"Kak Zeta, besok aku datang siangan ya, soalnya jam sebelas ada kelas. Aku lupa izin Kakak tadi."
"Jadinya kamu yang shift siang?"
"Iya, Kak. Aku udah bilang Poppy buat gantiin aku shift pagi."
"Okay, gak pa-pa. Yang semangat ya belajarnya," ucap Zeta sambil menepuk pundak salah satu karyawan wanitanya ini.
"Makasih, Kak Zeta cantik~"
"Tau aja kalau aku cantik. Hahaha..." Zeta dan sang karyawan tertawa seiring langkah kaki mereka keluar dari pintu kafe. Para karyawan lain di belakang Zeta pun ikut tertawa. Wanita dua puluh tujuh tahun ini memang terkenal humble sejak kecil. Di mana pun berada, Zeta pasti langsung disukai banyak orang.
Tawa Zeta luntur saat melihat seorang pria yang sejak siang betah nangkring di kafenya sampai kafe wanita berambut merah ini hampir tutup. Zeta pikir pria ini sudah pergi. Wanita ini menghentikan langkah saat sang pria tersenyum ke arahnya.
Deg...
Jantung Zeta berdetak kencang. Tidak mungkin kan, dia masih memiliki rasa pada pria yang pernah menghancurkannya begitu dalam ini? Tidak! Jangan sampai! Amit-amit tujuh turunan kalau sampai rasa itu masih ada!
"Ehm... Kak Zeta, aku pulang duluan ya, Ayah aku udah jemput," ucap sang karyawan yang tadi berjalan bersisian dengan Zeta. Sang karyawan curiga sepertinya sang bos memiliki hubungan khusus dengan pria yang sejak tadi menjadi pengunjung kafe ini. Terlebih tatapan sang pengunjung itu selalu mengarah ke arah Zeta yang beberapa kali ikut mondar-mandir mengantar pesanan saat kafe mulai kembali ramai.
"Hati-hati ya."
"Siap, Kak." Setelah mengatakan hal itu, sang karyawan langsung melesat pergi dari hadapan Zeta, lalu menyunggingkan senyum sopan ke arah Andaru Ansel Bratadikara saat melewati pria itu... Ya, sang karyawan akhirnya tahu siapa pria itu. Pria yang pemberitaannya sempat trending di berbagai media.
Sementara itu, karyawan Zeta yang lain juga ikut berpamitan dengan wanita manis ini, dan menyunggingkan senyum sopan juga ke arah Daru.
Mereka berdua saling pandang dengan jarak yang lumayan dekat, lalu tak lama, Zeta mengalihkan pandangan, dan kembali melangkah ke arah motor matic yang sudah setia menemaninya selama tiga tahun ini.
Zeta berjalan melewati Daru cuek, seolah tak ada siapa pun di sana, padahal jantungnya sudah ribut tak jelas.
"Kamu pulang naik apa, Aya?"
Langkah Zeta terhenti saat mendengar suara itu, dan panggilan itu...
Zeta menutup mata saat tiba-tiba saja kenangan indah bersama Daru dengan kurang ajarnya muncul di ingatan. Bagaimana lembutnya Daru dulu memperlakukannya. Bagaimana Daru selalu mengalah saat mereka bertengkar, dan bagaimana Daru pernah menjaganya sedemikian rupa dari kakak kelas yang ingin iseng pada Zeta yang terkenal pemberani itu, yang malah dicap pemberontak oleh para kakak kelasnya.
Zeta menggeram kesal, lalu menggelengkan kepala untuk mengenyahkan kenangan itu dari otaknya.
Wanita ini berbalik, lalu tersenyum sinis ke arah Daru. Tangannya bersedekap sambil menaikkan sebelah alisnya. "Papanya Evan kenal sama saya?"
"Kita gak mungkin pura-pura gak saling kenal terus, padahal dulu kita sangat dekat. Bahkan kamu yang ambil ciuman pe—"
"Diam!" potong Zeta dengan napas terengah.
Sialan pria ini! Mengapa dia sampai mengingatkan tentang ciuman pertama mereka?? Ciuman yang sangat kaku, karena sama-sama baru pertama kali salam bibir.
Zeta menatap Daru tajam dengan wajah merona karena malu dan kesal secara bersamaan. Zeta mengingat dengan jelas rasa bibir lembut Daru dulu, yang menciumnya hati-hati saat pria itu berulang tahun yang ke tujuh belas, dan mereka merayakannya berdua di sebuah taman dekat rumah Zeta.
Ulang tahun ke tujuh belas? Amarah Zeta kembali bangkit saat mengingat angka tujuh belas. Mengingatkannya pada kejadian di mana Daru memutuskan hubungan mereka hanya lewat sambungan video. Berengsek!
"Gak perlu mengingat yang sudah lalu, karena sekarang udah gak ada artinya lagi! Sebaiknya sekarang, kita pura-pura tidak saling mengenal, Papanya Evan!" desis Zeta tajam.
Daru menggeleng tegas. "Aku gak bisa pura-pura lagi gak kenal kamu, Aya! Dan berhenti panggil aku 'Papanya Evan'!"
"Loh, kenapa? Memang Anda kan Papa__ Ansel!"
"Ya, itu namaku... Sebut namaku seperti dulu, bukan sebutan dan kata-kata formal kayak tadi!" bisik Daru parau tepat di depan wajah Zeta. Sebelah tangan pria ini sudah mencengkeram lengan Zeta setelah sebelumnya menarik lengan wanita ini tiba-tiba.
Deru napas mereka beradu. Jantung keduanya berpacu kencang. Hidung mereka nyaris bersentuhan. Mereka saling tatap dengan sorot rindu.
Rindu?
Tidak! Tidak! Tidak!
Zeta segera memundurkan wajahnya, sampai jarak wajah mereka menjauh.
"Lepas! Kamu gak lihat ada satpam di sana?!" bisik Zeta tajam sambil melirik satpam kafenya yang sejak tadi memperhatikan sang bos. Satpam yang akan pulang setelah semua karyawan kafe ini pulang.
"Aku akan lepas kalau kamu berjanji untuk gak ngomong formal lagi sama aku!"
"Siapa kamu, yang beraninya ngancem aku kayak gini?!"
"Mantan terganteng kamu."
"Najis tralala ya!"
"Kamu suka banget bilang najis, apa itu salah satu kata favorit kamu?"
"Kata andalanku!" sarkas Zeta, yang membuat Daru terkekeh geli, sementara Zeta semakin mendelik tak suka.
"Lep—"
"Ngomong-ngomong, kayaknya kita jodoh ya, karena kita udah sama-sama single," ucap Daru mengingatkan status yang mereka sandang saat ini. Janda dan Duda.
"Najis!"
"Gak boleh ngomong gitu, Aya. Kamu gak takut kena karma?"
"Bodo amat! Lepasin aku!"
"Kamu belum janji__Ouch!!" Daru langsung saja melepaskan tangannya yang tadi mencengkeram lengan wanita ini, karena Zeta tiba-tiba menggigit kencang lengannya. "Kamu berubah jadi vampire ya?! Gigi kamu tajem banget sih!" kesal Daru sambil mengusap lengan telanjangnya yang digigit Zeta karena pria ini menggulung lengan panjang kemejanya sampai siku.
"Rasain! Terserah mau bilang aku vampire atau serigala, aku gak peduli! Bye!" Zeta langsung saja berbalik. Namun tubuhnya lagi-lagi tersentak karena tarikan Daru, lagi?!
"Ans—"
"Kamu semakin cantik, Aya..." ucap Daru mesra.
Tubuh Zeta mendadak kaku, wajahnya langsung merona malu saat Daru memandanginya seolah hanya Zeta satu-satunya wanita di dunia ini.
Ada apa ini?? Mengapa sang mantan malah seperti tebar pesona padanya??? Tidak mungkin kan, Daru mencoba ingin menjalin hubungan lagi dengannya???
"Anse—"
"Ayo kita mulai dari awal!" ucap Daru tegas.
Zeta membelalak tak percaya. Mulai dari awal? Pria ini sudah tak waras ya??? Mereka baru kembali bertemu, dan Daru langsung asal tembak seperti ini??? Dan lihatlah cara berbicaranya, Daru bukan meminta, tapi memerintah Zeta seolah Zeta tak boleh menolak. Dasar edan!
"Kamu gila??"
"Mungkin... dan sepertinya memang iya, karena aku cuma bisa gila karena kamu," balas Daru enteng sambil mengedikkan sebelah bahunya.
Zeta semakin membelalak tak percaya. "Ka-kamu sepertinya butuh perawatan khusus!"
"Kamu mau merawatku?"
"Ansel, dengar, kita gak akan kembali lagi dari awal!"
"Kalau begitu ayo kita ikat kembali jalinan yang pernah putus."
"Kamu__" Zeta tertawa kesal, lalu menyentak tangannya kasar sampai terlepas dari cengkeraman Daru. Tatapan Zeta tajam menusuk ke arah Daru. "Kamu yang mengakhiri hubungan kita waktu itu, tapi kamu juga yang minta kita ikat kembali??? Kamu pikir hubungan segampang itu bisa dipermainkan?! Saat kamu bosan sama aku, kamu putusin aku. Lalu setelah kamu bosan sama yang lain, kamu kembali lagi padaku?? Enak aja kamu bisa kayak gitu! Dengar Ansel, aku bukan wadah yang siap nadah kamu kapan aja! Aku anggap pembicaraan kita ini gak pernah terjadi! Jangan pernah temui aku lagi! Dan... menjadi orang asing satu sama lain adalah pilihan yang tepat untuk kita!" ucap Zeta panjang lebar. Mata wanita ini bahkan sudah berkaca-kaca. Terus terang saja, harga dirinya seakan diinjak sang mantan, saat Daru dengan gampangnya meminta hubungan mereka kembali terjalin. Tidak ingatkah pria itu, bahwa pernah menyakitinya begitu dalam?
"Kamu harus tahu, gelas yang sudah pecah, gak akan kembali utuh walaupun kamu perbaiki sedemikian rupa!" bisik Zeta tajam. Setelah mengatakan itu, Zeta membalikkan tubuh, lalu melangkah meninggalkan Daru yang tak bisa mengatakan apa pun lagi. Air mata Zeta jatuh tanpa sanggup ditahannya. Rasa sakit yang selama hampir sepuluh tahun coba dia hilangkan, kembali muncul ke permukaan. Zeta tahu, jika dirinya tak bisa melupakan Daru sepenuhnya.
"Aku harus cepat sampai di rumah, aku butuh Misha..." bisik Zeta bergetar. Hanya anaknya lah yang bisa mengobati semua luka yang pernah dia rasakan. Memiliki Misha adalah anugerah terindah dari Tuhan.
Sementara itu, Daru hanya mampu terdiam kaku. Mata pria ini pun sudah berkaca-kaca melihat punggung sang mantan menjauh dari pandangan. Dia tahu dia salah, karena melakukan pendekatan seperti banteng yang asal seruduk saat melihat kain merah. Tapi Daru tak bisa lagi menahan dorongan hasrat ingin memiliki Zeta kembali secepatnya. Terlebih pria ini memiliki saingan super kuat seperti Fahri.
"Beri aku kesempatan ke dua untuk memperbaiki gelas pecah itu, Aya... Aku akan merekatkan pecahan gelas itu satu per satu, lalu akan kuhias sedemikian rupa supaya terlihat cantik. Aku... tidak akan melakukan hal bodoh lagi... Aku tidak akan meninggalkanmu lagi kali ini... Aku mohon, Aya..." monolog Daru seperti orang bodoh, padahal Zeta sudah meluncur pergi dengan motor matic putih wanita itu.
Daru mengusap wajahnya kasar sambil berteriak kesal, sampai membuat satpam yang masih berjaga di kafe yang sudah sepi ini terkejut. Namun satpam itu tak berani menegur, karena sepertinya sang pria punya hubungan khusus dengan bosnya.
***