SCENE 03 DIMULAI!

840 Words
"Gue nyerah deh Mei. Dingin kayak es batu. Bisa kena hipotermia gue." Kukerucutkan bibir sambil mengunyah es batu. Duh ngilu ternyata. "Dih belum maju perang udah mundur Lo. Cemen!" Meita mengejekku dan kini menarik gelas yang berisi es tehnya. "Bulan tuh kan. Mana bisa ini jadi dingin kalau es teh gue di kunyah semuanya." Dan kali ini aku terkekeh melihat Meita sudah melotot ke arahku. Aku memang sangat suka mengunyah es batu. Rasanya lezat. Kadang di rumah pun Mama sampai menutup telinganya kalau aku sedang asyik mengunyah.   Kuedarkan pandangan ke seluruh kantin. Hari masih pagi memang. Harusnya ini masuk kelasnya Pak Irwan, dosen statistik. Tapi aku kepagian. Hadewh kemarin kesiangan sekarang malah kepagian. Cckckkck paaahh anakmu ini memang selalu sial. Untung saja saat aku melangkah ke kantin ada Meita yang nampaknya juga baru datang. "Abis kemarin juga udah kenalan. Eh itu si Irginya pergi gitu aja. Ninggalin gue Mei." Aku teringat saat kemarin Si Irgi memang hanya nyalamin terus ngeloyor gitu aja. Ninggalin si cantik Bulan ini. Merana. Dan akhirnya aku malah di aterin pulang sama Riko. Tetangga kost anak fakultas kedokteran. "Ya kamu sabar Bul. Namanya kan perlu usaha. Nah Irgi emang gitu, dingin karena yah trauma sama bininya yang kurang ajar itu. Tahu gak, padahal Irgi tuh udah rela menentang orang tuanya demi buat nikahin cewek matre. Eh giliran Irgi udah miskin aja karena di usir papa mamanya. Tuh cewek pergi ninggalin Irgi. Sarap kan?" Aku hanya mendengus. Padahal wajah Meita sudah merah padam. Dia sepertinya sangat membenci istri Irgi. "Sarapan iya." Dan ku kunyah lagi es batu yang ada di dalam gelas Meita. Tapi saat kunyahan itu mengenai gigi bagian dalam duuhh kenapa ini sangat ngilu sekali. Refleks aku langsung membungkam mulutku dan mengaduh. Kualat deh ini. "Bul ngapain?" Meita mengerjap ke arahku. Tapi kugelengkan kepalaku. Tak bisa menjawab karena gigiku masih sangat ngilu. "Mei." Astaga! Suara itu sepertinya aku kenal. Dan saat melihat Meita yang langsung mendongak dan tersenyum lebar. Aku tahu ini masalah. "Irgiiiii...siniin deh. Sini sini..." Meita sudah semangat 45 menepuk-nepuk kursi di sebelahnya. Dan aku harus menyembunyikan wajahku. Enggak mau kalau wajah yang kesakitan ini terlihat di depan Irgi. "Bul ini nih ada Irgi. Wajah lo jangan di tekuk gitu deh." Tuh kan si Meita ini mulutnya perlu di cabein deh. Tentu saja aku langsung menatap Irgi yang tampak datar memandangiku dari seberang. Tepatnya pria itu sudah duduk di sebelah Meita persis. Dan kini tampak mengintimidasi. "Ehmmmm." Aku hanya mencoba tersenyum tapi tetap menutup mulutku. Gigiku masih super super sakit. "Owh astaga. Dosen gue pasti udah masuk nih. Gue duluan ya Bul. Tenang tuh es teh ana es batunya buat lo semua." Meita langsung beranjak dari duduknya dan kini segera mengambil tasnya. Padahal aku udah melotot ke arah Meita tapi dia malah mengalihkan pandangannya ke arah Irgi. "Titip si Bulbul yak." Tuh kan si Meita emang udah keterlaluan. Dan sebelum aku memprotes, Meita sudah berlari secepat kilat meninggalkanku terjebak dengan Irgi. Dasar. "Kamu kenapa?" Pertanyaan Irgi membuatku langsung menoleh kepadanya. Tapi Irgi terlihat hanya mengangkat alisnya dan menatapku dengan malas. "Ehhmmm...cuma sakit gigi." kujawab dengan pelan. Sambil menunjuk mulutku. Dan pria itu hanya mengangguk. Lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Krik krik. Tuh kan, dingin banget deh. Refleks kutarik gelas es teh Meira dan ku aduk aduk untuk mencari es batu lagi. Tapi rasa ngilu itu kembali terasa. "Aduuuhh...." kupegang pipiku lagi. Mengaduh. Sungguh ini gigi kenapa sih ya. Tiba-tiba gelas es tehnya Meita di jauhkan oleh Irgi. "Mang air putih anget ya, satu gelas. Di tambahin garam dikit aja." Aku menatap Irgi dengan bingung. Dia meminta Mang Udin, penjual soto di kantin ini. Memangnya dia minum air putih dan garam? Iuuuhh aneh. Beberapa saat kemudian Mang Udin sudah mengantarkan air putih itu. Dan Irgi mengangsurkannya ke depanku. "Lo minum." "Hah?" Aku mengerjap tak percaya. Dan mendorong gelas itu menjauh. Buat apa coba aku minum air keruh kayak gitu?   "Di minum cepetan!" "Ogah." Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Tapi Irgi malah menatapku dengan pandangan kesal. "Ini untuk obat sakit Gigi." Aku kembali menatap gelas itu. Dan bergidik. "Ck, dasar cewek. Jangan manja deh. Ini bukan untuk di minum tapi buat kumur. Coba kamu kumur." Sekali lagi aku membelalak ke arah Irgi. Tapi pria itu sudah beranjak berdiri. Dan mengambil gelas itu lalu tiba-tiba sudah menarik tanganku. "Ikut sini." Tentu saja aku seperti boneka yang di seret mengikuti langkah Irgi. Dan ketika sampai di luar kantin. Irgi langsung membawaku ke arah selokan yang tak jauh dari depan kantin. "Nih kumur di sini aja." Aku masih menatap ragu. Tapi Irgi sudah mengulurkan gelas itu. "Cepetan. Nanti uler di gigimu makin seneng." Wah mendengar kata uler aku langsung meminum air putih itu. Asin. "Kumurin jangan di telen."   Langsung saja aku membungkuk dan memuntahkan air itu. Lalu berkumur lagi meski sangat asin. Hampir muntah saat berkumur untuk ketiga kalinya. Tapi ajaibnya, sakit gigiku langsung hilang. "Udah?" Suara Irgi kini terdengar tak sabar. Dan saat kubasuh mulutku dengan lengan kemejaku. Irgi langsung mengulurkan sapu tangan. Bukan hanya itu saja dia langsung mengusap mulutku dengan sapu tangan itu. Astaga....meleleh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD