahal mereka baru kenal beberapa hari saja, tapi Luna percaya, Bara bukanlah seperti pria lain yang mengambil kesempatan dari masalah yang Luna dapatkan.
"Sekarang kamu tunggu disini, biar kakak yang turun untuk membeli sarapan tuan Agam," ujar Bara yang langsung ingin membuka pintu mobil, namun, lagi-lagi Luna kembali mencegahnya
"Apalagi?," tanya Bara
"Itu kan tugas aku Kak, biar Luna saja," ujar Luna sambil menahan tangan Bara yang hendak membuka pintu mobil
"Lakukan tugasmu jika kita sudah masuk di area pekerjaan, mengerti?!," ujar Bara tegas. Luna mengangguk pelan sambil melepaskan tangan Bara
"Benar Kak tidak apa-apa?," tanya Luna yang merasa tidak enak hati karena belum terbiasa mendapat perlakuan lembut.
"Iya, sudah, tunggu disini!," ujar Bara yang langsung dibalas anggukan oleh Luna. Setelah kepergian Bara, Luna mengambil ponselnya, dengan niat untuk sekedar berselancar di sosmed nya, tapi saat Luna membuka layar ponselnya, mata Luna langsung membulat lebar saat mendapati panggilan tidak terjawab dari bos besarnya. Dengan cepat Luna membuka pintu mobil untuk menyusul Bara, baru saja Luna menutup pintu mobil, suara yang sangat tidak asing di pendengarannya berhasil membuat tubuh Luna membeku.
"Mau kemana?, mau menyusul kakak baru mu?,"
Degh