"Ini," Juan memberikan berkas kepada Altran.
Altran mengambil dokumen yang ada di hadapannya itu dan melihat lihat isi yang tertera di dalam dokumen itu.
Perlahan dia membuka setiap lembaran bahkan disana tertera beberapa photo yang membuatnya terkagum tentang photo - photo yang ada di dalam berkas itu.
"Itu adalah photo saat dulu anak buah ku tanpa sengaja memotret mereka yang sedang berlibur.
Disana juga tertera nama - nama mereka, mereka adalah pengikut setia Rendi Anggara meski aku tidak yakin jika Rendi Anggara masih memiliki seorang anak yang tidak publikasikan, namun siapa yang tau jika ada salah satu dari pengikutnya yang ternyata adalah keluarga mu.
Kau cari tau saja perlahan, jangan terlalu tergesa - gesa jika perlu bantuan ku lagi, kau jangan sungkan," jelas Juan.
Altran mengangguk. Dia berterima kasih kepada ayah mertuanya dan berdiri sembari mangambil berkas yang di berikan oleh Juan.
"Kalau begitu aku tidak akan berlama - lama lagi, aku harus pergi dengan segera.
Oh yaa ... Boleh kah aku meminta tolong kepadamu?" tanya Altran.
Juan mengangguk. Dia menunggu apa yang akan di ucapkan oleh Altran.
"Naura sendiri dirumah, memang ada penjaga. Namun jika kau senggang mampirlah kerumah, jangan sampai dia merasa kesepian disana. Aku yakin dia akan bahagia jika kau dengan istrimu datang kerumah," ucap Altran. Dia berpamitan pergi keluar dari ruangan Juan yang terdiam menanggapi ucapannya.
"Anak bodoh! Jika menyangkut tentang putri ku, tentu saja aku tidak akan menolaknya. Apalagi aku harus membiarkan putriku kesepian seperti itu, bila perlu aku akan ajak dia untuk pulang kerumah," ucap Juan. Dia berjalan duduk di kursi kerjanya kembali memeriksa dokumen pekerjaannya.
Altran berjalan keluar dari ruangan Juan, memasuki lift dan keluar dari perusahaan itu menghampiri Lio yang menunggu di dalam mobil. Dia membuka pintu mobilnya dan duduk tepat di kursi penumpang.
"Bagaimana bro ... Kau dapat sesuatu yang kau inginkan ?" tanya Lio.
"Hmm ... Setidaknya bisa membantu," jawab Altran. Dia membuka setiap dokumen setelah Lio melajukan kendaraannya lagi.
Meski perjalanan cukup panjang. Altran masih melihat - lihat isi dokumen yang dimana satu persatu dia mencari tahu informasi tentang Rendi Anggara beserta para pengikutnya.
Meski tidak ada hal yang menarik ataupun hal yang bersangkutan tentang dirinya, namun tidak ada di antara mereka dari begitu banyaknya photo, tidak ada yang mirip dengannya.
Terkecuali wajah datar dan dingin mereka tetap sama dan juga Rendi Anggara yang begitu tampan, dia terlihat sangat berwibawa. Namun mengerikan jika Altran yang memperhatikanya.
Saat Altran membalik dokumennya lagi. Tiba - tiba Lio menginjak rem mobilnya hingga membuat Altran terkejut, namun dia tidak menyadari jika ada sebuah photo yang terjatuh tanpa dia sadari.
"Sorry bro ... Tadi ada kendaraan yang mendadak berhenti!" seru Lio.
"Hmm ...," Altran datar.
Setelah mendapati mobil melaju kembali. Altran kembali membuka setiap lembaran dan memperhatikan setiap photo yang ada disana.
Sepanjang perjalanan menuju bandara, tidak ada hal menarik yang dapat membantunya. Altran dan Lio kini berjalan keluar dari mobilnya, dan menuju pesawat hendak ke Indonesia
"Baru kali ini, aku mengunjungi negara yang bernama Indonesia Bro ... Bagaimana yaa suasana disana? Katanya wanita - wanita disana cantik - cantik. Apa kau tahu?" ucap Lio di samping Altran yang terdiam tanpa menanggapi ucapannya.
Altran masih dengan kesibukannya membuka buka setiap dokumen satu persatu. Lio ikut memperhatikan setiap photo yang tertera disana, namun dokumen itu juga mencakup tentang orang - orang yang teramat penting bagi Rendi Anggara yang ternyata semua orang yang berada di sekelilingnya adalah orang - orang terpenting bagi Rendi dan selalu mengutamakan kepentingan mereka.
Maka dari itu Rendi memiliki kesetiaan dari para pengikutnya.
"Aku begitu mengagumi hal seperti ini. Dimana tidak ada sebuah penghianatan di antara mereka, sungguh menarik," ucap Altran.
Namun tidak ada tanggapan dari Lio yang kini tengah tertidur begitu pulas, Altran hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat sahabatnya itu sudah tertidur sangat pulas tanpa berbicara sama sekali selama berada di dalam pesawat.
Sekilas Altran teringat akan istrinya, dia tidak menyangka jika akan dirinya mengingat Naura setelah melakukan perjalanan cukup lama.
"Tentunya dia sudah terbangun sekarang atau jangan - jangan lupa membaca pesan ku," ucap Altran tersenyum tipis mengingat ucapan istrinya itu.
Sepanjang perjalanan, dia hanya memfokuskan perhatiannya kepada dokumen. Meski sekali dia mengingat tentang istrinya yang berada dirumah seorang diri saja
Lagi - lagi Lio seperti biasa jika dia tertidur akan gundam dan melakukan hal - hal yang tidak seharusnya dia lakukan.
Lio lebih sering memimpikan tentang wanita - wanita cantik setiap kali dia kedapati tidur di perhatikan oleh Altran.
Kali ini Lio merangkul tangan Altran dan mencium punggung tangannya dengan rakus. Altran hanya menggelengkan kepalanya dan melepas paksa tangan yang di pegang oleh Lio. Dia bahkan memukul dahi sahabatnya itu yang kini tertidur kembali.
"Jika bukan karena kekeras kepalaan mu, mungkin aku sebaiknya pergi seorang diri saja. Tapi, tidak mungkin juga jika aku melakukan hal yang begitu penting hanya seorang diri saja," gumam Altran.
Dia kembali menyimpan dokumennya dan berharap pesawat segera mendarat.
Dia mulai tak nyaman berada di dalam pesawat terlalu lama, sekilas dia mengingat istrinya juga mengingat kedua orang tuanya.
Namun Altran lebih ingin mengingat wajah keluarganya. Keluarga yang sama sekali belum pernah dia temui ataupun tanda - tanda keberadaan keluarganya.
Altran tampak sangat tidak sabar ingin segera sampai di Indonesia dan mencari tau tentang kedua orang tuanya.
Setelah melakukan perjalanan cukup lama, mereka kini mendarat berada di bandara Indonesia, berjalan keluar dari sana.
Altran dan Lio begitu terkagum saat melihat nuansa Indonesia yang begitu indah dan kehijauan.
"Waaw ... Ternyata benar apa yang di katakan media, Indonesia begitu nyaman terasa hangat," ucap Lio.
"Kau jangan sok tahu! Disini kau di larang membunuh orang, apalagi walaupun itu hanya sebatas pukulan. Kau akan di hukum seberat-beratnya, maka dari itu jaga cara bicaramu, jaga sikapmu," jelas Altran.
"Yaa ya yah ... Aku yakin kau ingin segera pulangkan? Baru juga sehari meninggalkan istri mu, sekarang kau sudah ceramah saja," balas Lio menggerutu.
Altran menggelengkan kepalanya, dia berjalan terlebih dahulu dan memasuki sebuah mobil yang berhenti tepat di hadapannya.
"Waaw Bro ... kau menyimpan mobil di Indonesia?" tanya Lio.
"Sebaiknya kau jangan banyak berbicara, kita cari hotel!" tegas Altran di balas anggukan oleh Lio.
Mereka tinggal di sebuah hotel yang tak jauh dari jarak ke kediaman Rendi Anggara. Namun kali ini, Altran tidak ingin tergesa-gesa dan hanya memerlukan dirinya untuk mempersiapkan untuk hari esok.
Kini mereka berdua sudah cek in di sebuah hotel yang cukup mewah dan beristirahat disana.
"Hmm ... Bro aku jadi laper nii, ingin mencicipi masakan khas Indo," ucap Lio sambil mengelus - elus perutnya.
Altran yang bersandar duduk di sofa bersebarangan dengan Lio. Mendengar sahabatnya yang berucap demikian. Matanya melirik tajam kearah Lio, mengisyaratkan untuk diam sejenak.
"Eeh ... Tatapan itu lagi," batin Lio.
"Yaa yah ... Aku akan diam, tapi perut ku gak bisa diam ini. Tadi tercium aroma lezat saat kita menaiki tangga tadi," gerutu Lio.
Altran menghela nafas kasar, saat mendengar sahabatnya ini yang suka tidak tahan dengan aroma masakan.
"Yaa sudah! Malam ini kita makan khas Indo, tapi sebagai bayarannya. Misi kita dalam pencarian harus sukses," tegas Altran. Bagai seorang kapten yang memerintah regunya.
"Siap laksanakan kapten!!" Lio langsung berdiri tegap, dengan tangan seperti hormat kepada kaptennya.
Altran berdiri dan mengepalkan tangan kanannya, begitu pula Lio mengepalkan tangannya dan meninjukan perlahan isyarat pria sejati sebagai ganti jabat tangan. Raut wajah mereka saling tersenyum mengingatkan mereka seperti dulu.
"Sudah lama aku tak melihat dia seperti ini, perlahan tapi pasti kamu adalah sosok yang periang Al ... selalu bersemangat dalam hal apapun. Apalagi kamu terlihat seperti orang yang baru saja jatuh cinta kepada seorang gadis," gumam batin Lio. Dia tersenyum melihat Altran yang senyum dengan semangatnya.
Mereka berdua kini berada di ruangan makan dengan berbagai macam menu masakan khas Indonesia.
Altran seperti biasa tidak menyukai masakan pedas, sedangkan Lio dengan lahapnya memakan masakan rendang khas padang, kuah sop kikil begitu menggairahkan nafsu makan Lio.
"Pelan - pelan makannya Lio ! Gak malu apa di lihat orang banyak, kau seperti bule yang kelaparan," tegur Altran dengan sikutnya
"Ini ... Ini benar - benar enak banget, belum pernah aku merasakan masakan seperti ini. Lidah ku bergoyang terus Bro. Kamu mau coba yang ini?" balas Lio. Dia menunjukkan makanannya kepada Altran.
Altran yang melihat masakan itu bergidik mengangkat kedua bahunya, membuat Lio tertawa ringan melihat sahabatnya itu memang tidak suka masakan yang pedas - pedas.
**********
Lain dengan Altran dan Lio tang sudah berada di Indonesia, Naura mengerjapkan kedua matanya dia terbangun. Hari ini dia bangun terlalu siang membuatnya terkejut dan duduk dari tidurnya.
"Yaa ampun, aku sampai bangun sesiang ini!" ucap Naura.
Naura bergegas turun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamar membuka pintu dan dengan cepat dia menuruni tangga berjalan kearah dapur, namun saat dia mendapati berdiri tepat di hadapan lemari pendingin. Dia terdiam dan mengangkat sebelah alisnya, ada sebuah pesan yang tertera di pintu lemari pendingin tentunya itu adalah tulisan Altran sebelum dia berangkat.
"Aku sudah mencoba untuk membangunkan mu, tapi sepertinya sangat sulit untuk menunggu mu terbangun. Maka dari itu aku lebih memilih untuk pergi lebih awal, pesawat ku sudah menunggu ku. Jika aku harus menunggu mu terbangun tentunya aku akan terlambat.
Ingat! Kunci semua pintu dan jendela jangan sampai ada yang terbuka, dan juga aku sudah berpesan kepada ayahmu untuk berkunjung kerumah. Lagi - lagi kamu juga tidak di perbolehkan makan makanan pedas selama aku tidak ada dirumah.
Siapa yang tahu akan apa yang terjadi pada dirimu, jika kamu terlalu banyak makan pedas seperti itu! Aku berangkat dulu ... Naura yang sangat berisik!" pesan yang tertulis di pintu lemari pendingin.
"Dia ini bicara apa sih? Aneh ...,"
Naura hanya menanggapi dengan acuh atas pesan Altran.
Pria dingin seperti Altran tidak memiliki kemampuan untuk berbicara basa-basi atau berbicara manis seperti banyaknya para pria yang selalu berkata kata pujangga.
Altran terlalu memaksakan untuk berbicara dan memberi berpesan kepada Naura, hingga pada akhirnya hal yang dia ucapkan sama sekali tidak di mengerti oleh Naura.
Gadis itu, kini berjalan dan duduk di kursi dapur sembari memakan buah apel yang dia ambil di lemari pendingin. Juga berulang kembali isi pesan suaminya.
"Meski berulang kali aku baca, tetap saja aku tidak mengerti apa maksudnya. Dasar ... ish ya ampun pria dingin," ucap Naura.
Kali ini dia tersenyum pusa saat mendapati dia, seorang diri saja dirumah. Tanpa ada Altran yang mengaturnya berbicara sangat banyak kepadanya.
Seharian penuh Naura hanya menonton televisi bahkan dia berulang kali bolak balik dari ruang keluarga ke dapur. Dia membawa begitu banyak camilan hanya untuk dirinya menonton televisi.
Seharian itu dia hanya menghabiskan waktunya untuk menonton televisi dan bermalas - malasan. Hingga di sore hari, Naura tertidur di sofa dengan kaki di atas dan kepala kebawah dengan rambut terurai ke lantai.
Gadis itu terkejut saat mendengar bel dirumahnya berbunyi, membuatnya terjatuh kelantai.
"Ya ampun siapa? Jangan - jangan Al ... Eh, tidak mungkin jika dia tidak jadi pergi ke Indonesia tentunya jam segini dia baru kembali," ucap Naura sambil mengusap usap matanya.
Dengan segera Naura bangun dari duduknya dan bergegas untuk membereskan bekas - bekas camilannya dengan asal, dia berjalan dan melihat betapa berantakannya rumahnya saat ini. Namun dia kembali mendengar bel rumah berbunyi membuatnya semakin takut dan bergegas menghampiri pintu rumahnya dan membuka pintu.
"Gadis ini, lama sekali kau membuka pintu!" Maria menatap tajam kearah Naura yang tertegun bahkan ada Juan di samping ibunya.
"Mamah, ayah, apa yang sedang kalian lakukan disini?" tanya Naura.
"Tentu saja ... Kami disini untuk menemanimu," balas Maria.
Maria berjalan melewati Naura yang tertegun dan memasuki rumah tanpa di izinkan oleh Naura.
"Ya ampun Naura! Ini, kamu ngapain saja seharian ini. Sampai - sampai rumah berantakan seperti ini, dan juga ini sampah dimana - mana bekas camilan, ini apa! Kenapa kamu sama sekali tidak berubah !
Bisa tidak kamu itu sedikit lebih rajin Naura," gerutu Maria.
Maria menatap anak gadisnya yang kini tengah berdiri di belakang Juan, yang tersenyum menatap Maria yang menggerutu dengan tatapan tajam nya melihat Naura yang kini sembunyi di balik tubuh ayahnya.
Maria membuang nafas dengan kasar dan berjalan lebih dahulu.
"Kemari Naura! Kamu harus membereskan semuanya dan ibu tidak mau tau dalam satu jam, kamu harus membereskan semuanya dan menyiapkan makanan untuk ibu dan ayahmu!" Tegas Maria.
Dia berhasil membuat Naura keluar dari persembunyiannya dan dengan cepat dia membereskan ruang keluarga yang berantakan hingga rapi, dan pergi ke dapur memberekan rumahnya. Bahkan dia membersihkan seluruh ruangan, dengan Maria dan Juan yang duduk di ruang tamu. Namun saat Naura kelelahan setelah dia membersihkan semuanya, bahkan kini rumah begitu rapi.
Naura mengendus aroma masakan yang sudah lama sangat dia rindukan itu. Masakan ibunya yang menjadi favoritnya, Naura tersenyum tipis dan bahagia dia tampak bersemangat berlari memasuki dapur yang dimana ayahnya sudah duduk di kursi meja makan dan Maria menyiapkan makanan.
"Hmm ... Sedapnya aroma ini, aku jadi rindu masakan Mamah," ucap Naura. Dia menghampiri dan berdiri di samping ibunya yang tengah memasak.
"Kamu rindu masakan mamah ... Atau laper sayang?" balas Maria melihat kearah wajah Naura yang tersenyum bahagianya.
"Dua - duanya," tersenyum lebar Naura kepada Maria.