‘Sahabat bukan tentang siapa yang telah lama kamu kenal, tapi tentang siapa yang menghampiri hidupmu dan tidak pernah meninggalkanmu dalam situasi dan kondisi seburuk apa pun.’ -Unknown
Malta, Eropa Selatan 3 Agustus 2019
Ezra tiba di bandara tepat pukul enam pagi. Sinar matahari sudah hangat menerpa kulitnya. Ia membawa kunci mobil yang sudah Ezra sewa sebelum keluar dari bandara.
Pria itu mengendarai mobil mencari restoran, setelah berkeliling cukup lama ia akhirnya menemukan restoran yang tepat berada di tepi pantai. Ia memesan beberapa makanan seafood dan jus alpukat, sebenarnya Ezra ingin memesan bir tetapi sekarang masih terlalu pagi.
Ezra menikmati pemandangan pantai sembari menyantap makanan, pantai mediterania itu memiliki pemandangan yang sangat indah serta air yang berwarna hijau bersih.
Ia melihat burung-burung camar beterbangan di kapal yang sedang sandari di dermaga, Ezra kali ini tiba di Malta, sebenarnya ini bukan salah satu tempat tujuannya tetapi ia sangat tertarik dengan sejarah dan juga rumah-rumah yang unik.
Ezra mengemudikan mobil menuju resort yang telah ia sewa sebelumnya, melihat sempitnya jalan, ia akhirnya memarkirkan mobilnya sedikit jauh dari resort. Ezra melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Resort itu atas rekomendasi Adlan, pria itu mengatakan tempat ini punya fasilitas dan pemandangan yang bagus. Akhirnya, Ezra setuju dan memutuskan untuk menyewanya selama ia berada di sana.
Pria itu mengiring dua koper sembari memandangi sekitar, tepat pukul 10 siang ia akhirnya masuk di resort berupa seperti rumah pribadi dengan tiga buah kamar tidur dan dua kamar mandi serta balkon.
Ezra sangat puas dengan tempat yang behasil ia sewa, walaupun harus membayar dengan harga lumayan.
“Welcome in Malta, Sir. I hope you enjoy and happy here.” Sambut salah seorang pria lalu memberikan sandi resor kepadanya.
Ezra memasukkan sandi itu lalu mengubahnya sementara agar tidak ada yang masuk ke dalam resort ini kecuali dirinya. Ia menaiki tangga menuju kamar yang berada di lantai dua, meletakkan kopernya di sana lalu membersihkan diri.
Satu jam kemudian, Ezra terlihat segar dan rapi ia ingin berjalan-jalan diluar menikmati senja ketika ponselnya berbunyi. Ezra terkejut melihat nama Ayahnya di sana.
“Halo, Dad.” Sapa Ezra.
Robert seketika langsung tersenyum hangat ketika Ezra mengangkat teleponnya. Mereka melakukan video call, Ezra melihat latar belakang tempat Ayahnya menelpon dan seketika mengetahui jika Ayahnya masih berada di kantor.
“Hai, Nak. Apa kabar? Kau sedang berada dimana sekarang? Australia? Amerika?” tanya Robert.
Ezra mengambil tas punggungnya, ia melangkah keluar lalu mengunci resort yang ia tempati. Ia memperlihatkan pemandangan yang ia lihat kepada Ayahnya.
“Aku berada di Malta.” Jawab Ezra setelah mengembalikan kamera ponsel kembali ke arahnya.
Kening Robert berkerut, “Bukankah kau sudah menyelesaikan tur Eropamu beberapa bulan yang lalu? Kenapa kembali ke Eropa?”
“Aku tiba-tiba tertarik dengan tempat ini. Negara kecil yang memiliki banyak tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi.” Ezra berjalan, ia memutuskan berkeliling dengan berjalan kaki.
Robert menikmati pemandangann yang diperlihatkan oleh Anaknya. Hari ini, ia tidak memiliki banyak pekerjaan jadi memutuskan untuk menghubungi Ezra yang sudah tidak pulang selama lebih dari satu tahun.
Pria paruh baya itu mengamati wajah Ezra yang tampak berisi, ia tersenyum simpul ketika melihat anaknya dalam keadaan baik. Ia sempat khawatir ketika Ezra memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan dan pergi berkeliling dunia.
Hingga akhirnya, ia mengizinkan anak satu-satunya itu untuk pergi untuk melihat dunia yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dan mendapat pengalaman yang tidak bisa ia berikan selama bekerja di perusahaan.
“Kapan kau akan ke Indonesia? Ibumu sudah tidak berhenti bertanya, ia ingin sekali membawamu pergi bertemu dengan keluarganya.”
Ezra terkekeh pelan, “Mungkin tahun depan, aku akan mengabari kalian.”
“Baiklah, Nak. Jaga kesehatanmu dan jangan lupa untuk menghubungi ibumu.”
“Siap, Dad.” Ucap Ezra lalu ia memasukkan ponselnya di dalam kantong celana dan melanjutkan perjalanan.
Ezra memotret tempat yang menurutnya bagus, terlalu jauh berjalan. Ia tidak sengaja pergi ke Triton Fountain sebuah air mancur, tempat wisata yang dikunjungi banyak turis ataupun wisatawan lokal.
Ezra memutuskan beristirarhat di pinggir kolam, ia melihat beberapa orang tampak melemparkan koin ke dalam kolam lalu menutup mata seperti meminta pemohonan.
Ezra pun mencari koin di kantong celana dan mendapatkan satu buah, ia berdiri lalu melempar koin itu di dalam kolam tanpa meminta permohonan apapun. Hanya tertarik untuk mengikuti orang-orang yang ramai melakukannya.
Ia melihat jam tangannya dan terkejut saat menujukkan pukul delapan malam. Pantas saja ia merasa lapar sejak tadi, Ezra keluar dari tempat itu mencari restoran di ponselnya. Setelah setengah jam berjalan, ia menemukan satu restoran yang kecil namun terlihat sangat mewah.
Ezra memesan dua porsi daging kelinci dan juga salad serta anggur. Ia segera menyantap makanan itu ketika selesai dihidangkan. Selesai makan, Ezra kembali ke resort dengan taxi.
Pria itu terkejut ketika mendapati Jeff duduk dengan beberapa botol bir di dekatnya. Pria itu berdiri dengan menggunakan pagar sebagai penyangga tubuh.
“Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Ezra.
Jeff tersenyum senang, pandangannya tidak fokus. “Aku akan menjelaskannya nanti. Sekarang, bisakah kau bukakan pintu? Aku sangat lelah.”
Ezra mempersilahkan Jeff masuk. Pria itu langung berbaring di atas sofa. Sementara Ezra ke dapur dan memberikan sahabatnya itu air mineral yang langsung diminum hingga tersisa separuh.
“Thanks. Aku ada urusan pribadi di Malta dan Adlan memberi tahuku kau sedang ada di Malta, dia yang memberitahuku kau menyewa tempat ini.” Terang Jeff.
Ezra mengerutkan kening setahunya, Jeff tidak memiliki keluarga yang tinggal di Malta.
“Kau pergi bertemu kekasihmu?” tebak Ezra.
Jeff terkejut dengan tebakan Ezra lalu melempar lelaki itu dengan bantal sofa. “Mana sempat aku memiliki kekasih jika pekerjaan perusahaan tidak ada habisnya setiap hari, belum lagi sekretaris gila itu. Aku mengunjungi adikku, ini peringatan tahun kesepuluh hari kematiannya.”
“Adikmu? Ku kira kau anak terakhir di keluaragmu. Kenapa kau tidak pernah memberitahuku sebelumnya?”
Jeff kembali berbaring sembari memejamkan mata. Ia memang tidak pernah menceritakan tentang hal ini kepada Ezra atau siapapun, hanya keluarganya yang tahu.
Entah kenapa, hari ini ia ingin menceritakan kisah kelam yang pernah ia alami. Ia sangat membutuhkan seseorang untuk mendengar ceritanya. Semua orang memiliki kisah masing-masing yang perlu diceritakan agar beban yang selama ini ia tanggung berkurang.
“Aku memang tidak pernah menceritakannya kepada siapapun tapi, sekarang aku akan memberitahumu.” Jeff masih memejamkan mata.
Ezra yang awalnya ingin membersihkan diri lalu beristirahat memilih duduk di sofa. Memperhatikan Jeff yang sedang berbaring sembari menutup mata. Ia gemas karena pria itu bercerita setengah-setengah.
Tidak mendapat tanggapan apapun dari Ezra, Jeff membuka mata dan menemukan pria itu sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Jeff tahu, jika Ezra menatapnya seperti itu, maka pria itu sudah dalam mode serius.
Jeff menghela napas panjang lalu mengubah posisinya, ia bangun dari posisi berbaring. Duduk besender di sofa, kemudian mengambil dompet yang berada di kantong celana bagian belakang. Jeff membuka dompet lalu mengeluarkan selembar foto.
Itu adalah fotonya bersama adiknya. “Itu, Zahara. Adikku.”
Ezra mengambil foto itu dan melihat sosok perempuan yang mirip dengan Jeff. “Kenapa kau tiba-tiba menceritakannya sekarang? Aku tidak memaksamu untuk bercerita. Jika kau tidak ingin menceritakannya kepadaku tidak apa-apa, aku tadi hanya penasaran kenapa kau bisa tiba-tiba ada di depan pintu.”
Ezra beranjak bangun dari sofa, mengambil tasnya.
“Duduklah, aku tidak tahu harus bercerita kepada siapa.” Pinta Jeff kepada pria itu.
Ezra kembali duduk. Ia sebenarnya tidak terlalu penasaran tentang cerita Jeff, tadi pertanyaannya murni karena penasaran dan refleks karena pria itu ternyata menyimpan cerita yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun.
Jeff menghela napas untuk ke sekian kalinya.
“Aku cuti tiga hari untuk pergi ke Malta, aku sampai tadi pagi dan langsung ke pantai dimana aku menyebarkan abu adikku.” Terang Jeff. “…beberapa jam kemudian aku di hubungi Adlan, ia memberitahu jika kau juga berada di sini. Adlan memberitahuku tempat ini dan aku berhasil menemukannya setelah tersesat beberapa kali.”
Ezra lebih tertarik dengan cerita tentang adik Jeff. “Apa yang terjadi dengan adikmu? Kenapa kau bisa membawanya ke tempat yang sangat jauh dari tempat keluargamu di London?”
“Adikku meninggal sepuluh tahun yang lalu, impiannya ingin ke tempat ini saat liburan tetapi, ia pergi sebelum bisa ke tempat ini. Jadi, aku berinisiatif agar membawanya ke tempat ini agar impiannya tercapai.” Terang Jeff.
Tiba-tiba Ezra melihat kesedihan sangat jelas di wajah Jeff, ia seperti mengingat sesuatu yang paling menyedihkan di hidupnya. Raut wajah pria itu terlihat sendu.
Mereka bercakap-cakap setengah jam kemudian. Ia berusaha menghibur Jeff hingga pria itu terlelap di sofa. Ezra hanya mengglengkan kepala pelan, memperbaiki posisi tidur Jeff lalu naik ke lantai dua untuk membersihkan diri.
…
Ezra bangun lebih pagi dari biasanya tetapi saat sampai di ruang tamu, ia tidak mendapati Jeff tidur di sofa. Ia mengangkat bahu tak acuh lalu berjalan keluar untuk menghirup udara pagi dan melihat matahari terbit.
Ia berlari-lari kecil di sekitar pantai lalu kembali dengan membawa sarapan dengan porsi yang bisa dimakan oleh empat orang. Ezra suka membeli banyak karena terkadang ia lebih lapar dari yang ia duga.
“Hei, bagaimana keadaanmu?” Sapa Ezra ketika melihat Jeff sedang duduk di dapur sembari meminum air mineral dingin.
Jeff tersedak, kaget karena kedatangan Ezra. “Kepalaku masih sedikit pusing, tapi aku baik-baik saja.”
“Kau sudah gila, menghabiskan lima botol bir sendirian.”
Jeff menutup pintu kulkas, “Ya, mau bagaimana lagi. Pikiranku kacau semalam.”
“Baiklah, sekarang kita sarapan. Aku sudah sangat lapar.” Ezra memberikan bungkusan bersisi makanan kepada Jeff.
Mereka makan sembari bercakap-cakap, Ezra lebih banyak menanyakan tentang perkembangan perusahaan dan apa ada kendala di perusahan akhir-akhir ini.
“Jika kau sangat penasaran dengan perkembangannya, kenapa tidak kembali saja bekerja? Aku dengan sangat sukarela melepas jabatanku sebagai GM.” Ucap Jeff sembari mengunyah.
Ezra berdecak, “Aku bahkan belum menemukan tujuan yang ku cari. Perjalananku masih panjang, GM adalah posisimu Jeff tidak ada yang bisa mengganggu gugat, kecuali kau melanggar peraturan perusahaan.”
Mereka melanjutkan berdebat tentang pekerjaan dan Jeff membujuk agar Ezra kembali ke perusahaan. Tetapi, Ezra dengan santainya menolak tawaran itu. Mereka berbicara hingga menyantap semua makanan yang berada di atas meja.
“Nanti kau ada rencana kemana?” tanya Jeff sembari membersihkan sisa pembungkus makanan.
Ezra berpikir sejenak, “Mungkin akan ke Valetta lagi, aku tertarik pergi ke tempat yang bersejarah.”
“Mau ku temani? Aku sedikit banyak sudah tahu tempat ini.” Tawar Jeff.
Ezra tertawa pelan, “Jika kau tahu, kau tidak akan tersesat saat mencari resort ini!”
“Ck, itu karena tempat ini memang susah ditemukan. Berada di belakang restoran dan jalannya hanya menggunakan lorong sempit!” balas Jeff tidak mau kalah.
“Baiklah.” Ezra akhirnya setuju.
Mereka akhirnya keluar bersama, saat matahri sudah berada tepat di atas kepala. Ezra memakai celana pendek serta baju kaos dilengkapi dengan topi lebar agar wajahnya tidak terbakar matahari karena cuaca di Malta sangat panas.
“Hari ini, aku akan menjadi tour guidemu. Ready, Sir?”
Ezra hanya menatap Jeff dengan lirikan, agak geli melihat tingkah pria itu.
“Let’s go!” Jeff mengendarai mobil menuju Valletta.
Butuh beberapa menit sebelum mereka tiba di sana, Ezra menikmati pemandangan sekitar sembari membuka kaca jendela. Ia mengamati bangunan yang mayoritas berwarna kuning, dari yang ia tahu, bangunan itu 80% berasal dari batu karang.
Kali ini Jeff yang menyetir sehingga membuatnya bisa melihat-lihat kota itu. “Aku akan memulai menjelaskan tentang negara ini terlebih dahulu.” Jeff memelankan kecepatan mobil. “Republik Malta, umumnya dikenal sebagai Malta adalah sebuah negara kepulauan di Eropa Selatan. Malta terletak sekitar 80 km di selatan dari Italia, 284 km di timur dari Tunisia dan 333 km di utara dari Libya. Malta hanya mempunyai luas daerah sebesar 316 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 450.000, membuatnya menjadi salah satu negara terkecil di dunia dengan penduduk yang paling padat.
“Malta terletak di tengah-tengah Laut Tengah dan terdiri dari lima pulau, tiga di antaranya berpenghuni, yaitu Malta, Gozo dan Comino. Ibu kota negaranya adalah Valletta, dengan luas daerah sekitar 08 km2 adalah ibu kota terkecil di Uni Eropa. Malta mempunyai satu bahasa nasional yaitu bahasa Malta, dan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi.”
Ezra menyimak penjelasan Jeff, pria itu seperti sudah sangat mendalami seluk beluk negara ini.
“Lokasi Malta yang sangat strategis di tengah Laut Tengah telah menyebabkan Malta menjadi penting di dalam sejarah. Malta telah digunakan sebagai basis angkatan laut, dan serangkaian kekuasaan seperti Fenisia, Kartagena, Yunani, Romawi, Byzantin, Moor, Norman, Sisilia, Spanyol, Ordo Santo Yohanes, Prancis dan Inggris telah memerintah Malta.” Terang Jeff.
Sekarang pria itu terlihat seperti tour guide sungguhan, Ezra cukup kagum karena Jeff mengetahui sangat banyak, bahkan sampai sejarah-sejarahnya.
“Kau jangan takjub dulu, masih banyak yang ingin kuberitahu. Hari ini aku akan memberitahumu banyak hal.” Ucap Jeff bersemangat. “…Malta terkenal sebagai tujuan pariwisata populer khususnya bagi orang Eropa, karena negara ini memiliki iklim yang hangat, ada monumen sejarah dan arsitektur. Sakah satu monumen terkenal seperti tiga Situs Warisan Dunia UNESCO: Ħal Saflieni Hypogeum, Valletta dan tujuh kuil megalitik, beberapa diantaranya adalah struktur tegak bebas tertua di dunia. Bahkan lebih tua dari Mesir.”
Jeff memakirkan mobil, mereka sudah sampai di Valetta. Ezra turun terlebih dahulu sementara membantu Jeff untuk memarkirkan mobil mengingat tempat itu memiliki ruang yang terbatas.
“Valetta adalah salah satu tempat wisata yang paling wajib dikunjungi, di mana tidak lain merupakan ibukota negara ini sendiri. Hal pertama yang membuat Valetta wajib dikunjungi adalah benteng kokoh yang mengelilingi kota. Dibangun sejak abad ke-16, benteng tersebut masih berfungsi sebagaimana mestinya walaupun pernah mengalami revitalisasi untuk memperkuatnya. Nah, sebaiknya kita mendekat ke arah benteng itu, karena di jam tertentu akan ada meriam yang di tembakkan.”
Banyak wisatawan yang ikut berdiri di sekeliling dinding sebatas leher orang dewasa. Mereka ikut bergabung dengan mereka, Ezra tertarik larema melihat seorang pria yang memakai seragam seperti prajurit berdiri di bagian belakang meriam. Ezra membulatkan mata terkejut begitu Meriam itu benar-benar meledak.
“Sebaiknya kita mencari tempat makan siang.” Ajak Jeff.
Ezra mengangguk setuju, ketika berjalan ada seorang wanita memakai pakaian serba hitam yang membawa sekeranjang buah apel terkajatuh akibat menghindari seorang pesepeda. Begitu Ezra membungkuk ingin membantu tiba-tiba Jeff menariknya pergi dari tempat itu.
“Hei! Apa yang kau lakukan?” tanya Ezra setengah kesal karena perbuatan Jeff.
Jeff mengetatkan rahang, “Jangan pernah membantu mereka! Orang itu adalah teroris!”
“Apa?”
Ezra tidak mengerti apa maksud perkataan sahabatnya, Jeff melepaskannya setelah mereka berada di depan salah satu restoran dan pria itu meninggalkan Ezra mematung tepat di depan pintu restoran itu tanpa menjelaskan apapun.