Zhen sudah memikirkan caranya semalam tapi dia tak yakin ini akan berhasil atau tidak. Entah apa yang ada dalam pikiran anak lelaki yang jadi tumpuan harapannya sampai dia tak mau memutuskan untuk menikah.
Sejauh yang dia tahu selama ini dia tak pernah dikecewakan atau menjalin hubungan dengan wanita dalam konteks yang melibatkan perasaan tapi kenapa dia tak mau memiliki keturunan yang bisa meneruskan usahanya.
Dia mendengar ketukan pintu ruang kerjanya dan memerintahkan untuk masuk kepada orang di luar sana. Zhen melihat keponakannya, Adrian muncul dari balik pintu. Sekilas dia melihat jam di dinding masih menunjukkan pukul 09.30 belum waktu yang dia sepakati untuk bertemu.
“Selamat pagi Dyadya, semoga hari Anda menyenangkan,” sapa Adrian ramah dan mendekati meja kerja pamannya.
“Bukankah terlalu dini untukmu datang kemari karena aku minta kamu datang jam 10,” ucap Zhen mengabaikan sapaan keponakannya.
“Maafkan saya jika menganggu waktu Dyadya, tapi ini terkait ucapan saya semalam mengenai pengalihan Sandr,” kata Adrian cepat tanpa basa basi.
Zhen mengerutkan dahinya, dia tidak ingat jika lelaki muda di hadapannya ini membahas soal pengalihan Sandr.
“Kapan kita membahasnya? Dan ini bukan pengalihan, hanya ancaman untuk Rasha,” tegas Zhen.
Adrian mulai memikirkan tata bahasa yang dia gunakan agar tidak dicurigai oleh pamannya soal ini. Zhen sendiri tak menyadari jika ada udang di balik batu mengenai rencana Adrian untuk mengambil kepemilikan Sandr Company.
Adrian berdehem, “Maksud Adya, soal kekhawatiran Dyadya mengenai pernikahan Rasha. Sepertinya dengan mengancam pengalihan Sandr akan membuatnya menuruti kemauan Dyadya,” urai Adrian.
Zhen berdecak, “Kamu pikir aku tidak melakukannya bahakan aku sudah mengancam memberikan Sandr kepada yayasan dia masih saja teguh dengan pendiriannya untuk tidak menikah,” jelas Zhen.
Adrian menatap pamannya dengan tatapan penuh keyakinan dengan menyembunyikan trik miliknya. Selama ini semua orang memang tahu jika Adrian adalah bayangan Yevara.
Banyak hal yang Adrian tiru dari Yevara atau Rasha, tapi hal itu dia lakukan bukan karena kagum namun karena rasa iri yang muncul dalam dirinya.
“Saya rasa itu tidak berpengaruh karena Rasha memiliki Kogens yang nilai keberhasilannya sama dengan Sandr,” kata Adrian.
Bagi Adrian, Rasha adalah gambaran kesempurnaan kehidupan yang diinginkan oleh semua orang, tapi lelaki itu malah mendirikan dunianya sendiri seperti Kogens dan tak peduli dengan Sandr. Sedangkan Sandr bisa memberikan kekayaan yang tak akan ada habisnya.
“Aku tahu itu, karena itulah aku memikirkan cara siapa yang bisa diajak kompetisi untuk Rasha agar dia mau mengelola Sandr,” keluh Zhen.
Adrian tersenyum samar.
“Jika dyadya tidak keberatan, Adya bisa membantunya,” ucap Adrian pelan.
Zhen menatap keponakannya tak mengerti. “Apa kamu tahu siapa yang bisa membuat Rasha berkompetisi?” tanya Zhen dan Adrian mengangguk.
Zhen menghampiri keponakannya dan meminta Adrian untuk mengatakan siapa orang dia maksud.
“Katakan saja jika dyadya menyerahkan Sandr kepadaku maka Rasha pasti akan menuruti keinginan dyadya tanpa bantahan,” kata Adrian bangga.
Zhen mengerutkan dahinya bingung. “Kalian kan bersaudara mana mungkin hal ini akan berpengaruh, dia pasti tak bereaksi,” pesimis Zhen.
Adrian semakin yakin jika kali ini rencananya berhasil untuk mendapatkan kepemilikan Sandr meskipun tak sebanyak Rasha.
“Jangan hanya ucapan dyadya, saya rasa dyadya harus mengatakan berapa banyak yang akan dyadya berikan kepadaku, 10%, 20%, 30% saya rasa itu cukup untuk membuatnya terintimidasi,” kata Adrian memancing.
Zhen berjalan ke tepi jendela memandang lalu lintas jalanan siang hari yang terlihat dari sana. Lelaki paruh baya itu memikirkan kemungkinan keberhasilan usulan Adrian ini.
“Anggap saja ini seperti pekerjaan yang dyadya berikan kepadaku, karena aku keponakan dyadya tentu saja aku tidak akan membuat Sandr dalam bahaya,” rayu Adrian.
“Jika nanti Rasha terpengaruh maka dia akan menikah dan punya anak seperti yang dyadya inginkan. Dan Sandr tetap jadi milik Rasha,” kata Adrian.
“Tapi jika dyadya memberikannya kepada yang lain, mereka pasti menggagalkan apa yang dyadya inginkan jadi saham Sandr akan pindah tangan dan itu terlalu beresiko,” ucap Adrian.
Zhen mulai menimbang ucapan Adrian yang masuk akal. Adrian tahu pamannya mulai goyah dan dia semakin gencar memberikan masukan yang tersirat makna hasutan halus kepada pamannya.
Tak ada satu pun yang tahu watak Adrian yang asli karena lelaki ini terlalu manipulatif. Tapi Rasha menyadari hal itu bahkan sempat dia menyebarkan anggota Kogens untuk mengawasi Adrian secara keseluruhan.
Hal inilah yang membuat Adrian tak suka dengan Rasha, terlalu sempurna untuk tahu segalanya. Dia bertekad untuk berada satu level yang sama dengan Rasha sejak saat itu.
“Aku harap kamu tidak keberatan jika aku memberimu 25% sebagai imbalan atas ide dan pekerjaan yang mau kamu lakukan untuk masa depan Rasha dan Sandr,” kata Zhen.
Adrian berbinar mendengar ucapan pamannya. Jika dia tidak ingat sedang menjaga imagenya dia yakin sekarang udah bersorak kegirangan karena 25 persen saham Sandr, sama artinya dia bisa hidup makmur sampai cucunya nanti.
“Dengan senang hati Adya akan membantu dyadya soal ini. Percayalah,” ucap Adrian meyakinkan.
***
Rasha masih kesal dengan alasan ayahnya memberi bagian Sandr kepada Adrian. Kenapa ayahnya masih saja memberi harapan kepada Adrian yang dia yakini jika ayahnya tahu bagaimana kelakuan sepupunya itu.
“Papah masih saja memberi lelaki tak tahu malu ini kekayaan sedangkan papah tahu betapa serakahnya dia,” cela Rasha.
Zhen menggeleng, “Jangan mengatakn hal buruk soal Adrian, dia hanya salah jalan di masa lalu,” bela Zhen membuat darah Rasha makin mendidih.
“Papah akan menyesali keputusan ini, memberikan Sandr kepada lelaki serakah macam dia,” kata Rasha meninggalkan keduanya yang merasa malas untuk menjelaskan bagaimana tabiat Adrian kepada ayahnya.
Rasha berbalik dan pandangannya bertemu dengan Adrian yang merasa menang karena mendapat pembelaan dari pamannya.
Tatapan mereka tak ada tanda keakraban atau dukungan hanya permusuhan nyata yang memang sudah mereka lakukan sedari remaja.
“Pilih dengan bijak Rasha, 25% saham Sandr aku berikan kepada Adrian atau kamu menikah dan memiliki anak selam satu tahun,” kata Zhen.
Rasha mengepalkan tangannya dan pandangan matanya masih menatap Adran sengit. Pria itu tak gentar dengan tatapan Rasha seperti itu. Rasha memejamkan matanya sebentar dan berbalik.
“Apa Papah sudah memikirkan resiko jika aku tetap tak mau mengambil tantangan Papah ini, 25% saham Sandr akan jatuh ke tangan orang yang salah, 75% ada di yayasan yang tentu saja lelaki ini tidak akan tinggal diam dan merebut semuanya,” ucap Rasaha dengan napas tersengal.
“Apa itu yang Papah inginkan setelah Kakek susah payah membangun semuanya?!” sentak Rasha.
Adrian terhenyak, rencanya tidak boleh gagal karena ucapan Rasha bisa saja mempengaruhi pemikiran pamannya.
“Dyadya bisa membuat perjanjian hitam di atas putih jika memang dyadya tak percaya kepadaku. Aku tidak mungkin membuat Sandr yang luar biasa ini hanya jadi sejarah, setelah apa yang dyadya lakukan kepada keluargaku,” ucap Adrian mendramatisir.
“Munafik!” umpat Rasha.
Adrian menatap Rasha tak suka dan kesabarannya mulai habis. Dia hendak melawan sepupunya itu tapi ucapan Zhen makin membuat Rasha tak berkutik.
“Jika kamu sadar dengan perjuangan Sandr tapi kamu tidak mau meneruskannya, itu lebih buruk dari munafik,” cela Zhen.
Rasha menegang.
Adrian tersenyum menang.
“Aku tak peduli dengan isi hatimu dan berapa banyak wanita yang sudah kamu tiduri. Aleksandr hanya butuh seorang pewaris seperti biasanya,” ucap Zhen.
“Kecuali jika Yevara Aleksandr menjadi penerus terakhir dan Adrian yang akan jadi penerus berikutnya, maka kamu tak perlu mencari wanita yang mau melahirkan anakmu,” kata Zhen.
Hening.
“Kalian semua keluar dari sini,” perintah Zhen cepat.
Adrian menunduk hormat dan berjalan keluar ruangan. Rasha masih berdiri tegak di sana.
“Perjanjian itu hanya untuk mendapatkan pewaris bukan untuk menikah. Apa itu maksud Papah?” tanya Rasha memastikan.
Ucapan Rasha sontak menghentikan langkah Adrian dan Zhen menatapnya sengit.
“Tidak ada cara untuk bisa punya anak selain menikah, Bodoh,” sentak Zhen.
“Bagaimana jika aku bisa menemukan cara itu?” kata Rasha di atas angin.
Zhen terkekeh mendengar ucapan anaknya.
“Coba saja jika memang ada, karena aku tak butuh perasaanmu aku hanya butuh seorang pewaris bukan menantu,” tantang Zhen.
Adrian diam dia tak tahu apa yang ada dalam pikiran sepupunya ini tapi melihat bagaimana tegasnya ucapan itu dia tak yakin jika Rasha akan menolak permintaan ini.
“Jika dalam satu tahun aku bisa mendapatkan pewaris maka Adrian dan keluarganya tidak mendapatkan apapun dari Sandr dan aku jadi pemilik Sandr yang baru,” nego Rasha.
Adrian yang mendengar itu kaget, bukan soal Rasha punya pewaris atau bukan, Namun, ini soal kepemilikan baru Sandr, jika dia menjadi pemilik baru maka itu ancaman bagi dirinya. Dia tahu sepupunya tak suka dengannya dan dia pasti didepak dari sini tanpa membawa sepeser pun kekayaan yang bisa dia raup sebanyak mungkin.
Zhen menaikkan satu sudut bibirnya, dia tak menyangka jika hal sepele ini bisa membuat anaknya menuruti keinginannya.
“Aku tunggu cucu pertamaku datang, Anak Muda,” kekeh Zhen puas.
*****