SCENE 13
MENGEJAR!
Bulan membuat rumit. Dia tetap bersikeras minta jeda waktu. Dan aku bisa apa, karena cewek itu bersikap defensif lagi kepadaku. Setelah pertemuan di cafe itu, Bulan mengatakan kalau dia mau menikah denganku asal di beri tenggat waktu. Yaitu 3 bulan. Tapi tentu saja aku tidak mau. Enak saja dia mengatakan itu. Akhirnya aku bertemu lagi dengan Papa Langit dan beliau mengatakan minta waktu dua bulan untuk semuanya.
Dan selama waktu 2 bulan itu aku akan membuatnya tidak bisa menolak lamaran ku lagi. Apapun itu caranya.
Akhirnya aku bisa kembali ke kampus. Dengan Bulan yang selalu menghindar dariku. Meski gosip memang sudah menyebar, kalau aku dan Bulan memiliki hubungan. Hal itu sungguh keuntungan karena banyak pria yang selama ini mengejar Bulan jadi mundur satu persatu. Tapi kadang masih merasa kesal dengan cowok-cowok yang masih terus berada di orbitnya Bulan.
Seperti siang ini, saat aku menggantikan masuk kelas Matematika. Dan mendapati Bulan sudah duduk dengan dikerubuti fansnya. Tentu saja aku tidak bisa berbuat banyak. Bulan juga menghindar dariku. Dia marah karena membuatnya pindah dari kos dan sekarang ikut dengan tantenya dan omnya yang ada di Bandung ini.
Tapi saat jam berakhir, aku mendapati Bulan kembali tertidur. Kali ini dia duduk di kursi paling belakang sehingga membuatku mengetahui kalau dia ada setelah pelajaran ini berakhir.
Kuhela nafasku. Kenapa cewek itu bandel sekali. Selalu tidur di kelas ku. Sungguh membuatku kesal.
"Bulan." Panggilanku masih membuatnya bergeming. Tapi saat kujatuhkan satu buku ke atas meja,dia langsung memekik terkejut. Matanya mengerjap dan kini menggeliat. Lalu matanya membulat saat melihatku.
"Pamali calon suami ketemu sama calon istri."
Tuh kan. Celetukannya membuatku tersenyum. Kenapa sifatnya begitu aneh dan lucu?
"Siapa yang calon istri?" Aku bersedekap dan mengangkat alisku. Membuat bibirnya mengerucut menggemaskan. Dia langsung beranjak dari duduknya dan kini menatapku dengan galak.
"Ok. Kita tidak jadi menikah kalau gitu. Reputasiku biar udah jelek. Biar seluruh dunia tahu kalau aku..."
Tentu saja aku langsung membekap mulutnya. Ini di jelas, dan suaranya membuat mahasiswa yang masih berkeliaran di sini membuat mereka menatap penasaran lagi.
"Jangan seperti itu." Aku menggeram dan Bulan kini mendorong tubuhku untuk menjauh dariku.
"Aku marah sama kamu. Kenapa kamu bilang sama papa kalau kamu sudah menghamiliku?" Dia kini berbisik dan tampak sedih. Astaga. Kenapa dia bisa tahu kalau aku bilang hal itu kepada papanya. Sungguh aku tidak ingin dia tahu. Aku memang sepertinya sudah berlebihan kepadanya. Tapi tidak, ini memang misiku. Kalau bisa membuatnya hamil saat ini..
Tapi segera kugelengkan kepalaku.
"Aku sudah melamarmu Bulan. Dan dua bulan lagi kita menikah."
Mata Bulan yang bulat itu membulat. Tapi dia akhirnya mengibaskan tangannya. Lalu memberengut kesal.
"Iya tahu. Kita nikah. Tapi dua bulan ini aku mau bebas. Aku mau ...ehmm " Bulan tampak berpikir. Tapi kemudian menyeringai dan mengibaskan tangannya di depanku.
"Hust..hust..minggir sana. Jangan berada di orbitku lagi. Aku mau bereksperimen. Kamu sudah membuat statusku di sini jelek kan. Maka aku mau menjalani itu semua."
Mataku membelalak mendengar ucapannya. Maksudnya apa? Jangan bilang dia...
"Aku akan tidur dengan semua cowok yang ada di sini. Kan aku sudah tidak perawan lagi menurut mereka."
Cewek ini gila. Tentu saja aku panik mendengar ucapannya. Tapi dia langsung mengambil tasnya dan segera berlalu dari depanku.
Maksudnya dia mau tidur dengan sembarang pria? Gila.
****
Aku kehilangan jejaknya. Bulan sudah menghilang saat aku selesai membereskan bukuku. Dan akhirnya seperti orang gila aku mencari ke seluruh penjuru kampus.
"Mei...lihat Bulan kagak?" Kuhampiri sepupuku yang tengah mengunyah cimol itu. Dan matanya langsung membulat.
"Ecieee calon suami cariin calon istri."
Tuh kan. Dia masih bisa mengejekku. Sementara aku panik.
"Diam. Pokoknya liat Bulan kagak?"
Kubenarkan tas ransel ku dan mulai mengamati sekeliling lagi. Meita malah dengan santainya bersandar di pilar yang ada di koridor.
"Tadi bilang mau pergi sama Andi gitu."
Andi? Siapa Andi?
"Andi siapa? Jangan bilang Andi anak fakultas ekonomi yang terkenal playboy itu?"
Dan anggukan Meita sungguh makin membuatku panik. Tidak akan kubiarkan Bulan jatuh ke pelukan Andi.
"Woiiii mau kemana?" Meita berteriak di belakangku saat aku berlari ke arah tempat parkir. Tapi tak kupedulikan. Yang pasti aku harus berhasil mengejar Bulan.
Nafasku terengah saat sampai di mobilku. Tapi dari arah kananku aku bisa melihat Bulan sepertinya sedang mendorong tubuh Andi. Pria itu berusaha untuk menggenggam jemari Bulan.
Tentu saja hal itu membuatku langsung berlari ke arah keduanya.
"Hei." Bulan langsung menoleh kepadaku. Dan wajahnya yang tadinya pucat kini berubah normal lagi. Sebaliknya, Andi yang tampak songong itu kini berdiri di samping Bulan dengan percaya diri.
"Hei Asdos. Murid terpintar dan juga terbodoh." Celaan Andi membuatku malas untuk menanggapinya. Dia memang musuhku sejak dulu. Aku berdiri di depannya. Dan tak seperti yang kuduga. Bulan langsung beralih untuk bersembunyi di belakangku.
"Jangan pernah buat masalah lagi dengan tunangan gue." hal itu aku perjelas dan membuat Andi tersenyum miring. Mengejek.
"Well, lo berhasil ya dapstin cewek tercantik yang selama ini tak tersentuh. Gue salut sama lo. Bisa ngambil kesucian..."
Bug
Belum selesai dia bicara, aku langsung menghantamkan kepalan tanganku ke wajah Andi. Karena dia tak siap, dia langsung limbung ke belakang.
"Jangan pernah hina istriku." Andi masih tampak linglung karena pukulanku. Dan aku langsung berbalik dan kini menarik tangan Bulan. Menyeretnya untuk mengikutiku.
Bulan menurut. Bahkan saat aku memasukkannya ke dalam mobil. Cewek itu masih tetap diam.
Dan ketika mobil sudah melaju. Aku baru bisa melihatnya dengan jelas. Bulan menangis. Sungguh membuatku makin merasa bersalah.
Kuulurkan tanganku untuk menepuk rambutnya. Dia mengambil tisu dari tas selempangnya. Lalu membersihkan hidung.
"Maafkan aku." itu kuucapkan tulus karena membuatnya seperti ini. Aku sudah mengacau tentu saja.
"Hiks...aku sudah tak terselamatkan kan? Aku harus nikah sama kamu?"
Dia menoleh kepadaku. Dan aku bisa apa? Tentu saja dia harus menikah denganku. Tapi kemudian dia menggeleng lagi.
"Tapi aku masih kecil. Masa baru berusia 20 tahun udah mau nikah. Aku gak mau."
Dia mulai merengek lagi. Menggoyang lenganku untuk membuatku menoleh kepadanya. Tapi kalau sedang melajukan mobil begini tentu saja aku tidak bisa terpecah konsentrasinya.
"Kamu tanggung jawab." Dia mulai mengucapkan itu dengan merajuk lagi.
"Aku kan sudah tanggung jawab. Sudah melamarmu dan kita akan menikah."
Kujawab itu dengan cepat saat membelokkan mobil memasuki halaman parkir sebuah cafe. Aku ingin berbicara dengan Bulan saat ini. Meyakinkan dia kalau dia tidak salah menikah denganku.
Aku memang tak bisa kehilangan Bulan lagi. Sejak dia beredar di orbitku, dia sudah menjadi gadis pilihanku. Dan aku tak akan kehilangannya lagi. Tidak setelah pengalaman yang dulu. Aku harus mengikatnya. Bagaimanapun caranya.
Bulan milikku. Dan mungkin aku akan segera menghamilinya kalau dia sudah menikah denganku. Sehingga dia tidak akan pergi lagi dariku. Aku mencintainya.