Bab 4. Melayani dengan Sepenuh Hati

1032 Words
Nova benar-benar memberikan apa yang diinginkan oleh Willian. Jika biasanya ia melayani seorang pria tanpa memakai hati, ia hanya bergoyang dan memberikan yang terbaik layaknya seseorang yang sedang bekerja, tapi kali ini wanita itu benar-benar melayani dengan sepenuh hati. William benar-benar dibuat tidak berdaya, begitu pun dengan Nova sendiri yang mendapatkan kenikmatan yang sama karena ia melayani dengan hati yang tulus. Sampai akhirnya, puncak itu berhasil mereka dapatkan secara bersamaan. Jiwa William benar-benar melayang ke angkasa lepas, beban berat yang terasa memenuhi pundak seakan terangkat, sukmanya dibawa terbang hingga tidak tahu jalan pulang. Hati seorang William semakin terikat, Nova bukan hanya memiliki paras yang cantik, tapi juga pandai dalam melayaninya di atas ranjang. Ya, meskipun hal tersebut wajar saja karena wanita itu memang bekerja untuk memuaskan laki-laki hidung belang. Tubuh William seketika ambruk tepat di atas raga sang kupu-kupu malam. "Kamu benar-benar luar biasa, Nova," lemahnya dengan napas yang tersengal-sengal, peluh dan keringat pun melebur menjadi satu, begitu pun dengan sesuatu di bawah sana yang masih bersatu padu. "Sepertinya, saya gak akan pernah bisa lepas dari kamu, Nov. Kamu sudah menjadi candu buat saya." Wajah Nova seketika memerah tersipu malu, ini bukan kali pertama ia mendapatkan pujian dari pelanggan yang ia layani, tapi lagi dan lagi, rasanya berbeda saat kalimat itu diucapkan oleh William. Hatinya seketika berbunga-bunga, sehaus itukah ia akan perhatian dan kasih sayang dari seorang laki-laki? Jiwanya yang gersang seakan kembali dipenuhi kuncup bunga yang sebentar lagi akan bermekaran. "Anda juga luar biasa, Tuan. Baru kali ini aku--" Nova seketika menahan ucapannya seraya menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan. "Baru kali ini apa?" tanya William, ia yang masih berada di atas raga Nova melayangkan tatapan yang membuat jantung wanita itu seketika berdetak kencang. "Nggak, gak apa-apa," jawab Nova seraya menahan senyuman di bibirnya. "Ngomong-ngomong, mau sampai kapan Anda berada di sini, Tuan Willi? Emangnya tubuh Anda ini gak berat apa?" "O iya, bener juga," decak William perlahan mulai beringsut turun lalu meringkuk tepat di samping wanita itu. "Saya akan transfer kamu sepuluh juta lagi, Nov." "Hah? Banyak banget, tadi 'kan Anda udah transfer lima juta," sahut Nova seraya meraih selimut tebal untuk menutupi tubuh polosnya. "Sisanya bonus buat kamu karena kamu udah kasih saya pelayanan yang luar biasa. Malam ini kamu gak usah terima tamu lagi, oke?" Nova menganggukkan kepala seraya tersenyum senang. Hatinya terasa berbunga-bunga, begitu pun dengan perasaannya yang tiba-tiba saja merasa bahagia. Namun, kebahagiaan wanita itu tidak berlangsung lama saat ponsel canggih William yang berada di saku jas hitam yang berada di luar kamar berdering nyaring. "Ada telpon, Tuan. Itu suara hp Anda, 'kan?" tanya Nova. "Sebentar, saya angkat telpon dulu, ya," jawab William seraya meraih celana bahan miliknya yang tergelak begitu saja di ujung ranjang lalu mengenakannya dengan tergesa-gesa. Pria itu pun bergegas keluar dari dalam kamar lalu mengangkat sambungan telpon. "Halo, Selly," sapa Willi, suaranya terdengar hingga ke dalam kamar di mana Nova berada. Wanita itu mencoba untuk mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh William yang sedang mengangkat sambungan telpon. Ia tidak pernah seingin tahu ini. Dirinya bahkan tidak peduli dengan kehidupan pribadi pelanggannya, tapi kali ini ia benar-benar ingin tahu seperti apa kehidupan seorang William. Nova perlahan mulai bangkit lalu duduk tegak sembari menutup tubuh polosnya menggunakan selimut tebal. "Ini, Sayang. Mas gak ada di kantor karena lagi meeting sama klien di luar." Kembali terdengar suara William setelah keheningan mendominasi keadaan beberapa menit kebelakang. "Ini juga bentar lagi Mas balik ke kantor ko. Meeting-nya belum selesai, tapi kalau kamu mau, Mas bisa lanjutin meeting-nya besok." Nova kembali berbaring dengan perasaan gelisah. Mengapa hatinya terusik saat mendengar William memanggil si penelpon dengan sebutan sayang? Sudah dapat dipastikan bahwa wanita bernama Selly itu adalah istrinya. Nova memegangi dadanya sendiri, rasa bahagia yang semula ia rasakan pun seketika berubah menjadi nestapa. Ya, ia hanya seorang wanita penghibur, mana mungkin dirinya berani bersaing dengan istri sah dari pria yang baru saja ia layani. "Nov," sapa William segera memasuki kamar setelah selesai mengangkat sambungan telpon. "Saya balik ke kantor dulu, ya. Istri saya lagi otw kantor. Dia emang gitu, selalu pengennya dingertiin, tapi gak pernah mau ngertiin perasaan saya." William meraih kemeja berwarna putih miliknya lalu memakainya dengan terburu-buru. "Kamu hati-hati di jalan, ya," ujar Nova mencoba untuk tersenyum. "Nanti malam saya balik lagi ke sini. Ingat pesan saya, jangan terima tamu selain saya." William kembali mengingatkan. "Kamu milik saya sekarang, gak boleh ada pria lain yang menyentuh kamu selain saya, oke?" Nova menganggukkan kepala seraya tersenyum, senyuman yang terukir di kedua sisi bibirnya terlihat tulus tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan keterpaksaan. Setelah selesai mengenakan kemeja juga dasi di lehernya, William berjalan mendekati ranjang lalu mengecup bibir Nova singkat. "Kamu juga hati-hati di rumah. Saya pergi dulu, ya." Nova kembali mengangguk lalu menatap kepergian pria berusia 39 tahun itu. Hatinya kembali terasa berbunga-bunga, rasa gelisah yang sempat ia rasakan pun seketika sirna. Nova merasa menemukan sandaran hati. William bak air hujan yang mengguyur gurun gersang, kehidupan Nova yang semula terasa hampa kini mulai berwarna. "Ya Tuhan, apakah Tuan William adalah penyelamat yang Engkau kirimkan buat hamba? Jika iya, hamba rela meninggalkan dunia malam dan menjalani kehidupan normal bersama dia, Tuhan," gumam Nova seraya menatap langit-langit kamar. *** 30 menit kemudian, William akhirnya tiba di kantornya. Ia memiliki perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor. Kekayaan yang ia miliki tidak terhitung jumlahnya. Namun, pria itu belum memiliki keturunan setelah 10 tahun menjalani rumah tangga bersama wanita bernama Selly. William membuka pintu ruangan, Selly sang istri nampak sudah duduk di kursi Direktur dengan wajah masam. "Astaga, ko lama banget sih?" tanya Selly, wanita cantik berpenampilan sosialita. Wajahnya nampak seputih salju, dress hijau yang ia kenakan membuat penampilannya terlihat sempurna. "Sebenarnya kamu habis meeting atau habis dari mana sih?" William berjalan menghampiri dengan wajah datar. "Mas habis meeting dong, ada klien yang datang dari luar negeri. Dia pengennya meeting di luar." Selly mendekati William seraya menatap tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung rambut membuat pria itu seketika merasa gugup. "Kamu gak lagi ngebohongi aku 'kan, Mas?" "Hah? Eu ... mana berani Mas ngebohongi kamu, Sayang," jawab Willi sedikit gelagapan. Sementara Selly tiba-tiba saja mendenguskan hidungnya membaui pakaian yang dikenakan oleh William. "Baju kamu ko bau parfum wanita, Mas?" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD