Di Balik Keras Kepala

1044 Words
Altran dengan wajah dingin nya, dia melihat Naura yang berjalan menaiki tangga rumah nya. Dia tersenyum tipis. Rumah yang selama ini hanya dia seorang saja, kini tinggal seorang gadis yang bahkan sama sekali tidak ia kenali tinggal di rumah nya. Dia berjalan kembali ke tempat duduknya, dimana dia menikmati juice orange sembari memikirkan tentang rencana nya tentang pernikahan dirinya dengan Naura, si gadis manis. "Apakah sebuah kecelakaan bisa di bilang keberuntungan?" gumam Altran. Setelah membersihkan tubuhnya, Naura merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dia melihat langit-langit kamar dan teringat akan apa yang terjadi hari ini. Awalnya dia hari ini, berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, di luar dugaan. Perusahaan yang dimana dia melamar pekerjaan, ternyata tidak menerima lowongan saat ini. Dengan perasaan yang kecewa, Naura kembali yang tanpa pekerjaan. Naura tidak pernah menyangka jika dirinya akan berada di sebuah rumah yang cukup besar saat ini. Bahkan lebih besar dari kediamannya. "Kenapa aku bisa sampai di rumah ini? Mimpikah?" gumam Naura. Di luar, petir masih bersambar sangat mengerikan, dengan deras hujan yang tudak akan reda secepatnya. Naura memilih untuk tidur dan menutupi dirinya dengan selimut. Dia mencoba memejamkan mata, namun tiba-tiba, lampu yang awalnya terang, mendadak padam. Dia menjerit ketakutan, saat mendapati lampu kamarnya mati tanpa cahaya sedikitpun. Altran terkejut, saat mendapati lampu di rumahnya berubah gelap gulita. Namun, dia lebih terkejut saat mendengar jeritan dari gadis yang ada di lantai atas dan membuat nya berlari menaiki tangga, bahkan dia menerobos masuk ke dalam kamar dimana Naura berada. Dia sangat terkejut ketika Naura berlari dan memeluk tubuhnya sangat erat. Getaran dalam pelukannya membuat Altran mengerutkan dahinya, apalagi saat mendapati seorang gadis memeluknya dengan sangat erat tubuh yang ada di pelukannya bergetar, seakana sangat ketakutan, kepalanya menyusup di d**a. "Kenapa gelap sekali!" teriak Naura di pelukan Altran. Altran mengangkat sebelah alisnya, mendapati Naura berada di pelukannya. Untuk pertama kalinya, ada seorang gadis berani memeluknya. Selama ini, tidak ada wanita manapun. Yang berani mendekatinya. Apalagi, memeluknya seerat itu. "Emmm, bisakah kamu nyalakan lampunya!" seru Naura masih menyusupkan kepalanya di dad@ Altran. "Bagaimana aku bisa memeriksanya, jika kau menekanku dengan erat begini?!" balasnya. Naura tertegun, namun dia tidak melepas pelukannya. Rasa takut gelapnya lebih besar dari keras kepalanya. Apalagi sambaran petir semakin keras berkilat di jendela kamar yang terbuka, akibat hentakan badai. "Kau lepas dulu pelukanmu! Aku akan turun memeriksanya!" seru Altran. "Nggak!" balas Naura mempererat pelukannya. Altran mengerutkan dahinya saat mendengar kekeras kepalaan gadis yang ada di pelukannya itu, dia beralih melihat ke arah jendela yang terbuka dengan yang sangat kencang. Dia melihat kearah gadis yang masih di dalam pelukannya, bahkan pelukan yang semakin erat dengan getaran ketakutan yang terasa. Gadis itu tidak ingin kehilangan pelukannya. Altran mencoba menarik Naura yang masih di dalam pelukannya, meski kesulitan berjalan, mereka mendekati jendela kamar yang terbuka. Dan melihat keluar jendela dimana sangat gelap dan hanya kilatan petir yang terlihat di atas langit tampak mengerikan. Altran menutup jendela itu. Namun, gadis yang ada di pelukannya sama sekali tidak melepas pelukan erat itu. Meski kesulitan berjalan, Altran tidak lagi meminta naura untuk melepas pelukannya. Namun, setelah dia menutup jendela. Altran mencoba untuk berjalan kembali ke arah tempat tidur dimana Naura masih memeluknya. "Kau masih mau seperti inikah? Atau kau mau tidur denganku?" Altran bertanya seperti itu dengan wajah datar nya. Naura membulatkan kedua matanya, saat mendengar ucapan Altran. Dia mendongakan kepalanya, menatap tajam ke arah pria yang menunduk melihatnya dengan wajah datar. "Benar mau aku makankah?" tatap Altran. "Mes*m!" seru Naura melepas pelukannya. "Bukankah kamu memeluk tubuh m***m ini barusan?" abai Altran. "Aku ... Hanya terkejut!" balas Naura. "Terkejut sampai memeluk seerat dan selama itu. Bukankah tidak masuk akal jika di bilang terkejut?" tatap Altran dengan cahaya kilatan petir wajah tampannya terlihat samar. "Huh!" seru Naura, sedikit mundur langkahnya. Altran tersenyum tipis, dan melangkah hendak keluar kamar. Namun, Naura menarik lengan baju Altran dan mengejutkannya. Dia melihat ke arah Naura yang masih dengan ketakutan dan acuhnya. "Sebaiknya kamu disini saja!" ucap Altran. "Hah, tapi ...." "Kamu takut?" sela Atran. "Tidak!" seru Naura melepas pegangannya. "Hmm, kalau begitu ... Tunggu disini!" tegasnya, namun menahan senyum. Baru beberapa langkah Altran berjalan. Naura berlari dan memeluk Altran dari belakang. "Jangan tinggalkan aku! Aku ... Aku takut!" seru Naura memeluk erat. Altran mulai tersenyum dan melepas pelukan gadis itu perlahan. "Kalau begitu, cukup berjalan di dekatku dan pegang tanganku saja," ucapnya. "Emm," angguk Naura. Mereka berjalan keluar kamar dan menuruni tangga, menghampiri saklar listrik rumah yang ada di depan kediamannya. Altran menggunakan ponselnya yang lain, untuk memberi penerangan langkah mereka. Setelah memeriksanya bersama dengan penjaga. Tidak ada kabar baik dari mereka. Dan listrik di rumahnya masih tidak menyala. Altran dan Naura kini duduk di sofa ruang tamu, mereka masih berdekatan tanpa renggang satu sama lain. Dengan menggunakan beberapa lilin, kini ruang tamu mulai terang. Naura dan Altran masih duduk di sofa tanpa berpindah posisi. Naura menggeser posisi duduknya, namun masih dengan jarak yang dekat dengan Altran. "Kau kembali ke kamar!" seru Altran. "Tapi masih gelap," balas Naura. "Gunakan itu!" Altran menunjuk lilin di hadapannya. "Tapi ... Aku, masih takut itu akan padam," ucap Naura ragu-ragu. "Kau ...." Altran terdiam dan memilih tidak berbicara lagi. Dia mulai merasa lelah, setelah seharian bekerja dan kesana kemari bertemu klien. Di tambah terkena hujan, dan bertemu gadis keras kepala di sampingnya itu. Dia tidak lagi meminta Naura untuk kembali ke kamarnya, namun dia memilih untuk melihat ponselnya yang dimana temannya mengirim pesan dan mengajaknya untuk bertemu di tempat biasa lusa. Setelah menutup ponselnya, Altran melihat kearah Naura yang sudah tertidur bersandar sofa. Dia tidak menyangka jika gadis itu terlihat sangat manis, saat dia tertidur dengan nyaman seperti itu. Altran beralih melihat Naura yang mengenakan kemejanya, bahkan kemeja yang sangat tipis jika dia yang mengenakannya. Altran mencoba untuk bangun dari duduknya, dia hendak mengambil selimut untuk menutupi tubuh Naura. Namun tiba-tiba terdengar gumaman dari Naura yang menghentikan langkah kakinya. "Jangan Pergi!" Naura dengan mata tertutup dan kegelisahan di raut wajah tidurnya. Altran mengerutkan dahinya, dia tidak menyangka, jika gadis yang keras kepala siang ini terlihat sangat lemah jika dia tertidur. Dia duduk kembali di samping Naura, dan mencoba untuk menemaninya agar gadis itu tertidur dengan tenang dan lelap. Sepanjang malam dia terjaga, berharap agar listrik bisa secepatnya menyala. Hingga akhirnya diapun tertidur bersandar di sofa. Mereka tertidur saling bersandar satu sama lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD