KELUAR!

875 Words
"Kondisi komisaris Badran memburuk. Bapak diminta untuk ke rumah sakit." Aris memberi laporan kepada Daffa setelah mendapat telepon dari orang kepercayaan komisaris Badran. Padahal sudah pukul sebelas malam, tapi Daffa tidak kunjung pulang. Apalagi dia baru saja kembali dari bertemu rekan bisnis. Bukannya langsung pulang, Daffa malah datang ke perusahaan. Daffa sedang membolak balik dokumen hanya bisa tertawa. "Apa hubungannya denganku?" "Karena Bapak adalah cucu Komisaris Badran," jawab Aris. Daffa hampir tertawa terbahak-bahak. "Menjijikan," ujarnya. Jika orang diluar sana memimpikan terlahir dari keluarga kaya tapi tidak dengan Daffa. Lebih baik dia hidup seperti manusia yang tidak memiliki apa-apa daripada hidup di keluarga yang cukup gila. "Walaupun menjijikan, Bapak tidak akan bisa memutuskan hubungan itu." Apa yang dikatakan Aris adalah fakta. Sejauh apapun dia pergi atau bersembunyi, kakeknya akan mudah menemukannya. Jadi Daffa tidak akan bisa lepas dari keluarga Badran. Tapi fakta itu sangat menjijikan. Daffa sampai membencinya setengah mati. "Kamu mau mati?!" "Tidak, Pak. Masih banyak yang harus saya lakukan." Wajah Aris tidak menunjukkan ketakutan sama sekali. Bahkan wajahnya terlihat datar seakan-akan sudah terbiasa menghadapi kegilaan Daffa. Daffa melonggarkan dasinya. Sungguh, dia sangat muak. Tapi dia tetap harus bekerja. "Katakan kepada orang itu saya tidak akan pernah datang," suruh Daffa. "Tapi Pak-" "Siapa atasan kamu sebenarnya?" Potong Daffa dengan tatapan tajam. "Anda, Pak." "Kalau begitu, jangan membantah! Lakukan apa yang aku katakan. Apa kamu mengerti?!" "Baik, Pak. Saya mengerti." Aris tidak bisa membantah perkataan sang atasan. "Bagaimana dengan hasil pencarian yang kalian lakukan? Apa kalian sudah menemukannya?" tanya Daffa. "Belum, Pak." "SEBENARNYA APA YANG KALIAN KERJAKAN?!" Wajah Daffa memerah. Dia sedang menahan emosi. Hal seperti ini sering terjadi. Aris sudah biasa dan hanya menerima segala macam bentakan, umpatan dan kemarahan dari sang atasan. "Saya akan berusaha lagi, Pak." Daffa terlalu bodoh karena mempercayai orang lain untuk mencari orang yang terakhir kali bertemu dengan ayahnya sebelum meninggal 7 tahun yang lalu. Daffa mengacak rambutnya frustasi. Dia yakin ayahnya tidak meninggal karena kecelakaan, melainkan dibunuh. Walaupun ingatan Daffa tidak jelas, tapi dia sangat yakin jika ayahnya dibunuh. "KELUAR!" sentak Daffa sambil memegang kepalanya. "Apa Bapak baik-baik saja?" Aris terlihat khawatir. Semakin lama kepala Daffa semakin sakit. "Aku bilang keluar, ya KELUAR!" Dia berteriak kepada Aris karena tidak ingin menunjukan kerapuhannya kepada orang lain. "Ba-baik, Pak." Aris tidak bisa membuat sang atasan bertambah marah. Dia langsung keluar meskipun khawatir dengan kondisi Daffa. Setelah Aris keluar, Daffa mengambil obat dari dalam laci. Dia langsung meminum sebanyak dua butir agar sakit kepalanya bisa hilang. Hal yang sering terjadi. JIka Daffa berusaha mengingat, maka kepalanya terasa sakit. Sakit yang tidak bisa Daffa jabarkan dengan kata-kata karena rasanya ia ingin membenturkan kepalanya di dinding. 4 tahun yang lalu, Daffa mengalami kecelakaan hebat. Bahkan dia tidak bisa mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Kecelakaan itu membuat ingatan Daffa mengalami amnesia persial dimana ia tidak dapat mengingat informasi pribadi yang penting. Kecelakaan itu membuat Daffa koma selama 3 hari lamanya. Daffa mencengkram rambutnya dengan kuat. Kepalanya semakin sakit padahal dia sudah minum obat. Air mata Daffa keluar begitu saja saking ia merasakan sakit. Tapi dia tidak ingin meminta tolong kepada siapapun. Daffa hanya mengandalkan dirinya sendiri. Dengan ingatan samar-samar, dia akan menguak kematian ayahnya apapun yang terjadi. Rasa sakit yang Daffa rasakan membuatnya tidak sadarkan diri. *** "Mama..." rengek Elzin sambil mengusap air matanya. Eksas langsung memeluknya. "Anak ganteng Mama, kenapa menangis?" "Takut, karena Mama tidak telihat." Eksas tersenyum. Harusnya Eksas membangunkan anaknya terlebih dahulu sebelum menjemur pakaian. Sudah menjadi kebiasaan jika Elzin terbangun, harus ada Eksas. Kalau tidak, maka dia akan menangis seperti sekarang. "Mama lagi jemur pakaian." Eksas menatap dengan lekat. Anak yang nyaris tidak selamat 3 tahun yang lalu. Untuk sampai ke titik ini, Eksas sudah sangat bersyukur sekali. "Eljin mau ikut jemul pakaian." "Baiklah. Tapi sebelum itu, anak ganteng Mama harus minum dulu." Eksas membiasakan agar anaknya minum air putih setelah bangun. Tidak perlu banyak, hanya untuk membuat kebiasaan baik saja. "Ciap, Ma." "Mukanya udah dicuci atau belum?" tanya Eksas. Elzin menggeleng. "Kalau belum, apa yang harus dilakukan?" "Begini... Begini." Elzin membuat gerakan mengusap wajah. "Pintar sekali." Eksas mengusap pucuk kepala sang anak. "Anak Mama memang luar biasa," lanjutnya lagi. Eksas tidak pernah lupa memuji sang anak ketika melakukan sesuatu yang baik walaupun hanya hal kecil seperti membuang bungkus jajan nya ke tempat sampah. Elzin tersenyum lebar. Mungkin sekarang dia belum mengerti banyak hal, tapi seiring berjalannya waktu sang anak pasti akan mengerti. Elzin melangkah menuju ke wastafel. Berhubung tubuhnya belum tumbuh tinggi, maka dia mengambil kursi kecil dan menginjaknya supaya bisa sampai menyentuh kran wastafel. Melihat hal itu, Eksas tidak terlalu kaget. Elzin sudah terbiasa melakukannya. Meskipun begitu, Eksas tidak pernah mengajarkan hal tersebut. Otaknya sendiri yang berpikir. Elzin selesai mencuci wajah. Lantas Eksas memberikan gelas plastik ukuran kecil yang berisi air. "Kalau minum, kita harus apa?" "Duduk, Ma." Lagi dan lagi Eksas tersenyum. Dia mencium pucuk kepala Elzin berkali-kali. Terkadang saat menatap wajah Elzin, Eksas teringat dengan Daffa. Wajah mereka terlihat sangat mirip sekali. Tapi apa yang bisa Eksas lakukan? Meskipun wajah Elzin mirip dengan Daffa, Eksas tidak akan muak atau benci melihat wajah anaknya sendiri. Sosok sampah adalah Daffa, bukan anaknya. Jadi Eksas hanya benci menatap wajah Daffa bukan anaknya. Setelah minum, Eksas membawa Elzin ke halaman belakang. Sinar matahari sudah mulai meninggi karena sudah pukul sembilan pagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD