BAB 8

1340 Words
Rain terdiam saat melihat pesan ibunya, ia bilang ayah membelikan motor untuk Rain dan akan segera dikirim ke Jakarta, tapi tak bisa menjanjikan kapan waktunya. Hal itu membuat Rain terenyuh, terkadang ia bingung dengan karakter ayah dan ibunya, mereka terlihat keras kepala, tak mau mengerti dengan apa yang anaknya rasakan, tapi di sisi lain, mereka juga peduli, hal ini membuat Rain tertekan, ingin melawan tapi kesannya seperti anak tidak tahu diri, ingin patuh tapi tersiksa sendiri, mereka sangat pengekang. Dan para akhirnya, sekarang ia malah memilih untuk melawan apa yang orangtuanya mau, pergi jauh dari rumah. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ia sedang duduk di depan jendela sambil menatap langit yang lenggang, bintang tidak banyak terlihat malam ini. Udara malam selalu Rain suka, namanya memiliki arti hujan, tapi ia lebih suka malam daripada hujan. Karena ia merasa punya teman saat malam hari, keadaan malam seperti keadaannya saat ini, kelam, sepi, bedanya malam itu tenang, tidak dengan hatinya yang selalu merasa gundah dengan hal-hal yang bahkan tak ia pahami. Sejak siang tadi ia belum menyempatkan diri untuk makan. Mengingat ia datang ke Jakarta untuk belajar menjadi Rain yang lebih baik lagi, ia harus banyak makan agar tetap sehat. Mumpung masih jam tujuh, ada waktu tiga jam untuk keluar, jam sembilan nanti pintu kost akan ditutup. Rain memilih untuk keluar, mencari makanan terdekat. Seingat ia, nasi goreng Mas Jul itu buka hampir setiap saat, dan tempatnya pun tak jauh dari kost. Jadi ia akan beli nasi goreng saja. Rain hanya memakai kaus lengan pendek yang dibaluti outer hitam, celana hitam dan kerudung segi empat yang hanya ia pakaikan satu jarum. Ia keluar kost sendiri kali ini, daerah kost lumayan sepi, tapi selagi tidak keluar Jalan Arasy masih aman, sebab banyak satpam berkeliaran, kalau sudah ke Jalan Cemara katanya di sana rawan dan sering terjadi p********n. Bersyukur Rain tidak harus lewat sana untuk sekolah atau kegiatan lain. Udara malam ini membuat Rain bergerak spontan memeluk tubuh. Lumayan dingin, dinginnya menusuk, ia jadi kurang nyaman. Matanya menyipit saat melihat ke arah tukang nasi goreng yang tidak ramai, hanya ada satu orang laki-laki di sana, dan laki-laki itu yang membuat mata Rain menyipit. Dia Reza. Malam ini Reza di rumah sendirian, siang tadi ibunya izin pergi, karena bosan makan sendirian di rumah ia jadi keluar untuk makan nasi goreng bersama Mas Jul, salah satu penjual nasi goreng yang ia kenal dekat sejak masih Sekolah Dasar. "Satu bungkus," ucap Rain. Kali ini Mas Jul tidak shock seperti sebelumnya, ia sudah melihat Rain lebih dulu. "Oke, Neng, mau makan di sini atau dibawa pulang aja?" tanya Mas Jul. Rain terdiam sesaat. "Bawa pulang aja," ucapnya, ia tidak mungkin makan di sini sementara ada Reza juga, nanti yang ada laki-laki itu mengira Rain sedang cari perhatian. "Tunggu sebentar, ya," ucap Mas Jul. Rain hanya mengangguk menanggapinya. Reza sudah selesai makan, sekarang dia sedang duduk santai sambil memainkan handphone-nya. Bibirnya melengkung kecil, Rain langsung membuang muka saat melihat Reza tersenyum, ia sampai tidak sadar kalau sejak tadi memerhatikan anak itu. Rain mengira Reza sedang berhubungan secara online dengan pacarnya, tapi kenyataannya Reza sedang berbalas chat dengan bundanya. "Duduk dulu, Neng, Mas lagi buat nasi goreng buat bu Yati dulu, dia tadi pesan lebih dulu, sebentar, ya," ucap Mas Jul, ucapan Mas Jul membuat Reza mendongak, wajahnya langsung tersibak angin, rambutnya yang sebelumnya terjatuh karena menunduk, kini berdiri karena tersibak angin. Dia terlihat fresh malam-malam. Rain akhirnya duduk, tidak mungkin ia terus berdiri menunggu nasi goreng selesai dimasak. Bangku berbunyi saat Rain duduki, hal itu membuat Reza mendongak kembali. Tepat saat Rain hendak merogoh handphone dari saku celana, handphone itu malah jatuh, dan sialnya setelah jatuh malah berdering pertanda telepon masuk, hal itu membuat suasana yang awalnya sunyi jadi heboh. Rain segera mengambil handphone lalu mengangkat telepon dari ayahnya. "Kenapa?" tanya Rain dengan suara kecil, ia tidak mau bicara terlalu besar di sekitar orang-orang seperti ini. "Kamu lagi di luar, hm? Kayak suara kendaraan?" tanya Pak Fatah. "Hm," jawab Rain. "Ngapain kamu ke luar? Sama siapa? Jam berapa ini Rain?!" Rain menghela napas pelan, hal itu membuat Reza menoleh, tanpa Rain tahu sekarang Reza sedang memerhatikan raut wajahnya yang berubah tak semangat. "Ya, sendiri, jam tujuh lewat," jawab Rain sesuai dengan apa yang ayahnya tanya. "Tadinya Ayah mau bahas motor, tapi nanti aja, sekarang kamu pulang! Anak perempuan kok keluar malam-malam, mau jadi apa kamu?!" Napas Rain memburu, antara menahan emosi dan airmata, ia pun tak tahu kenapa ingin menangis. Karena tak sanggup berkata-kata lagi, ia langsung mematikan layar handphone dengan mata memerah. Ayahnya menelepon lagi berkali-kali, tapi Rain terus menolaknya. "Kenapa enggak diangkat, itu, kan, dari orangtua?" tanya Reza yang ternyata sejak tadi memerhatikan Rain. Rain menoleh ke arah Reza dengan ekspresi tidak senang. "Karena enggak seharusnya gua angkat," jawab Rain ketus. Reza tertawa meledek, ia kira Rain itu hanya anak nakal yang tak menurut dengan ayahnya. Ia yang selama ini rindu kasih sayang ayah jadi merasa gatal ingin menceramahi anak itu. "Orangtua menghubungi anaknya karena khawatir, tapi anaknya merasa itu mengganggu, sementara temannya menghubungi karena gabut, anak itu anggap sebuah kesenangan di waktu luang," ucap Reza. Mata Rain memicing, tidak percaya kalau Reza akan membuatnya kesal di sini. "Lu tau apa?" Reza tersenyum miring. "Lu bakal tau bagaimana rasanya menyesal pas mereka udah enggak ada." Rain bangun dari duduknya, ia mendekat hingga berhenti tepat di depan Reza. "Jangan banyak bicara kalau enggak tau apa-apa, orang yang banyak bicara tanpa cari tau kebenarannya itu sama aja kayak orang bodoh berteori, lu enggak tau apa-apa, jadi jangan banyak bicara!" ucap Rain. Reza ikut bangun. "Lu ngatain gua bodoh?!" "Ya! Kenapa? Enggak senang, kan, dibilang kayak gitu, gua juga enggak seneng lu asal bicara!" Mas Jul langsung menengahi. "Istighfar, ya ampun, malah pada ngamuk," ucap Mas Jul. Rain membuang muka jengah, begitupun Reza. Suara dering telepon handphone-nya membuat Rain semakin naik pitam, ia ambil handphone itu lalu ia banting keras-keras sampai retak, setelah handphone-nya mati baru ia ambil dan ia masukkan ke dalam saku celana. Ia keluarkan uang lima puluh ribu, ia taruh uang itu di gerobak Mas Jul lalu pergi begitu saja. Airmatanya menetes, ia benar-benar emosi sekarang. Reza dapat melihat Rain menitihkan airmata, ia jadi merasa bersalah. Sampai akhirnya, ada pengendara motor yang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi membuat Rain terpental ke samping. Ia tidak pingsan, tapi celana bagian lututnya robek terkena aspal, ia meringis, kali ia tak bisa menahan airmata, malam yang menyebalkan. Reza berlari mendekat, ia ulurkan tangan ke arah Rain. Rain membuang muka ke samping, tak mau Reza melihat wajahnya saat menangis. "Maaf ...," ucap Reza, Mas Jul memberikan bungkusan nasi goreng Rain beserta uang kembaliannya kepada Reza. "Lu pasti masih lemas, ayo gua antar pulang." Rain membiarkan tangan Reza melayang begitu saja di udara. Ia berusaha bangun sendiri, tapi ternyata yang Reza katakan benar, ia lemas, tubuhnya bergetar sampai untuk bangun pun sempoyongan. "Gua bakal lupain malam ini kalau lu merasa enggak nyaman, ayo gua antar," ucap Reza sambil menaruh nasi goreng Rain di motor bagian depannya, setelah itu ia naik. "Ayo naik," ucapnya lagi. Merasa tak sanggup jalan dalam kondisi seperti ini, akhirnya Rain naik ke atas motor Reza. *** Reza baru tahu kalau Rain nge-kost, hal itu membuatnya aneh. Yang ia tahu dari desas-desus teman kelas, Rain itu anak orang kaya, tapi kenapa dia nge-kost, ditambah keluar sendirian seperti tadi, lalu tentang telepon ayahnya yang tak diangkat. Kepalanya dipenuhi pertanyaan, tapi ia tak akan mau bertanya. Saat Rain turun dari motornya, Reza memberikan bungkusan nasi goreng kepadanya. Rain mengambil tanpa menatap Reza. Setelah mendapatkan nasi gorengnya ia langsung berbalik lalu masuk ke dalam kost begitu saja tanpa mengucap terima kasih. Reza menautkan kedua alisnya, dia perempuan yang aneh. Bahkan untuk mengucap kata terima kasih pun sesulit itu, ini bukan yang pertama kalinya, saat ia bantu Rain ke UKS pun anak itu tidak mengucapkan terima kasih. Reza menggelengkan kepala lalu menyalakan mesin motornya kembali. Seperti yang ia katakan tadi, ia akan lupakan malam ini, itu pun kalau bisa, yang penting ia tak akan menceritakannya dengan siapapun sampai ingatan ini hilang begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD