Dengan setelan jas warna hitam yang rapi dan senada, kulit putih, mata biru membuatnya sangat tampan dan gagah. Al berdiri di depan cermin.
Setelah bersiap Altran kini berjalan keluar dari kamarnya. Dia berhenti sejenak dari langkahnya, melihat ponsel yang berada di atas tempat tidurnya.
Meski dia sama sekali tidak membalas pesan dari Naura, namun gadis itu berulang kali mengirim pesan kepadanya bahkan sesekali gadis itu membuat mengirim photo dirinya dengan berbagai fose.
Ada Naura yang sedang duduk di halaman rumah dan juga dia mengirim photo saat Naura berada di ruang televisi, dia bahkan tidur di sofa. Naura juga mengirim sebuah photo yang dimana kepalanya ada di bawah sofa dengan rambut ke lantai dia memajukan bibirnya sembari mengejek Altran yang sama sekali tidak membalas pesannya.
"Gadis ini tau nomer kontak ku, dia selalu menerorku ... Tapi dia memang sangat manis," gumam Altran tersenyum tipis dan berjalan dari kamarnya.
Setelah dia merasa rapi, kini Altran berjalan memasuki lift yang tak jauh dari kamarnya.
Dia berdiri di dalam lift sembari merapikan jas yang dia kenakan, namun mengingat setiap fose photo yang di kirim oleh Naura, dia tersenyum tipis dan memasang wajah cerah bersemangat.
Keluar dari hotel itu dan menghampiri Lio yang berdiri di depan mobil. Dia tampak kesal ketika mendapati kedatangan Altran.
"Kau seperti biasa yaa! Bersiap dengan sangat lamanya, selalu senang membuat ku menunggu mu," gerutu Lio.
Altran tidak menghiraukan gerutuan Lio, dia memasuki mobil dan duduk di kursi penumpang dimana Lio juga duduk di depan di samping supir.
"Kau yakin kita pergi ke pesta tanpa pasangan?" tanya Lio.
"Jika kau menyukai seorang wanita, kau boleh mengajaknya," balas Altran.
"Ya yaa ... Nanti disana biar aku cari wanita cantik, sepertinya gadis Indonesia cukup lumayan menarik," ucap Lio.
"Yah ... Jika macam - macam bersiap saja kau terkena hukuman disini! Dengar - dengar peraturan hukum di Indonesia jauh lebih ketat di bandingkan di negara kita," balas Altran.
"Jika gadis itu cantik, wajar jika aku harus memperjuangkan nya. Memangnya pria dingin satu ini ... ada wanita cantik dan manis dia mengabaikannya, mubazir!' sindir Lio membuat Altran menatap tajam kearahnya. Dia memang sangat menyukai exspresi Altran yang setiap kali kesal akan godaannya.
Mereka melakukan perjalanan selama satu jam untuk sampai di sebuah gedung, yang dimana keluarga Randy Anggara yaitu perusahaan Anggara tengah melakukan pesta penyambutan proyek terbaru yang di geluti oleh putra pertama mereka.
Yang dimana Rian Anggara terlihat berdiri di depan podium bersamaan dengan keluarganya dan juga di kelilingi orang - orang penting disana.
Altran berjalan memasuki pesta yang dimana begitu banyak para tamu undangan yang hadir.
"Hey Bro ... Kau tidak mencurigai mereka yang hadir disini? Aku tidak yakin jika mereka hanya pengusaha biasa," bisik Lio.
"Yaa ... Mereka dari organisasi mafia yang ada di Jerman," balas Altran menunjuk ke beberapa pria yang tengah berbincang tidak jauh dari keberadaannya.
Lalu Altran juga beralih melihat ke sekumpulan pria yang juga terlihat bukan orang - orang biasa seperti halnya mereka temui.
"Kenapa aku merasakan firasat buruk!" tambah Lio.
"Kau jangan terlalu berpikiran berlebihan, cukup lindungi dirimu sendiri," balas Altran.
"Hey, bukan hanya aku saja yang melindungi diri sendiri, tapi kau juga," seru Lio.
"Ya yaa ..." sahut Altran.
Altran berjalan memasuki kerumunan para tamu dan mencoba untuk memperjelas memperhatikan seluruh kediaman Randy Anggara, yang dimana membuatnya semakin penasaran akan orang - orang terdekat Randy Anggara.
Saat pertama kali melihat tuan Randy Anggara berdiri tepat di atas podium bahkan di sampingnya ada orang - orang yang begitu mengagumkan bagi Altran, seorang pemuda tampan yang menjadi sorotan dan juga wanita cantik seusia ibunya berdiri di samping Randy Anggara. Ada beberapa orang yang berdiri dari kejauhan yang menjadi bahan perhatian Altran.
"Kenapa tidak ada orang yang sama percis dengan ku," gumam Altran.
"Hey Bro, kau jangan terlalu berlebihan dalam berpikir. Hanya sebuah nama tentunya tidak harus miripkan?" balas Lio.
Cukup masuk akal apa yang di ucapkan oleh Lio, namun setidaknya ada hal yang bisa membuat Altran tahu akan apa yang kini tengah dia cari. Namun sepertinya dia harus benar - benar menemui seorang Randy Anggara untuk mendapatkan informasi yang dia inginkan.
"Sepertinya aku tidak bisa, jika harus menerobos masuk kesana. Tetap saja aku harus berinteraksi langsung dengan Randy Anggara atau setidaknya aku berbicara kepada mereka," ucap Altran sembari melihat kearah beberapa pria dengan pakaian formal tak jauh dari Randy berdiri di podium.
"Iya ya ... Tapi, setahu ku mereka terlihat sangat mengerikan," balas Lio.
Sama sekali tidak meleset dugaan Lio. Altran juga menyangka semua orang yang ada di pesta ini bukanlah orang - orang biasa, namun Altran berpikiran curiga tentang orang - orang yang hadir di dalam pesta ini.
Dia berjalan semakin mendekati podium melewati para tamu satu persatu, saat dia hendak sampai di podium ... Tiba - tiba sebuah suara yang tembakan membuatnya terkejut bahkan membuat seisi di dalam pesta bergemuruh dan semerautan membuat Altran terdiam, dia bahkan tidak mengerti apa yang saat ini tengah terjadi.
Lio yang berlari mengamankan dirinya sendiri, Altran justru malah berdiri tanpa menghiraukan orang - orang yang tengah bergelut dengan suara yang sangat mengerikan membuatnya tampak khawatir. Namun fokus melihat kearah sekumpulan Randy Anggara yang masih dengan tenang mereka berdiri disana tanpa ada rasa takut, mereka berjalan hendak menuruni podium. Namun tiba - tiba suara tembakan melesat tepat kearah podium hingga membuat Randy Anggara menunduk bersamaan dengan keluarganya.
Altran melihat kearah asal suara yang mengerikan itu, hingga membuat kegaduhan. Seorang pria di ikuti oleh beberapa pria dengan pakaian warna hitam berjalan menghampiri podium membuat seisi keluarga Randy Anggara dan juga anggotanya menatap kearah pria itu, Altran memperhatikan seorang gadis tertunduk di bawah meja. Dia terlihat biasa saja tanpa ada rasa takut, namun terlihat waspada dia berdiam diri di bawah meja itu.
Saat Altran mencoba untuk menghampirinya. Tiba - tiba suara tembakan itu terdengar lagi bahkan saling balas satu sama lain, antara Randy anggotanya dan juga pria - pria berbaju hitam itu. Berbaku hantam dengan anggota lainnya, mereka tampak mengerikan ketika meluncurkan setiap tembakan dari senjata mereka berbalas satu sama lain.
Altran menarik gadis yang mengenakan gaun warna peach dengan lembut.
"Tenang ... Apa kamu takut?" Altran bertanya dengan lembut.
Raisa mengangkat sebelah alisnya, dia tidak percaya jika ada seorang pengeran tampan berjongkok di hadapannya.
Tersenyum tipis dan mengangguk, meski dia sama sekali tidak takut dengan suasana saat ini, namun dia memilih untuk mengexpresikan bahwa dirinya tengah ketakutan di hadapan pria tampan saat ini.
Altran tersenyum tipis, dia memeluk Raisa dan menariknya menghindari pertempuran di antara anggota mafia lainnya. Tentunya mereka dengan maksud lain melakukan hal seperti itu dan mengacaukan acara di kediaman Randy Anggara.
"Aku tidak menyangka akan menyaksikan hal seperti ini, bahkan dengan adanya seorang gadis yang sama sekali tidak ketakutan, membuat ku merasa ingin ikut ke pertengahan pertempuran itu," batin Altran.
Dia tersenyum tipis, namun hal yang terpenting baginya adalah menyelamatkan gadis yang ada di genggamannya itu.
Raisa mengarahkan tangan nya mengisyaratkan Altran agar bisa pergi menuju ke suatu ruangan. Hingga membuat mereka kini berada di dalam ruangan yang cukup luas membuat Altran tertegun.
"Ruangan apa ini? tanya Altran.
"Tidak tahu, yang pasti ayahku bilang bahwa ruangan ini akan aman jika aku tersesat sendiri dulu," balas Raisa.
Altran tidak mengerti apa yang di ucapkan oleh Raisa, namun tentunya ruangan itu cukup untuk mereka berdua jika untuk berlindung. Dia berjalan perlahan hingga melihat kearah jendela yang dimana keluarga Randy Anggara sudah keluar dari gedung itu dan memasuki mobil mereka, mereka pergi begitu saja tanpa ada yang tersisa.
"Kenapa, ada apa?" tanya Altran.
"Mereka kedua orangtua ku ... Tapi aku di tinggal," jelas Raisa.
Altran tersenyum tipis, dia mengusap pucuk kepala Raisa.
"Siapa nama mu?" tanya Altran.
"Aku Raisa ... Kamu?" balas Raisa tersenyum dengan manis.
"Altran, panggil paman Al ..." balas Altran.
"Waah ... Nama yang sangat tampan sesuai dengan parasnya," seru batin Raisa.
Altran tersenyum tipis, namun dia tidak mempercayai jika Randy Anggara membiarkan putrinya begitu saja tanpa ada rasa khawatir dari mereka. Altran dan Raisa berada di ruangan itu menunggu suasana menjadi aman, dia bahkan tidak beranjak sama sekali dan memilih untuk duduk sembari bersandar di dinding dengan Raisa di pelukannya.
"Bagaimana dengan Lio yah?" seketika teringat sahabatnya tadi lari mengamankan dirinya.
Ponsel Altran berdering, dengan sigap tangannya mengambil ponsel yang ada di saku sebelah kanan celananya.
"Al ... Dimana posisi mu sekarang ? Aku di taman bersembunyi di balik semak - semak," tanya Lio yang sedikit khawatir dengan sahabatnya itu.
"Tenang saja ... Aku di posisi aman bersama dengan anak kecil di dalam sebuah ruangan," jawab Altran. Dia menjawab sembari menatap anak kecil yang ada di pelukannya.
"Hah!! Anak kecil?" terheran Lio saat mendengar Al bersama anak kecil.
"Ya sudah, kita akan bertemu lagi kalau situasi sudah aman di luar sana," tegas Altran.
"Oke Bro ..." seru Lio. Dan dia menutup panggilannya.
Al menutup panggilan telponnya, masih terdengar suara tembakan di luar sana. Namun di kejutkan dengan suara ketukan di balik pintu, membuat mereka terbangun dari duduknya, Raisa memeluk dia dengan erat.
"Jangan takut, ada Paman," peluk Altran menatap Raisa, di balas anggukan olehnya.
*"Apa dia pangeran yang di kirim untukku? Tapi papa sudah mempunyai pria untukku," batin Raisa tersenyum melihat wajah datar Altran.*
Raisa sudah cukup usia jika dia ingin memiliki seorang kekasih, namun gadis ini sama sekali tidak berminat untuk mencari pasangan hidupnya selama ayah dan ibunya masih menerimanya walau tanpa suami. Meski berulang kali Randy dan istrinya menhodohkanya, gadis itu sama sekali tidak perduli.
Dia menatap wajah Altran dengan senyum di wajahnya, dia bahkan menarik tangannya dengan kekhawatiran yang begitu terlihat. Apalagi suara tembakan semakin mendekat dan berusaha menerobos masuk ke dalam ruangan. Dan benar saja, pintu ruangan itu berhasil di terobos oleh mereka yang bersenjata.
Namun Al dan Raisa saat ini tengah berdiri di atas lantai paling atas di balik dinding tipis membuat mereka berjalan perlahan. Altran menggenggam erat tangan Raisa agar tetap tenang dan berjalan perlahan dengan pegangan mereka masih seimbang.
"Tidak ada siapapun disini!"
Seruan dari seorang pria di dalam ruangan hingga tidak terdengar lagi suara mereka. Sekitar satu jam lamanya kegaduhan kini hening seketika.
Altran masih di balik dinding bersama denga Raisa. Jika salah fokus sedikit saja, mereka akan terjatuh bersamaan ke lantai paling bawah.
Lio melihat temannya bersama seorang gadis berjalan di balik dinding mengarah keluar.
"Sialan! Kawanku satu ini benar-benar tidak sayang nyawa. Kenapa tidak kau hadapi saja mereka?" gerutu Lio.
Jika bukan karena pesan Altran yang meminta mereka jangan bertindak atau melawan. Lio sudah meratakan para pengacau itu, namun sesuai dugaan temannya itu. Lawan kali ini terlalu banyak jika mereka hadapi.
"Apa mereka berkhianat pada Reno Anggara?"
Lio tersenyum melihat Altran kini sudah berada di atap paling atas dengan selamat bersama gadis itu.
Beberapa orang keluar dari gedung dengan tergesa, mereka memasuki mobil dengan kegagalan yang mereka dapatkan. Dan pergi dengan lajuan mobil dengan kecepatan sedang beriringan sekitar 6 kendaraan.
Lio keluar dari persembunyiannya dan berdiri melihat kepergian mereka. Dia berjalan memasuki gedung sembari berhati-hati dia memperhatikan sekitar di dalam gedung yang berantakan. Dia terkejut melihat kekacauan disana. Bahkan tidak ada korban disana.
"Bukankah aku lihat tadi ada begitu banyak yang terluka? Kenapa sekarang tidak ada yang ...."
Lio teringat akan para pria tadi dengan bingkisan yang besar mereka bawa, memasukan ke dalam satu mobil.
"Jangan bilang mereka yang buat keributan dan juga membereskannya seakan tidak ada kejadian yang fatal?" duga Lio.
"Kau tidak apa?"
Suara Altran membuyarkan lamunannya berjalan menghampiri Lio di ikuti seorang gadis di belakangnya. Bahkan Lio fokus pada tangan Al yang menggenggam erat tangan gadis itu.
Altran yang menyadari kemana perhatian Lio, dia melihat ke arah tangannya dan melepas dengan segera genggamannya pada Raisa.
"Dia putri Anggara," ucap Altran.
"Hah?!"
"Cepat keluar dari sini! Sebelum media berdatangan," Altran tidak ingin menjelaskan banyak pada Lio yang terheran.
Mereka kini keluar dari gedung itu memasuki mobil yang masih terparkir tanpa sopir mereka. Altran dan Lio bersitatap masih kebingungan cara mengemudikan mobil. Mengingat berbeda posisi dan kebiasaan di negaranya dan di Indonesia.
Raisa menyadari kediaman mereka dan tersenyum tipis, dia berjalan dan duduk di balik kemudi dan tersenyum melihat Al dan Lio yang terdiam.
"Ayo! Antarkan aku pulang dulu!" seru Raisa.
"Dia lain dari sebelumnya, sekarang terlihat bukan gadis penakut," bisik Lio.
Altran sudah tahu dari awal, jika Raisa bukan gadis biasa. Apalagi setelah tahu jika gadis itu adalah putri bungsu tuan Randy Anggara. Mereka kini masuk dan duduk di kursi penumpang dan Raisa melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang senyum di wajahnya tidak pernah luput ketika melihat alteram dengan wajah datangnya duduk tanpa protes di kursi penumpang.
"Aku merasa ada hal yang aneh saat di balik kemudi seorang wanita," bisik Lio. Altran tidak menanggapi ucapan sahabatnya itu dan memilih untuk mengikuti apa yang akan dilakukan oleh Raisa.
Jika bukan karena Altran yang tidak memperbolehkan Lio untuk mengemudi, dia sudah tidak memerlukan sopir apalagi seorang gadis yang mengemudi untuk mereka saat ini. Bukan tanpa alasan Altran melarang, dia hanya tidak ingin terlihat mencolok di hadapan siapapun terutama anggota Randy Anggara dengan penuh kewaspadaannya.