2. Gara-gara Mabuk Semalam

1544 Words
Lova duduk di kloset duduknya dengan tak berhenti berpikir, memikirkan apa yang pria bernama Zegan Aidenxena itu katakan sebelumnya. Pria itu mengatakan dia adalah mafia dari Rain Town, jika benar, apa yang pria itu lakukan di rumahnya? Kota itu berjarak puluhan mil dari kotanya. Tok! Tok! Lova tersentak tersadar dari lamunan saat pintu kamar mandi diketuk dari luar. Ia segera menyelesaikan acara semedinya dalam kamar mandi dan bergegas keluar sebelum Zegan mendobrak pintu. “Apa kau sedang memikirkan cara untuk kabur?” ucap Zegan saat Lova baru saja membuka pintu kamar mandi. Pria itu berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap d**a dan menatap Lova dengan tatapan dingin. “Ti- tidak. Kau pasti sudah membunuhku lebih dulu jika aku kabur,” jawab Lova sedikit terbata. Zegan menatap Lova dalam diam seperti memikirkan sesuatu. Ia kemudian mengatakan, “Aku tidak akan menyakitimu tapi, rahasiakan keberadaanku. Jika ada orang lain tahu, baru lah aku akan menghabisimu.” Lova hanya menunduk sambil mengepalkan tangan. Ia menggigit bibir bawahnya kemudian mengangkat kepala menatap Zegan dengan penuh keberanian yang dipaksakan. “Jelaskan dulu padaku kenapa kau di rumahku serta alasan kenapa aku harus menyembunyikan keberadaanmu. Menyembunyikan dari siapa? Apa sebenarnya kau tahanan atau buronan polisi yang kabur?” tanya Lova menuntut. Zegan tak mengubah raut wajahnya. Ia kemudian mengambil langkah maju membuat Lova reflek mundur. “Ya. Aku buronan. Jika aku tertangkap aku akan katakan bahwa kau adalah salah satu dari komplotanku. Dan kau, tentu akan dihukum seumur hidup.” Lova melebarkan mata. Itu tak mungkin terjadi tapi, melihat ekspresi Zegan seakan ucapan pria itu bisa jadi kenyataan. “Dan kenapa aku di sini, aku yang mengendarai mobilmu saat kau mabuk semalam.” Lova nyaris menganga. Apa ia tak salah dengar? Seingatnya ia berkendara sendirian. “Jangan bercanda! Mana mungkin itu terjadi? Aku pulang seorang diri. Meski aku mabuk tapi aku masih punya kesadaran mengemudikan mobilku!” sanggah Lova dengan lantang. Tap! Zegan meraih tangan Lova dan menariknya keluar dari kamar. Ia menyeret Lova ke ruang tamu, menyibak gorden jendela dan memperlihatkan mobil Lova yang terparkir di teras. Lova begitu terkejut melihat mobilnya mengalami ringsek pada body depan. Tidak cukup parah tapi, sepertinya diperlukan biaya yang tak sedikit untuk memperbaikinya. “Kau mengendarai mobil dalam keadaan mabuk dan hampir membuat nyawaku melayang. Jika aku tak menghindar, mungkin tubuhku sudah terjepit antara mobilmu dan tiang,” ucap Zegan memberitahu kronologi yang telah terjadi semalam. Lova tampak tak percaya tapi, ia tak menemukan kebohongan di wajah Zegan. Ia pun berusaha mengingat-ingat. Namun, benar-benar melupakan kejadian semalam. Ia tak pernah mabuk sebelumnya, semalam adalah pertama kali dirinya menyentuh minuman itu. “Kalau masih tak percaya, aku bisa memberimu bukti dari cctv di sekitar tempat kejadian,” ucap Zegan. Semalam ia hampir saja menghajar Lova karena kejadian itu. Jika saja Lova bukan perempuan, mungkin Zegan sudah menghabisinya. Lova memijit kepalanya yang berdenyut. Semakin berusaha mengingat, semakin kepalanya berdenyut ngilu. “Baiklah. Lalu kenapa kau tidur di ranjangku? Kau juga telanjang,” kata Lova. Saat ia bangun ia sempat berpikir telah melakukan sesuatu dengan Zegan tapi, pikirannya terbantahkan karena ia sama sekali tak merasakan sakit di bawah sana. Meski usianya sudah seperempat abad, tapi ia masih perawan. Kalau keperawanannya hilang, tentu ia bisa merasakannya, bukan? “Aku tak terbiasa tidur di kamar yang pengap dan panas seperti kamarmu.” Mata Lova melotot. “Apa? Berani sekali bicara begitu?” sungutnya tak terima kamar terbaiknya dihina. “Kau telah berhutang nyawa padaku. Jika aku tidak membawa mobilmu, mungkin kau hanya tinggal nama hari ini.” Lova menatap Zegan nyalang. Ia tidak ingin percaya tapi, apa yang Zegan ucapkan terdengar masuk akal melihat seperti apa kondisi mobilnya. “Sekarang, belikan aku baju,” ucap Zegan tiba-tiba. Lova tampak cengo. “A- apa? Baju?” “Aku hanya punya baju yang melekat di tubuhku dan sudah terasa lengket. Kurasa kau tak terlalu miskin untuk membelikan aku beberapa potong baju.” “A- apa? Ini pemerasan dan perampokan namanya!” sungut Lova yang merasa enggan. Meski ia punya uang, terlalu sayang jika untuk membelikan pria asing itu pakaian. Tiba-tiba suara mobil terdengar berhenti di depan rumah Lova. Dan benar saja, sebuah mobil warna merah berhenti di depan sana. “Kau memanggil temanmu?” tanya Zegan dengan tatapan menajam. Lova tak menjawab kemudian mengintip lewat celah jendela. Dan melihat mobil yang sudah ia kenali akan parkir, ia mendorong Zegan kembali masuk ke kamar. “Apapun yang terjadi kau tidak boleh keluar,” ucap Lova setelah berhasil mendorong Zegan masuk ke dalam kamar. Ia kemudian kembali ke depan dan membuka pintu untuk tamunya. “Apa yang kau lakukan di sini?” ucap Lova setelah pintu terbuka dan berhadapan dengan seorang pria yang merupakan pacarnya. “Kenapa bicara seperti itu, Honey?” ucap pria itu kemudian berniat masuk ke dalam rumah. Namun, Lova menghadangnya dengan berdiri di depan pintu mencegah pria itu masuk. “Hei, ada apa ini? Kau tidak membiarkan aku masuk?” tanya pria yang bernama Darren tersebut. Ia merupakan pacar Lova tapi, sepertinya akan jadi mantan. “Mulai sekarang kita putus!” ucap Lova dengan tegas. Tak ada keraguan sedikitpun di wajahnya. Darren tampak terkejut. “A- apa? Kenapa tiba-tiba minta putus? Ada apa, Honey? Apa kau amnesia?” tanyanya seraya berniat menempelkan punggung tangannya pada dahi Lova tapi, ditepisnya dengan kasar. “Amnesia? Kau bilang aku amnesia? Kau kira aku tidak tahu bahwa kau selingkuh?!” teriak Lova di akhir kalimat. Satu alasan yang membuatnya mabuk semalam adalah, karena mengetahui perselingkuhan Darren, pria yang dipacarinya selama sekitar dua bulan ini. Ia kira Darren pria setia tapi, pria itu benar-benar buaya. “What? Apa maksudmu, Hon? Selingkuh apa? Jangan mengada-ada,” elak Darren sambil melirik arah lain tak berani menatap Lova. “Mengada-ada?” Lova segera masuk ke dalam rumah mengambil ponselnya dan menunjukkan beberapa foto pada Darren. “kau bilang aku mengada-ada? Lalu siapa ini?!” teriaknya sambil menunjukkan layar ponselnya di hadapan Darren. Darren amat terkejut. “Ho- Honey, bagaimana bisa kau punya foto-foto itu?” tanyanya dengan sedikit terbata. Ia sudah seperti pencuri yang tertangkap basah. “Kau bilang cuti karena ibumu sakit! Bullshit! Kau justru pergi ke hotel dengan wanita ini!” teriak Lova kembali yang meluapkan kemarahannya. Darren adalah teman sekantor Lova, mereka menjalin hubungan asmara belum lama ini karena Darren terus mengejarnya. Ia kira Darren berbeda dengan pria buaya di luar sana tapi nyatanya, sama saja dengan p****************g yang suka gonta-ganti wanita. Darren hanya diam tak lagi melakukan pembelaan sampai akhirnya tiba-tiba ia tertawa terbahak membuat Lova mengerutkan dahi menatapnya. “Hahaha … hahahah! Lova … Lova, kenapa kau begitu bodoh?” ucap Darren dan seketika membuat Lova melebarkan mata. “baiklah, akan kujelaskan sesuatu padamu. Habisnya, mau bagaimana lagi? Sudah ketahuan.” Perasaan Lova mulai tidak enak, melihat dan mendengar bagaimana cara Darren bicara juga kata-katanya. Dan benar saja, beberapa detik setelahnya, dirinya seperti terkena serangan jantung saat Darren kembali membuka suara, mengungkap fakta yang ada. “Dengar ya, wanita bodoh. Aku sama sekali tidak pernah jatuh cinta padamu. Apa kau tahu? Sebenarnya aku sedang taruhan dengan temanku. Rumor mengatakan kau masih perawan. Jadi aku dan temanku taruhan, siapa yang bisa berkencan denganmu dan menidurimu dia lah pemenangnya. Hah … kupikir akan mudah saat kita pacaran, tapi kau benar-benar kolot, seperti orang tua zaman dulu. Mengatakan, kau hanya akan melakukannya setelah menikah? Hei, apa kau tahu? Zaman sekarang itu seks sudah bebas, bukan hanya dengan pacar, hanya status teman pun sudah sering melakukan itu.” Iris mata Lova tampak bergerak-gerak menatap pria berwajah cukup tampan di depannya, sayangnya, ketampanan itu serasa tak berarti karena sifat busuknya. “Dengar ya, kau itu tidak usah sok suci. Di kantor semua orang menertawakanmu, mengejekmu sebagai perawan tua,” ucap Darren kembali seraya melempar seringai mengejek pada Lova. “ah, satu hal lagi. Dia bukan selingkuhanku, dia itu pacarku, kau lah yang sebenarnya hanya selingkuhan. Kujadikan selingkuhan cuma karena taruhan. Sorry, kau harus mendengar ini tapi, rasanya aku benar-benar kesal karena kau begitu bodoh tapi berani memarahiku!” Kelakar tawa Darren kembali terdengar. Pria itu bahkan tertawa hingga memegangi perutnya. Lova masih tak bergeming, ia tak pernah mengira hal ini terjadi padanya. Tak dapat dijelaskan seperti apa perasaannya sekarang, marah, benci, kecewa, menyesal, semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Meski tidak sepenuhnya mencintai Darren tapi, semua yang pria itu katakan tak bisa dimaafkan. Tangan Lova mengepal, meremas ponsel di tangannya seakan sampai remuk. Melihat Darren menertawakannya membuatnya benar-benar ingin menghabisi pria itu terlebih dengan semua kenyataan yang baru ia dengar. Lova membalikkan badan, masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Ia lalu merogoh celana Zegan mengambil pistolnya dan membawanya keluar. “Dasar pria b******n!” teriak Lova yang berjalan cepat seraya mengarah moncong pistol ke arah Darren. Darren begitu terkejut melihat apa yang ada di tangan Lova sampai-sampai ia jatuh terduduk di lantai teras. “He- hei! Apa kau gila?! Bagaimana bisa kau punya benda seperti itu?!” teriak Darren yang mulai berkeringat. Saking terkejut dan takutnya melihat benda itu di tangan Lova, dirinya sampai sulit berdiri untuk berlari. Lova hanya diam mengarahkan moncong pistol ke kepala Darren. Wajahnya tampak merah padam telah diselimuti kabut kemarahan yang meluap-luap. Sekujur tubuh Darren gemetar, wajahnya pucat pasi saat Lova bersiap menarik pelatuk. Dan saat wanita itu benar-benar melakukannya, ia hanya bisa berteriak sambil memejamkan mata. Dor!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD