bc

Dikhianati Suami

book_age18+
1.3K
FOLLOW
7.0K
READ
revenge
possessive
love after marriage
CEO
boss
single mother
drama
bxg
office/work place
punishment
like
intro-logo
Blurb

Anjani trihapsari merasakan kalau pernikahannya berat sebelah. Suaminya, Fajar Rahman menafkahinya seperti tidak tulus. Bahkan semua keperluan sekolah untuk anak anaknya Anjani yang memenuhi. Anjani tidak tahu salahnya dimana. Anjani hanya berpikir kalau gajih suaminya memang sedikit. Namun ketika ia melihat sebuah bukti bahwa gajih suaminya besar, dan dipakai untuk kuliah, lalu mendua. Anjani menyerah, dan meminta talak.

Lalu apakah Fajar akan menceraikannya dan Anjani mendapatkan pasangan yang lebih baik. Ataukah Anjani tetap berusaha sendiri dan mencoba ikhlas.

chap-preview
Free preview
01. Permintaan Fajar
"Aku ingin kuliah!" deg! Aku yang hampir saja akan menyuapkan nasi ke dalam mulut, menjadi mengambang diudara. Pasalnya Mas Fajar mengatakan hal ini secara tiba tiba. Disaat kami sedang makan berdua, dan disaat keuangan rumah tangga kami tidak sedang baik baik saja. "Kamu punya uang buat kuliah?" tanyaku padanya. Mas Fajar diam dan menunduk sambil makan. "Terus kamu punya uang dari mana buat kuliah, kalau keuangan kita saat ini saja sedang pas pasan?" sambungku lagi. Lalu Mas Fajar tidak menyahut. Dia hanya bergeming sambil tetap makan. Aku memang pernah mendengar Ibu mertua berkata. Bahwa Mas Fajar kasihan kerja cape, terkena sinar matahari juga terkena hujan. Beliau memang bekerja sebagai pengantar barang di kota kami. Mamah mertua juga berkata, suruh Fajar kuliah. Biar bisa kerja dikantoran seperti Adiknya. Biar tidak capek. Aku juga jujur merasa kasihan padanya. Tapi bukankah yang bekerja sebagai supir pengantar barang itu banyak. Maksudku, masih banyak diluaran sana yang menganggur dan ingin bekerja seperti Mas Fajar. "Aku capek kerja. Gajihnya kecil! cuma habis buat makan dan sekolah anak saja. Tidak ada masa depannya!" Suara ketus itu terdengar menyentil hatiku. Seolah kami, aku dan anaku adalah beban untuknya. Dan dia merasa terbebani. Ku letakan sendok di atas piring. Dan menghela napas. Ku tatap wajahnya dengan lekat. "Terus kalau kuliah memangnya enggak butuh biaya? di mana kamu bakal nyari biaya kuliah juga buat kita sehari hari. Belum lagi kedua anak kita butuh jajan dan si sulung udah mulai sekolah?!" Ini pertanyaan sebenarnya aku juga ingin mengingatkan padanya. Bahwa kedua anaku, sejak lahir selalu aku yang membeli baju dan keperluan lainnya. Termasuk baju untuknya juga. Bukan aku pelit atau itungan sebagai istri. Tapi Mas Fajar memang sepertinya tidak mau ambil pusing dengan kedua anak kami. Dia santai saja, saat aku bilang seragam sekolah Andi, anak sulung kami harus ganti, karena sudah tidak muat. Atau si kecil Katar, anak bingsu kami harus beli keperluan mandinya. Katar ini berumur lima bulan. Jadi dia alat mandinya harus beda. Aku ingat betul, ketika ia masih kerja di tempat yang dulu. Dia gajihan dan waktu itu mau lebaran. Dia sangat sibuk memilih baju koko, dan sarung untuk lebaran. Tanpa bertanya apakah aku butuh gamis atau mukena untuk lebaran? atau anak kami, Andi waktu itu masih kecil, apakah ia butuh baju? Dia sama sekali tidak bertanya. Aku pikir waktu itu dia lupa, sehingga tidak bertanya. Namun sampai saat ini, setelah anak kedua kami lahir. Dia masih tetap sama. Dia tidak pernah bertanya apakah aku ingin beli baju baru untuk lebaran? Ataukah aku mau memberi orang tuaku untuk lebaran? Tidak! Bahkan kemarin untuk memberi orang tuanya saja. Dia aku yang mengusulkan. Dan itu uang dariku. Bukan! Aku bukannya perhitungan. Aku hanya berpikir, apakah kalau aku tidak punya penghasilan sendiri. Dia tidak akan ingat pada anak anak nya dan orang tuanya. Aku sudah tidak berharap dia ingat padaku. Atau dia memberikan uang lebih untuk membeli kosmetik, misalnya. Atau pakaian dalam, misalnya. Tidak! Dia sama sekali tidak pernah memberikan itu. Namun aku tetap tidak pernah membahas itu. Aku selalu bersyukur karena aku masih bisa membeli itu dengan usahaku sendiri sebagai seorang penulis. Yaaa ..., aku adalah seorang penulis. Yang kebetulan memiliki nama besar, juga penghasilan yang lumayan. Aku bisa membeli semua keperluan rumah tangga. Termasuk motor yang suami aku pakai untuk beliau bekerja. Tidak apa apa, aku ikhlas. Karena beliau bekerja untuk kami. Aku juga tidak mau beliau di banding bandingkan dengan adiknya yang sudah sukses dan memiliki motor bagus. Aku tidak mau beliau dihina. Aku memang tidak pernah mendengar kalau adik dan ibunya mengatakan itu. Namun aku merasakan dari sikap mereka. Sepertinya tidak rela kalau kami meminjam motornya. Dan lagi ..., Adiknya yang sukses itu sepertinya tidak terlalu hormat pada suamiku. Aku tidak rela suamiku diperlakukan seperti itu. Aku pernah membaca pesan diponsel beliau, kalau adiknya berkata tidak sopan padanya. Dan aku sangat sedih. Ternyata suamiku tidak dihormati oleh adiknya sendiri. Makanya dari itu, aku harus kerja lebih keras agar kebeli motor bagus. "Maaf, Mas. Bukannya aku melarang kamu buat kuliah. Tapi bagaimana dengan keadaan kita saat ini? keuangan kita sedang tidak baik." "Kamu kan penulis. Kamu bisa lah nyari uang lebih buat kebutuhan sehari hari. Sementara gajihku aku pakai untuk kuliah. Kalau aku lulus S1, nanti aku kerja kantoran. Yang untung kamu juga kan?" "Banyak ko, yang S2 saja pada nganggur!" "Lah, kamu malah doain aku yang enggak enggak sih!" "Aku bukan doain yang enggak enggak. Aku cuma mikir, kalau kamu itu egois. Bukannya mikir gimana caranya punya penghasilan tambahan. Ini malah mikir buat kuliah. Kalau kamu mau kuliah, kenapa dulu minta nikah sama aku? Kan aku sudah bilang, aku bakal nikah sama orang lain. Kenapa kamu halangin?" "Kamu nyesel nikah sama aku?" "Aku enggak bilang kaya gitu. Aku cuma berharap kamu bisa mikir. Untuk saat ini kuliah bukan lagi saat yang tepat." "Lah, nyari ilmu itu boleh kapan saja! Enggak ada batasan umur!" "Iya, asal kamu tetep ngerjain tanggung jawab kamu. Andi dan katar adalah tanggung jawab kamu, kalau kamu lupa!" Aku malas berdebat. Aku segera bangun dan membawa piring yang masih penuh dengan nasi ke wastafel. "Itu nasi jangan dibuang! Aku capek lho nyarinya tiap hari kenapa panas sama hujan!" teriak Mas Fajar. Aku menoleh. "Kamu lupa, bulan ini kamu enggak ngasih jatah makan. Kamu alasan kalau gajih kamu ditahan!" Aku segera pergi ke kamar dan mengunci pintu. *** Setelah pertengkaran tempo hari itu. Mas Fajar sepertinya benar benar masuk kuliah. Dan uang bulanan yang tidak ia berikan padaku, sepertinya ia pakai untuk pendaftaran. Dan aku sekali lagi tidak mau berdebat. Meski Mamahku terus saja mengomel membicarakan Mas Fajar pada Papah. Aku memang cerita kalau Mas Fajar mau kuliah. Dan Mamah tentu saja tidak terima. Tidak kuliah saja, hampir semua kebutuhan aku yang nanggung. Bagaimana kalau kuliah, sudah pasti aku semakin tercekik. Sudah hampir dua bulan, Mas Fajar kuliah. Aku melihat penampilannya semakin berubah. Dia terlihat lebih rapi dan wangi. Ah, seperti ABG saja. Mas Fajar mengambil kuliah disaat beliau libur kerja. Sehingga untuk saat ini, waktu beliau untuk keluarga sangat berkurang. si kecil Katar, suka melihat ke arah pintu. Dia pasti mencari Papahnya. Karena setiap sore, beliau akan pulang lalu memanggil Katar, dan memeluknya. Katar akan tertawa bahagia, sambil memegang wajah ayahnya. Lalu aku pun akan ikut tersenyum melihatnya. Aku melupakan semua rasa kesalku pada beliau, karena tidak pernah menanyakan apa kebutuhanku. Dengan melihat Katar yang bahagia. Tapi saat ini ...., Katar terlihat sendu dan melirik ke arah pintu. Dia pasti menunggu Ayahnya. Tapi Mas Fajar sama sekali belum pulang. Entah di mana dia saat ini. Mungkin kuliah, atau di mana. Aku tidak tahu. Sekarang hari sabtu. Dan Mas Fajar memang waktunya kuliah. Tapi biasanya beliau pulang jam enam sore. Namun hari ini sudah jam delapan malam. Dan Mas Fajar belum juga pulang. Di mana kamu Mas? Kulihat Katar menguap. Bayi kecilku ini sepertinya mengantuk. Lalu ku bawa ke kamar dan ia tertidur setelah ku berikan asi. Jam sepuluh malam Mas Fajar pulang. Aku pura pura tidur saja. Dia pergi ke kamar mandi setelah meletakan ponselnya di atas nakas. Aku awalnya diam saja tidak peduli dengan ponsel Mas Fajar, kala sebuah notifikasi masuk. Dan aku pun mengambilnya karena merasa penasaran. Sebuah pesan masuk dari seseorang. Sebuah nomor yang bernamakan Indira cantik. Sebuah nama yang cukup membuatku tersenyum kecut dengan kedua mata ini yang terasa perih. (Mas, terima kasih untuk malam minggu yang indah ini. Semoga besok kuliah, kita lebih semangat demi masa depan kita) Deg! Seketika kedua tangan ini terasa gemetar. Kulihat semua pesan demi menuntaskan semua rasa penasaran. Mas Fajar (Sayang, aku harus pulang. Aku takut Mamahku marah.) Indira Cantik (Iya sayang, salamin sama Mamah kamu. Kalau aku mencintai putranya dan ingin segera menikah) Mas Fajar (Sabar yaaa, nanti kalau aku sudah selesai kuliah dan punya pekerjaan layak.) Indira Cantik (Aku bakal nunggu pokoknya!) Air terdengar berhenti. Gegas aku ss semua pesan itu lalu di kirim semuanya ke dalam ponselku. Setelah selesai, aku kembalikan ponsel itu lantas segera pura pura tidur kembali. Lalu sesaat kemudian pintu terbuka bersama Mas Fajar yang memakai handuk sepinggang. ku tutup mata dengan sesuatu yang meleleh di sudut mata ini. Jadi keinginan untuk kuliah itu hanyalah alasan agar dia bisa bebas dan bertemu perempuan lain, Mas? Kamu tega, Katar menunggumu di rumah dengan terus menatap ke arah pintu. Katar ku yang polos dan tidak tahu apa apa. Menantimu di dekat pintu seperti biasanya. Katar ingin dipeluk papahnya seperti biasanya. Katarku merindukanmu, tapi kau di sana ..., Tapi kau malah asik dengan perempuan barumu. Kau lupa pada kami, dan kau pun lupa pada janjimu. Aku tidak tahan. Aku bangun dan membuatnya kaget. "Kamu belum tidur?" dia bertanya gagap. Aku menatapnya beberapa saat. Lalu meraih Katar dan membawanya ke luar dari kamar itu. Entah kenapa aku merasa tidak rela berada satu kamar dengannya. "Lah, kenapa Katar di bawa? Kamu mau ke mana?" dia mengikuti. Aku masih tidak menjawabnya. Airmata ini luruh tidak mau berhenti. Dadaku sesak, sampai untuk bernapas saja begitu susah. Aku lemas sebenarnya. Tapi aku berusaha kuat agar tidak membangunkan Katar kecilku. "Anjani! Aku bertanya!" Dia meraih tanganku, namun aku hentakan tanpa melihatnya. Lantas masuk kamar tamu, lalu menguncinya dari dalam. "Anjani!" Teriakannya terdengar, namun aku sama sekali tidak menghiraukannya. Kuletakan Katar di atas ranjang. Ku tatap wajah polos itu, dan tubuh mungil itu. Tangisku pecah, tidak bisa lagi di bendung. Aku menikah dengan Mas Fajar dengan impian kalau aku hanya akan memiliki satu pernikahan dan satu suami, dengan anak anak yang manis. Anak anak yang bahagia, tidak pernah merasakan hal yang pernah dulu aku rasakan. Terlahir dari sebuah keluarga broken home! Tapi karena hal ini, mungkin semua itu akan terjadi. Kedua anaku mungkin akan merasakan semua itu. Maafkan Mamah Nak. Ku genggam tangan Katar dengan lembut. Seolah sebuah kekuatan yang membuat tubuh lunglaiku bertenaga kembali. Aku harus kuat demi anak anaku. Aku siap untuk semuanya. Perlahan aku berdiri, dan berjalan ke arah pintu. Lalu kubuka setelah mengusap kedua mata ini. Kutemukan seorang lelaki yang dulu amat mencintaiku. Dulu dia menangis dan mengemis pada mamahku, dan Ayah tiriku, untuk meminta diriku. Dulu dia berjanji dengan segenap hati, bahwa dia akan selalu mencintaiku sampai maut memisahkan kita. Dulu dia ..., "Anjani ...," dia hendak meraih wajahku. Namun aku menolak dengan menjauhkan wajah ini. Aku tidak akan pernah membiarkannya menyentuhku kembali. "Mas ...," sejenak aku terdiam. Mas Fajar terlihat sedih dan tercengang. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Entah dia merasa bersalah atau apalah. Aku tidak peduli. "Iya, kamu kenapa sayang?!" Jangan panggil aku sayang, Mas! Kamu pembohong! Air mata ini luruh lagi. Mas Fajar hendak mengusapnya. Namun aku sekali lagi menjauh. "Kamu kenapa?" Dia meraih kedua bahuku. "Anjani ....," Aku perlahan mendorongnya. Aku merasa dia sudah haram untuku. "Mas, aku minta maaf. Tapi aku mohon, ceraikanlah aku!" Deg! Dia mematung!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook