BAB 47

1356 Words
Tepat 3 bulan sudah aku menjadi mahasiswa, banyak hal yang sudah kulewati apalagi masa inagurasi yang sangat berkesan hingga aku mendapatkan seorang teman baru yang cukup menarik. Cika, teman yang kukenal sejak hari pertama inagurasi. Aku cukup nyaman berteman dengannya, meski awalnya dia duluan yang mendekatiku dan karena kami sering bersama kami semakin akrab dan sekarang kami sama-sama saling bergantung. Langkah kakiku terhenti saat Cika memanggilku dari belakang, ia sedikit berlari menuju ke arahku. Aku tentu saja menunggunya dan dengan senang hati berjalan bersamanya menuju kelas. Sayangnya, saat pembagian kelas aku tidak sekelas dengan Adrian. Namun, letak kelasnya juga tidak berjauhan dariku. Semua berjalan dengan baik tanpa masalah, biasanya Adrian akan mendatangiku saat istirahat untuk makan bersama. Akhirnya, aku dan Cika biasanya akan mengikuti Adrian dan teman-temannya ke kantin. Kami cukup akrab untuk menjadi kenalan karena cukup sering bergabung dengan Adrian. Sebenarnya ada satu lagi teman yang bisa dikatakan cukup akrab denganku, baru saja aku membicarakannya dengan Cika ia tiba-tiba muncul dihadapan kami. "Lo berdua jalan cepet banget, capek gue ngejernya." "Siapa suruh lo ngejer kita," ucapku lalu tertawa bersama Cika. Bian, adalah sosok teman kedua yang cukup akrab denganku. Sebenarnya dia orang yang cukup pendiam dan dingin, tapi entah mengapa hal itu seakan tidak berlaku padaku dan Cika. Kalo kata Bian, terlanjut 'nyaut' pas kami ajakin bicara yang membuatnya menjadi akrab dengan kami, karena menurutnya ia tidak ingin memiliki banyak teman makanya ia terlihat cuek dan dingin. Kelas sudah cukup penuh, kami menempati kursi di belakang. Karena masih belum mengenal dengan baik, di kelas masih ramai karena saling berkenalan. Pelajaran pertama dimulai saat seorang dosen masuk. Ia menjelaskan kontrak kuliah mata kuliahnya untuk waktu satu semester kedepan. Kami semua mencatat setiap point penting yang dijelaskan, tetapi mulai mencatat penuh judul materi dalam satu semester yang akan kami pelajari. Tidak butuh waktu lama, karena dosen hanya membuat kontrak kuliah membuat kami mengakhiri hari dengan cepat. Kulihat, Adrian masuk ke dalam kelas menyapa Cika dan Bian. Aku mengajak mereka makan siang bersama lebih dulu, dan disetujui oleh mereka. "Lo bawa mobil 'kan?" tanya Adrian menatap Bian. "Hari ini gue lagi bawa motor, kenapa?" tanya Bian bingung dengan pertanyaan Adrian. "Mau pakek mobil bareng atau mau pake motor?" tanyaku menawarkan untuk pergi bersama, lagian jika bisa bersama kenala harus pergi berpisah nanti juga bisa kembali lagi mengambil motor Bian sekalian mengantar Cika yang kosannya di belakang kampus. "Bian mau nemenin gue bentar, kalian duluan aja. Kita nyusul gak apa - apa 'kan?" ucap Cika cepat, ia memandang Bian meminta pembenaran. "Beneran?" tanya Adrian ikut memastikan, sayang sekali jika ternyata nantinya mereka tidak datang.. Namun, Cika dan Bian mengangguk membuatku dan Adrian pergi lebih duluan ke tempat makan yang letaknya tidak jauh dari kampus. "Udah mulai belajar?" tanya Adrian padaku, aku menggeleng menjelaskan kalau hanya kontrak kuliah saja. "Bentar, bisa pegangin tas aku?" tanyaku pada Adrian, aku menunjuk tali sepatuku yang terlepas. "Aku aja," ucap Adrian tersenyum. Adrian berdiri di depanku dan berjongkok mulai mengikatkan tali sepatuku. Hal ini mengingatkanku saat kami di pasar malam dan Adrian mengungkapkan perasaanya. "Untung gak jatuh," ucap Adrian setelah mengikat tali sepatuku. "Terima kasih," ucapku juga tersenyum. Kami berjalan bersama menuju parkiran, butuh waktu beberapa saat memang karena parkiran mahasiswa tidak berada di setiap gedung. Hanya parkiran untuk dosen dan staff kampus yang berada di setiap gedung. Sebenarnya ada parkiran untuk mahasiswa tapi tidak seluas parkiran yang ada di depan, karena memang kampus tidak ingin ada kemacetan di depan gedung pengajaran atau gedung - gedung penting sehingga. Kebanyakan yang parkir di depan gedung pengajaran adalah dosan - dosen saja. "Bian pacaran sama Cika?" tanya Adrian tiba-tiba, wajahnya seakan bertanya karena bingung membuatku hampir tidak bisa menahan tawa. Aku mengerti kenapa Bian berkata seperti itu, karena memang jika orang tidak tahu akan sering mengatakan itu. Bukan hanya Bian dengan Cika tapi terkadang orang juga menganggap aku dan Bian memiliki hubungan karena kami memang dekat satu sama lain sebagai sahabat begitu juga yang terjadi pada Bian dan Cika. "Kayaknya enggak, kenapa?" tanyaku bingung dengan pertanyaan Adrian yang tiba - tiba "Kirain kayaknya deket banget," ucap Adrian yang aku juga menyetujui itu, mereka memang terlihat dekat dan akrab. "Satu sekolah," ucapku menjelaskan alasan mengapa Bian dan Cika memang cukup akrab. Satu fakta yang juga baru kuketahui adalah Bian dan Cika adalah teman satu sekolah namun tidak sekelas. Itu adalah salah satu alasan mereka tidak akrab lada awalnya, namun semakin ke sini hubungan kami bertiga sangat dekat bahkan aku paling dekat dengan Cika dan Bian di kelas. Aku berjalan sambil menatap aspal, udara hari ini cukup panas padahal semalam baru saja hujan deras. "Ya Allah," ucapku terkejut. Saat berjalan, aku dibuat kerkejut karena Adrian yang tiba-tiba menarikku. Ternyata, hampir saja aku terserempet oleh motor yang berjalan mengebut. Aku bersyukur, untung saja Adrian menyadari jika tidak mungkin saja aku bisa kecelakaan hari ini. "Kamu inget gak sama yang nyanyi bareng aku pas acara perpisahan?" tanya Adrian tiba-tiba membuatku bingung. "Iya, kenapa?" tanyaku bingung dengan arah pembicaraan Adrian. "Ternyata dia masuk di kelasku, anaknya asik juga ternyata. Mana sering dapat kelompok bareng jadinya lumayan enak karena cukup akrab," ucap Adrian terlihat senang dengan kenyataan itu, namun entah mengapa aku merasa akan ada badai yang mengusik hubungan kami. Aku terdiam beberapa saat, sebenarnya aku cukup bingung karena selama semingguan ini aku tidak pernah melihat ataupun berpapasan dengannya. Tapi, ya sudah aku memilih untuk tidak memedulikannya. Lagian, pemilihan kelas sudah disusun oleh pihak kampus bukannya bebas memilih. Adrian membukakan pintu mobil dan menutupnya saat sudah memastikan aku masuk dengan aman. Ia berjalan ke arah kursi pengemudinya dan mulai menyetir dengan kecepatan yang tidak terlalu cepat. *** Makan siang berakhir dengan cukup lama karena banyak obrolan yang kami bicarakan, Bian yang juga suka bermain game semakin akrab dengan Adrian. Mereka bahkan berniat untuk bermain bersama besok. Kami berpisah kemudian, karena aku harus menyelesaikan novelku apalagi dengan deadline yang semakin mepet. Aku berpamitan dengan Bian dan Cika, lalu pulang dengan diantar dengan Adrian. Setelah aku pulang, aku mulai mengganti pakaianku dan membersihkan diriku. Kulihat pesan masuk dari Adrian, ia sudah sampai di kantor Mamanya. Adrian berniat berkerja sambil kuliah di kantor mamanya, selain mencari pengalaman ia ingin mencoba menghasilkan uang dengan jerih payahnya sendir. Aku ke dapur dan mulai memasak nasi, menyiapkan makanan untuk ayah yang akan pulang malam ini. Setelah banyak pertimbangan, aku menyetujui ayah untuk kembali berkerja dibidang keamanan. Ayah berkerja di suatu badan inteligen swasta dan sering kali ke luar kota. Aku awalnya merasa sedih dan kesepian karena waktu ayah untukku mulai berkurang, namun aku mencoba tidak egois karena aku melihat dengan jelas jika ayah sangat menyukai pekerjaanya ini. Aku mulai memasak, mencampurkan berbagai bahan makanan. Membuat hidangan sederhana yang kuharap semoga ayah menyukainya. Aku membuat semur ayam dan tahu, lalu sambal kentang. Melelahkan memang, tapi kini aku dan ayah saling mengandalkan jadi tidak pernah sekalipun aku mengeluh. Aku mengerti jika ayah berkerja keras untuk kebaikanku dan aku berusaha mengurus ayah sebaik mungkin. Masakan yang sudah matang aku pindahkan ke piring dan hidangkan di meja makan, tanpa sadar hari sudah mulai menggelap. Kegiatanku terhenti saat kudengar bel rumah yang berbunyi. "Ayah!" ucapku senang, saat melihat sosok ayah yang sudah kurindukan selama hampir dari 2 bulan ini. Aku berjalan cepat lalu memeluk ayah dengan erar, belakangan ayah sangat sibuk dengan pekerjaanya. Namun aku sedikit bersyukur karena aku juga sibuk dengan perkuliahanku sehingga jika ayah di rumah mungkin ia akan merasa kesepian, jadi saat ayah mendapatkan pekerjaan di luar kota kami jadi lebih dekat karena lebih sering berkomunikasi. "Apa kabar, Nak?" tanya Ayah yang tersenyum lebar menatapku. "Baik, Yah. Kok tumben cepet, katanya besok malam?" tanyaku heran. "Iya, mau kasih kamu kejutan." Aku langsung memeluk ayah lagi dengan erat, rasanya rinduku sudah benar - benar menumpuk hingga menggunung. Aku langsung membantu ayah membawa barang - barang milik ayah masuk ke dalam rumah, sambil mengandeng lengan ayah. "Aku baru aja masak, ayah bersih-bersih dulu. Kita makan bareng ya," ucapku melanjutkan menyajikan hidangan di meja makan. Kulihat ayah bergerak menuju kamarnya, aku menuangkan minum dan menunggu ayah selesai dengan kegiatannya. Untungnya, makanan yang aku masak masih hangat, menunggu ayah membuatku tidak sabar. Rinduku pada ayah sudah menumpuk, banyak juga hal yang ingin kuceritakan padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD