Keesokan harinya Adriell sudah stay didepan rumah Alesya tanpa di ketahui oleh Alesya. Dia sengaja datang lebih awal agar tidak ketinggalan Alesya. Sedangkan Alesya sendiri masih sibuk menghabiskan sarapannya didalam rumah.
"Jangan lupa bawa obat kamu Sa." Fanya menyodorkan lima botol plastik berisi obat. Alesya menarik napas panjang-panjang dan membuangnya kasar.
"Sasa bosen ma minum obat terus." Fanya memutar tubuhnya kembali menghadap Alesya. Menatap nyalang kearah anaknya.
"Kamu jangan membantah Sa!" Dengan gerakan cepat Fanya memasukkan obat yang dia bawa tadi kedalam tas anaknya.
"Ma ak-" Ucapan Alesya terpotong.
"Sasa!" Bentak Fanya tanpa sadar. Dia lupa jika nada suaranya akan menyakiti perasaan anaknya.
Alesya membanting sendok di piring yang menimbulkan bunyi nyaring. "Sasa berangkat" Tanpa mencium tangan Mamanya, Alesya langsung keluar dari rumah begitu saja.
Air matanya sudah mengucur deras tanpa permisi. Sekuat tenaga dia berlari keluar rumah dan seketika langkahnya terhenti saat mendapati Adriell sudah ada didepan gerbang rumahnya.
Adeiell mengernyit kecil. "Lo kenapa?"
Dia langsung turun dari motornya dan menghampiri Alesya yang menangis sesegukan. Pikirannya berkecamuk, jarang sekali dia melihat Alesya menangis seperti ini.
Dia memegang kedua bahu Alesya. "Ada masalah apa?" Alesya tak menjawab masih sibuk dengan tangisannya yang semakin pecah. Ucapan Fanya sukses membuat Alesya sakit hati.
Naluri menyuruhnya untuk menarik tubuh Alesya kedalam pelukannya. Mendekap tubuh mungil nan rapuh itu. Mengelus lembut rambut Alesya berusaha untuk menenangkannya.
Adriell tak peduli dengan hubungan mereka yang hanya teman, toh Alesya juga tak menolak pelukannya. Lambat-lambat suara isakan Alesya mulai melemah. Adriell mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi, dia takut semakin membuat Alesya sakit hati.
"Kita berangkat ya?" Tanya Adriell setelah menjauhkan tubuh Alesya pada pelukannya. Alesya mengangguk singkat dan menerima uluran helm dari Adriell. Memakainya cepat dan segera naik keatas motor Adriell.
"Pegangan Sa" tanpa membantah sedikit pun Alesya melingkarkan tangannya pada pinggang Adriell. Samar-samar Adriell tersenyum tipis dari balik helm nya.
***
"Kak Adriell"
"Kak"
"Kak"
"Kak Adriell" Suara teriakan tiga siswi dari parkiran memanggil Adriell dengan begitu lantang. Adriell turun dari motornya setelah dirasa Alesya turun lebih dulu.
"Kak Adriell" Laura sengaja menyentuh lengan senior nya itu, untuk menahan Adriell agar tidak menyusul langkah Alesya.
"Kenapa?" Balas nya ketus.
"Kak kami sudah menunggu kakak dari tadi."
"Terus?" Jawabnya cuek, kedua bola matanya mengikuti langkah kaki Alesya yang semakin menjauhinya hingga hilang dibelokan. Adriell mendesah pelan, padahal dia ingin masuk kelas bersamanya.
"Kita masuk bareng yuk kak."
Adriell mengembuskan napas kasar "Tapi lepasin tangan gue." Meskipun tak rela, perempuan itu perlahan-lahan melepas tangan Adriell dan mulai melangkah memasuki lingkungan sekolah.
Disepanjang perjalanan menuju kelas XI IPA 1 Laura dan kedua temannya tak henti-hentinya mengoceh bermaksud meminta perhatian dari Adriell. Tapi bukan Adriell namanya jika meladeni kemauan mereka bertiga.
Adriell memilih diam memasang wajah tanpa ekspresi seraya memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Dalam posisi itu ketampanan Adriell akan berlipat-lipat kali.
"Bye kak, sampai ketemu nanti." Laura melambaikan tangannya kearah Adriell. Adriell hanya menatapnya datar dan masuk kedalam kelas.
Mencari sosok Alesya di dalam kelas, setelah melihat mantan nya itu duduk di kursi nya Adriell segera mendekat.
"Kenapa ninggalin gue?" Tanya Adriell seraya duduk di kursi depan Alesya, padahal itu bukan bangku miliknya melainkan milik Fifi teman dekat Alesya.
"Pengen aja." Balas Alesya tanpa mau menatap Adriell.
"Cemburu?" Seketika Alesya menatap tajam kearah Adriell. Berbeda dengan Adriell, lelaki itu lebih memilih memasang wajah datar.
"Ya udah." Balas Adriell cuek, dia berdiri dan berjalan menuju mejanya yang berada dibarisan paling belakang.
____
31 oktober 2019