Reins Melamar

1022 Words
Kanaya tersenyum dan berjalan dengan penuh percaya diri, kali ini ia akan memberitahu sang Mama rencananya, gadis itu sangat polos sampai tak memikirkan dampak yang akan terjadi atas perbuatannya kali ini. Melihat sang Mama yang sedang berada di dapur membuat Kanaya berencana untuk mengerjai sang Mama. "Dorr!" teriaknya sambil memeluk tubuh Mamanya dari belakang. Kanaya berkali-kali mencium ceruk leher Mamanya. "Astaga! kamu ini ya udah gede loh, kok kelakuannya masih aja begitu," kekeh Camelia. Camelia memang tidak terkejut karena hal seperti ini hampir setiap hari ia alami bila Kanaya sedang berada di rumah. "Mamaku Sayang, ada ingin aku bilang sama Mama," "Mau bilang apa?" tanya Camelia acuh. Camelia memang sedang fokus mengadon tepung, ia ingin membuat bolu pisang kesukaan Evelyn Kakak iparnya, setelah pemakaman Clarista, Evelyn lebih sering mengurung diri di kamar, makan pun sangat sedikit, ia berharap bahwa Evelyn bisa sedikit terhibur dengan kue bolu buatannya. "Reins mau melamar ku Ma," Camelia yang kaget bahkan menjatuhkan sendok yang ia pegang. "Apa maksudnya ini Kanaya!" tegas Camelia. Kanaya pun menceritakan semuanya pada sang Mama, rencana Reins yang ingin menyelamatkan dirinya dari pernikahan dengan Putra dari Keluarga Hazardy. "Kenapa hati Mama tidak enak ya?" tanyanya. "Memangnya kenapa sih Ma? Reins kan orang yang baik," Camelia mendesah pelan, dari awal wanita paruh baya itu tahu kalau Reins memang memiliki perasaan pada putrinya, dan menurut Camelia Reins jauh lebih baik di banding Ethan. "Kamu tahu Kakekmu kan, dari dulu beliau tidak suka pada Reins, apa mungkin-" "Tenang Ma, Kakek sudah setuju untuk bertemu keluarga Reins malam ini, bahkan Kakek menyuruhku untuk memberitahu Mama untuk mempersiapkan segalanya," potong Kanaya, gadis itu tersenyum lebar. Camelia membulatkan kedua matanya, ia tahu betul sikap Papanya itu. "Apa kamu mencintai Reins?" tanya Camelia. Kanaya bergeming, jelas sekali kalau ia menganggap Reins hanya sebatas Sahabat, dan kalau pun lebih ia menganggap Reins seperti abang kandungnya sendiri. "Em ..." Kanaya bergumam. Camelia tahu betul kalau Kanaya tidak mungkin mencintai Reins. "Kalau kau memang mencintai Reins, Mama akan ikut berjuang nanti malam, Mama akan membantumu bicara pada Kakekmu," "Makasih Ma," ujar Kanaya langsung memeluk Mamanya. Ia tak perlu mengatakan apa ia cinta atau tidak pada Reins, yang terpenting sekarang adalah bagaimana ia lepas dari pernikahan dengan pria yang bahkan tidak ia kenal itu, apalagi pria itu sudah mendapat cap buruk dari semua orang yang ada di kediaman Taufan terkecuali Antonio yang sudah dibutakan oleh harta dan kekuasaan. Malam telah tiba, keluarga Gantara datang sesuai janjinya. Reins yang tampil luar biasa menggunakan kemeja biru yang membentuk tubuhnya sempurna, pria itu tampak lebih tampan dari biasanya. Kedua orang tua Reins juga terlihat berpakaian formal. Berbeda dengan Kanaya yang berpenampilan apa adanya dengan dress tanpa lengan selutut berwarna coklat s**u. Antonio dan Camelia menyambut mereka dengan sapaan formal seperti biasanya. "Selamat malam Tuan Antonio, senang bertemu anda kembali," sapa Harto Gantara, Papa dari Reins. Antonio mengangguk "Saya juga senang," jawab Antonio dengan wajah datar. Hal seperti itu sudah biasa bagi Harto, sejak dulu penampilan Antonio memang seperti itu, terlihat dingin dan kaku. Sedangkan Reins, sejak dulu ia memang tak berani berbicara dengan Antonio, apalagi tatapan tajam Antonio pada dirinya sekarang, rasanya bulu kuduknya berdiri semua. "Silahkan masuk," ucap Camelia. Reins melirik ke arah Kanaya, meskipun berpenampilan sederhana di hari spesial bagi Reins, namun Kanaya selalu terlihat cantik di matanya. Semua orang masuk dan duduk dengan tenang di ruang keluarga, jantung Kanaya berdegup kencang, ia sangat takut sekali. "Sebelumnya maafkan Putra dan Menantuku, mereka tidak bisa ikut menghadiri pertemuan kita malam ini, Evelyn masih sangat terpukul," ujar Antonio. Harto Gantara dan Nurma Gantara mengangguk memaklumi, meskipun mereka tidak datang di hari pemakaman Clarista, namun mereka mengetahui apa yang terjadi pada gadis itu. "Kalau begitu sebaiknya kita makan malam dulu, kami sudah mempersiapkan segalanya," ujar Camelia. Nurma terkekeh "Waduh, gak perlu repot-repot loh Jeng Camelia," Camelia tersenyum "Gak repot kok, mari silahkan," Camelia mempersilahkan mereka semua menuju ke meja makan besar yang sudah di penuhi oleh berbagai jenis makanan lezat menggugah selera. Mereka berlima duduk dengan tenang dan di layani oleh para Pelayan. Makan malam itu berlangsung khidmat, entah kenapa rasanya malam ini berjalan lancar, Reins sekali-kali mencuri pandang ke arah Kanaya. Kanaya yang merasa aneh dengan tatapan Reins hanya bisa tertunduk. Tidak biasanya ia merasakan hal aneh seperti ini, mungkin karena Reins sudah mengatakan perasaannya pada Kanaya. Setelah selesai menyantap makan malam, mereka semua kembali duduk di ruang tamu. Tiba-tiba rasanya hawa ruangan itu terasa panas, Kanaya berulang kali menelan salivanya sendiri karena gugup, Camelia berusaha membuat Kanaya tenang dengan memegang tangan Putrinya. "Jadi, ada apa kalian ingin melakukan pertemuan dengan keluarga kami?" tanya Antonio tanpa basa-basi. Seketika semua orang menegang. "Emm ...jadi begini Tuan Antonio, Putra Kami Reins berniat untuk melamar Kanaya," ujar Harto Gantara. Camelia yang gugup malah meremas tangan Kanaya, padahal tadi ia yang berusaha ingin menenangkan sang Putri, namun begitu mendengar kata-kata itu malah ia yang panik. "Mama," bisik Kanaya yang merasa kesakitan. "Ma-maaf Sayang, Mama gugup," ucap Camelia. "Kok malah Mama yang gugup, kayak Mama aja yang di lamar," kekeh Kanaya berusaha mencairkan suasana. Camelia mencubit pelan tangan putrinya itu " Kamu ini," Sejujurnya mereka semua memang gugup. Antonio masih diam, ia tak menunjukan ekspresi apapun. "Lalu bagaimana menurut Tuan Antonio?" tanya Harto hati-hati. Ia terpaksa bertanya karena Antonio tak kunjung berbicara. Antonio bersandar di sofa sambil menyilangkan kedua kakinya. "Sayang sekali, tetapi sudah ada yang lebih dulu melamar cucuku," "Apa?!" Harto Gantara dan Nurma Gantara terkejut, ia memang tak mengetahui hal ini karena Reins tak memberitahu apapun saat di rumah. Mereka saja sempat adu mulut di rumah saat Reins mengatakan niatnya untuk melamar Kanaya, bagi Harto dan Nurma masih terlalu dini bagi Reins untuk menikah apalagi ia masih merintis kariernya sebagai seorang Pengacara handal. Namun karena desakan Reins, kedua orang tuanya menyetujui dan bersedia melamar Kanaya. "Apa maksudnya ini Reins?" tanya Harto menatap tajam ke arah Putranya itu. "Maaf Kek? bukankah baru besok pria itu datang melamar Kanaya, itu berarti kami lebih dulu kan?" ucap Reins penuh percaya diri. Antonio menatap tajam ke arah Kanaya, ternyata Kanaya sudah menceritakan semuanya pada Reins. Camelia yang melihat tatapan sang Papa terhadap Putrinya, menatap tajam balik Papanya. "Yang dikatakan Reins benar!" ujar Camelia tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD