STELLA |6|

1460 Words
Hari ini adalah hari terakhir Stella menghabiskan masa liburannya di kota itu. Sudah berminggu-minggu Stella berada di kota itu, namun ia sama sekali tak berniat untuk pulang ke Jakarta, malah Stella berniat untuk menetap selamanya di sana. Tentang rencana kepulangan Stella ke Jakarta belum diberitahukannya kepada Geral, ia itu tak tahu harus berkata apa kepada cowok itu, rasanya sulit untuk diucapkan. Sore hari tiba, Stella tengah bersiap-siap, sore ini ia akan pergi bersama Geral dan sepertinya cowok itu sudah menunggunya di gerbang rumah. Stella keluar dari kamarnya dan menemui Clarine yang sedang membaca majalah di ruang keluarga. "Ma, Stella pergi ya." Clarine menoleh, "Kamu udah masukin baju-baju kamu ke koper kan?" Stella mengangguk, ''Udah kok." "Emangnya kamu mau pergi kemana lagi sih? Mama perhatiin hampir tiap hari kamu pergi jalan-jalan, nggak bosen apa?" ucap Clarine. "Stella mau ke Mall, mau beli oleh-oleh buat Risti. Stella nggak akan pernah bosen kalo Geral yang ngajakin." "Geral nya ajakin dong ke sini, ketemu sama Mama," ucap Clarine. "Males, ntar mama naksir Geral ketimbang Papa, udah ah Ma, bye!" seru Stella seraya berlari kecil meninggalkan Clarine. Stella membuka pintu, di gerbang rumah sudah ada Geral yang sedang menunggunya. Stella memasang senyum terbaiknya, mewakili kata sapaan untuk Geral. "Ayo naik, kita mau ke Mall kan?" Stella mengangguk dengan senyum lebarnya. *** Sesuai janji Geral, cowok itu mengajak Stella ke sebuah Mall yang letaknya berada di tengah kota. Setelah sampai, keduanya berjalan memasuki gedung besar itu. Stella menarik tangan Gellard agar mengikutinya masuk ke salah satu toko aksesoris, ia ingin membeli sesuatu untuk Risti. Berbagai macam pernak-pernik yang indah dijual di toko itu, tatapan Stella jatuh kepada jejeran rak yang berisi berbagai jenis kalung. Ia teringat jika Risti sangat suka memakai kalung, Stella memilih-milih kalung yang akan dibelinya. Sedangkan Geral di mana cowok itu? Entahlah sepertinya Stella tak menyadari jika mereka berdua telah berpisah. Sudah hampir sepuluh menit Stella memilih barang-barang yang akan dibelinya, merasa sudah cukup, Stella langsung membayar belanjaannya di kasir. "Stella," Stella memutar badannya, ternyata Geral yang memangggilnya. "Lo dari mana aja?" Geral tak menjawab, ia mengabaikan ucapan Stella, cowok itu malah menarik pergelangan tangan Stella dan memasangkan sebuah gelang di tangannya. Stella tersenyum, gelang itu simpel, hanya ada huruf G di tengah tetapi Stella menyukainya. "Buat gue?" Gellard mengangguk, cowok itu memperlihatkan pergelangan tanagnnya, ternyata Gellard juga memakai gelang yang sama hanya saja huruf nya yang berbeda, Gellard huruf S yang berarti nama Stella. "Gelang yang kamu pakai itu gelang saya dan gelang yang saya pakai adalah gelang kamu. Jaga baik-baik ya." "Pasti gue jaga, lo tenang aja." Geral melirik paper bag yang digenggam. "Kamu udah selesai belanjanya?" "Udah, hm kita mau kemana lagi?" "Kita makan dulu yuk," ucap Geral seraya merangkul Stella. "Gimana kalo kita ke Kafe aja?" ucap Stella antusias. Gellard mengangguk, keduanya pun berjalan menuju kafe terdekat yang berada di Mall itu. Setelah menemukan sebuah kafe yang menurut mereka nyaman, keduanya langsung memesan makana, di sela-sela menunggu pesanan datang Stella dan Geral berbincang akrab. Stella sesekali tertawa karena Geral yang memberikan lelucon garing kepadanya. Suasana malam hari saat itu sangat berkesan buat Stella, ditambah dengan lantunan lagu begitu nyaring di telinganya dan juga Geral yang berada di dekatnya. Tetapi, hari adalah hari terakhir Stella bertemu dengan Geral. Keputusan kedua orang tuanya yang memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta, benar-benar membuat Stella tak berkutik sedikit pun. Ia tak mungkin membantah keputusan orang tuanya hanya karena ia masih ingin bersama Geral. "Geral, lo nggak akan ngelupain gue kan?" ucap Stella dengan mata yang menatap lekat ke arah Geral. "Saya ngggak akan ngelupain kamu kok," jawab Geral dengan senyumnya. Senyum itu yang akan di rindukan Stella, senyum hangat tanpa beban atau paksaan. Geral menarik sebelah alis matanya menatap curiga ke arah Stella. "Kamu kenapa sih, dari kemarin juga nanya hal yang sama." "Nggak pa-pa," elak Stella, ia membuang tatapannya ke arah lain. "Kamu mau pergi ninggalin saya?" Stella terdiam, ia menggigit bibir bawahnya, lidahnya seakan kelu untuk mengucapkan yang sejujurnya kepada Geral. Pesanan mereka tiba, Stella langsung saja memakan makanannya tanpa menjawab pertanyaan Geral barusan. Keheningan terjadi sangat lama, tak ada yang memulai percakapan, Stella melirik Geral yang sibuk memakan makanannya dalam diam. Dalam hati Stella mendesah karena ia ingin sekali mengobrol ria seperti sebelumnya dengan Geral, tetapi cowok itu hanya diam dan jika Stella yang memulai percakapan ia takut jika ucapannya menyangkut soal kepulangannya. Setelah itu mereka memutuskan untuk pulang, di perjalanan tiba-tiba hujan datang mengguyur kota itu tanpa henti. Gellard mau tak mau harus menambah kecepatan laju motornya, ia takut Stella sakit. Mengetahui motor Geral yang melaju kencang, Stella lantas memeluk pinggang cowok itu. Tanpa sadar, keduanya sudah tiba di depan rumah Stella tetapi hujan masih turun deras. Stella turun dari motor Geral dan menatap cowok itu. "Lo mampir aja dulu, hujannya makin deras." "Nggak, saya langsung pulang aja," jawab Geral dengan nada yang keras agar Stella dapat mendengarnya. "Ya udah, lo hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut kayak tadi." Geral hanya mengangguk dan melesat pergi meninggalkan pekarangan rumah Stella. Stella masih berdiri di tempatnya dan menatap punggung Geral yang tak terlihat lagi. "Gue bakal kangen banget sama lo," lirih Stella. Tanpa disadari, sebulir air mata mendarat di pipi Stella bercampur dengan air hujan yang mengguyur wajahnya. Stella memasuki rumahnya, ia menatap Clarine dan Ardi yang juga sedang menatapnya, sepertinya kedua orang tuanya mendengar percakapan nya dengan Geral tadi. Stella berjalan menuju kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata kepada orang tuanya. Setelah menganti bajunya, ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang, menatap langit-langit dinding. Seketika Stella terbayang akan kebersamaannya selama ini dengan Geral. Berat rasanya untuk pergi meninggalkan cowok itu, entahlah seperti ada magnet yang tercipta diantara mereka sehingga Stella sangat sulit untuk pergi dan seakan ada yang menarik dirinya untuk tetap bertahan di sini. Besok ia harus menemui Geral dan mengatakan yang sejujurnya, ia tak mau hati tak keruan seperti ini hanya karena hal itu. Stella menatap ponsel yang berada di nakas, ia ingin mengirim pesan kepada Geral. Stella meraba nakas yang berada tepat di samping ranjangnya, tangan Stella masik sibuk meraba-raba tetapi suara benda jatuh lah yang terdengar. Stella langsung terduduk dan membulatkan matanya melihat ponselnya sudah jatuh kelantai dengan layar yang sudah retak. Stella mengambil ponselnya, ia menghela nafas kesal karena benda pipih itu tak bisa hidup lagi. Tiba-tiba perasaan Stella tidak enak, badannya bergetar, kaki Stella lemas sehingga ia langsung terduduk di ranjangnya. Stella memegangi dadanya, ia berusaha mengatur deru nafasnya. Ada apa dengan dirinya? Tak biasa ia seperti ini sebelumnya. *** Pagi-pagi sekali Stella sudah rapi, ia keluar kamar dan tak memepdulikan kedua orang tuanya yang sedang sibuk menyiapkan koper-koper. "Ma, Stella pergi sebentar," ucapnya lalu pergi begitu saja. "Kamu mau kemana lagi sih, La? Pokoknya kamu harus cepat pulang karena jam 11 kita udah harus berangkat ke bandara." Samar-samar Stella mendengar teriakan Clarine dari dalam rumah tapi ia tak mempedulikannya. Stella berjalan menuju gerbang rumah, ia tak menemukan Geral di sana, tak biasa cowok itu tidak menjemputnya. Stella berdecak kesal, ia harus menemui Geral hari ini juga, tetapi ia tak tahu Geral ada di mana. Cowok itu juga tak pernah memberitahukan alamat rumahnya. Stella berusaha untuk menghubungi nomor ponsel Geral tetapi cowok itu nomor cowok itu tak aktif. Stella menjentikkan jarinya, ia ingat jika Geral sering berada di sebuah halte, halte juga adalah tempat pertemuan mereka berdua. Stella memesan sebuah taksi dan bergegas menuju tempat itu. Nihil, Geral tak berada di halte itu. Tiba-tiba perasaan kehilangan menyerang dirinya, Stella terduduk lemas di dalam taksi, ia tak tahu harus kemana lagi untuk mencari Geral. Stella baru ingat, Geral sering mengajak ke pantai, karena Geral pernah bilang jika pantai adalah tempat favoritnya. Stella kembali menaiki taksi yang masih menunggunya. Tak butuh waktu lama, Stella akhirnya tiba di pantai itu. Dengan langkah pasti, Stella berjalan menelusuri pantai itu. Sunyi, Geral juga tak berada di sana. "Geral, lo di mana sih?!" teriaknya. Pupus sudah harapan Stella untuk bertemu dengan Geral, Stella terduduk di atas pasir putih itu. Sepertinya keadaan sudsh berbalik, bukan dirinya yang meninggalkan Geral, tetapi Geral lah yang lebih dulu meninggalkan Stella. Jujur, Stella sangat kecewa. Stella menangis dalam diam, ia menatap lama tempat itu, dulu ia dan Geral sering menghabiskan waktu bersama di sana, Stella tak bisa melupakan hal itu. Kini Stella harus pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30. Setelah sampai di rumah, Stella menatap Clarine dan Ardi yang sedang sibuk memasukkan koper-koper ke dalam mobil. Stella bersandar di mobil sambil melamun, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya pelan. "Stella, kamu kenapa, sakit?" tanya Nenek nya. Stella hanya menggeleng. "Tante Mira sama Om Rudi nggak dateng?" "Mira sama Rudi nggak bisa dateng, karena Aldi masuk rumah sakit, tapi Mama sama Papa udah pamitan kok sama mereka," ucap Clarine. *** ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD