BAB 15: Sepakat

1889 Words
Pagi yang mendung dan gerimis membuat suasana hati Rosea menjadi ikut kelabu, Rosea menyempatkan diri untuk melihat keluar untuk memastikan apakah listrik rumahnya sudah ada yang mengerjakan atau belum. Tidak ada siapapun yang bisa Rosea lihat. Rosea menyempatkan diri untuk merapikan kamar yang sudah di pakainya, lalu dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan menyikat gigi. Dia harus segera pergi keluar dari rumah Atlanta secepatnya sebelum membuat Atlanta semakin kerepotan karena terus membantunya. Kedatangan Rosea di sambut oleh suasana sepi, rumah besar dan mewah itu tidak menunjukan keberadaan siapapun selain seorang wanita paruh baya yang kini menyalakan fakum cleaner tengah membersihkan lantai. Wanita itu tersenyum ramah menatap Rosea penuh arti. Rosea tersenyum canggung, dia mengerti arti tatapan wanita itu, wanita itu pasti tengah menganggap Rosea teman kencan Atlanta yang sudah mengahbiskan malam panas. Rosea melangkah menuruni tangga dan melihat ke sekitar, dia mendengar ada suara musik yang terdengar samar-samar dari sebuah ruangan. Rosea segera pergi ke arah musik itu, Rosea harus menemui Atlanta untuk berpamitan dan juga berterima kasih. Kepala Rosea menengadah baru mengetahui bahwa rumah besar itu memiliki dua kolam renang. Rosea berdiri di sisi jendela besar dan tinggi, di sisinya terdapat sebuah patung yang berdiri. Di lihatnya Atlanta yang kini tengah berolaharaga dengan alat-alat fitnes miliknya. Tanpa sadar Rosea berdecih. Pantas saja pria itu sangat percaya diri terus menerus memamerkan tubuhnya, dia berolahraga dengan baik. Menyadari kehadiran Rosea di ambang pintu, Atlanta berhenti olaharaga. “Selamat pagi,” sapa Atlanta. “Selamat pagi,” sapa Rosea dengan canggung, “Terima kasih sudah mengizinkan aku menginap di sini. Aku harus pulang.” “Kamu bisa menginap lagi sampai semuanya selesai.” “Kita lihat saja nanti. Sampai jumpa.” “Sampai jumpa.” Rosea tersenyum dan menatap hangat, wanita itu segera membalikan badannya dan pergi meninggalkan rumah Atlanta. *** “Selamat pagi Prince,” sapa Leonardo seraya membungkuk dan mengecup kening puteranya yang kini sudah duduk di kursinya tengah sarapan pagi. “Selamat pagi Ayah.” Prince tersenyum samar, tangan kecilnya meraih segeles s**u dan meminumnya perlahan. Pipi Prince terlihat sedikit kemerahan, begitu pula dengan matanya yang sedikit berbeda karena sepanjang malam menangis. Prince mengambil andwich buah, anak itu memakannya dengan lahap tanpa protes. Leonardo duduk dan ikut menikmati sarapannya, pria itu menatap lembut Prince yang hari ini terlihat tidak begitu bersemangat. Sesaat Leonardo melihat jam di tangannya, dua jam lagi dia akan pergi meeting, sementara Prince akan sekolah. Melihat Prince yang tidak begitu bersemangat membuat Leonardo sedikit berpikir bagaimana cara mengembalikan semangat puteranya lagi. “Prince, kamu mau ke rumah Rosea?” tanya Leonardo dengan spontan. Prince mengangkat kepalanya dan mengunyah makanannya dengan pelan, “Apakah boleh?.” “Ya, kita akan ke rumah Rosea sebelum pergi sekolah.” Prince sedikit tertunduk sambil mengunyah makanannya, tangan mungilnya memegang erat sandwichnya yang hampir habis. “Tapi jika nanti Sea bertanya mau apa kita ke rumahnya, aku tidak tahu harus menjawab apa.” Leonardo tersenyum mendengarnya, “Kamu bawa sarapan untuknya. Selagi masih pagi, dia pasti belum sarapan.” “Benar juga.” Prince memasukan sisa rotinya ke dalam mulut mungilnya, tidak lupa dia menghabiskan susunya. Prince langsung melompat turun dan berlari pergi memanggil seorang assistant rumah tangga dan meminta kotak makanan. Leonardo tersenyum memperhatikan Prince yang berantusias, bahkan anak itu membuat dan memasukan sendiri sarapan yang akan di berikan. Leonardo dapat merasakan seberapa besar Prince menyukai Rosea, alangkah baiknya jika Rosea menerima tawaran kerja dari Leonardo, mungkin Prince akan sedikit lebih berubah menjadi seekspresif ini. Prince tidak boleh kehilangan moment indah masa kecilnya. *** Prince menurunkan jendela kaca mobil, bola matanya yang bulat dan indah itu bergerak melihat kekacauan di depan rumah Rosea karena pohon besar yang tumbang, kabel-kabel listerik yang terputus.s “Ayah, kenapa rumah Sea berantakan?” tanya Prince bingung. Leonardo ikut melihat dan menyadari bahwa hujan semalam sudah menghancurkan sebuah pohon besar hingga menimbulkan kekacauan. Leonardo menepikan mobilnya seketika dan mematikan mesin. Leonardo segera keluar di susul oleh Prince, mereka terdiam melihat pohon besar yang tumbang jatuh tepat di depan gerbang rumah Rosea dan membuat gerbang rumah itu hancur terjungkal ke belakang. “Ayah, apa Sea baik-baik saja?” tanya Prince lagi. Belum sempat Leonardo menjawab, pria itu langsung melihat kehadiran Rosea yang berlari keluar membuka gerbang rumah Atlanta. Tatapan Leonardo terjatuh pada pakaian Rosea yang hanya mengenakan jubah mandi. Rosea terpaku kaget melihat kehadiran Leonardo dan Prince yang tahu-tahu sudah berada di depan rumahnya. “Prince,” Sapa Rosea dengan canggung. “Sea, kenapa rumahnya rusak?” Tanya Prince seraya menunjukan pohon besar yang menimpa gerbang rumahnya Rosea. “Semalam ada petir menyambar pohon besar itu, listrik rumahku langsung padam” jawab Rosea dengan senyuman memaksakan merasa tidak nyaman di tatap tajam Leonardo. “Kamu baik-baik saja?” Tanya Leonardo terdengar memaksakan. Rosea mengangguk, “Ya, beruntung tetanggaku membantuku.” Kening Leonardo mengerut dalam, pria itu mengangkat wajahnya, melihat arah rumah tetangga Rosea. Tepat di lantai dua, Leonardo bisa melihat sekelebat bayangan seorang pria yang memperhatikan. “Kalian mau apa datang ke sini pagi-pagi sekali?” tanya Rosea tidak begitu yakin. Prince melirik Leonardo, genggamannya pada tanga Leonardon mengerat. Prince terlihat gugup untuk menjawab, “Di rumah ada banyak sarapan, jadi aku membawakannya untuk Sea.” Mata Rosea sedikit berkaca-kaca merasa terharu. Bibir Rosea mengerucut malu karena dia memang tengah lapar. “Terima kasih Prince. Aku belum sarapan. Ayo masuk.” Leonardo langsung membungkuk, memangku Prince agar puteranya tidak terjatuh ketika masuk. Begitu memasuki rumah, Rosea harus memungut beberapa barang yang berjatuhan ke lantai karena semalam tidak sengaja dia tendang. Leonardo menurunkan kembali Prince, tanpa sengaja pria itu melihat renda lingerie yang di kenakan Rosea muncul di balik ujung jubah mandi saat Rosea membungkuk memungut banyak barang di lantai. Rahang Leonardo mengetat, pria itu menahan sepercik kekesalan yang muncul di hatinya karena kecerobohan Rosea yang tidak menjaga lekuk tubuhnya di hadapan pria. Mengapa wanita itu benar-benar tidak menyadari kecantikan dan kemolekannya? Rosea sama sekali tidak menyadari pengaruhnya di antara banyak pria yang melihat dirinya. Leonardo membuang napasnya dengan gusar dan segera mengalihkan pandangannya, pria itu memilih duduk dan menunggu Rosea meletakan kembali beberapa barang di tempatnya. *** Prince segera membuka tasnya dan memberikan kotak makanan yang sengaja dia bawa dari rumah, dengan senang hati Rosea membuka kotak makanan yang di berikan Prince dan melihat beberapa potong roti isi yang berantakan. Bibir mungil Prince menekan seketika, kakinya bergerak gelisah mencoba menebak apakah Rosea menyukainya atau tidak. Prince takut, Rosea akan mengkritik makanan yang di buatnya. “Aku yang membuatnya, karena itu berantakan dan tidak cantik,” aku Prince terbata, Prince memilih mengakui kekurangannya lebih dulu sebelum mendapatkan kritikan, dengan begitu Prince tidak begitu sedih. Rosea terbelalak kaget, di detik selanjutnya wanita itu tersenyum lebar menatap hangat Prince. “Ini hebat, kok kamu pintar sekali membuatnya? Aku belum pernah membuat sarapan sandwich buah seperti ini, kamu belajar berkreasi memotong roti seperti ini dari mana?” Rosea langsung melontarkan banyak pujian dan pertanyaan untuk menunjukan ketertarikannya. Seketika Prince tersenyum malu, matanya sedikit mengerling terlihat senang dengan pujian. Prince berdeham dan menunjuk sandwich yang sudah di buatnya. “Kamu bisa membuatnya dengan roti tawar, anggur, kiwi, jeruk dan strawberry, yang ini terbuat dari cream bubuk dan keju juga s**u. Aku membuatnya di atas plastic lalu mencetaknya,” cerita Prince sambil mengingat-ngingat apa yang sudah dia lakukan untuk membuatnya. Rosea tercengang kaget, begitu pula dengan Leonardo yang tidak tahu jika Prince memiliki ingatan yang sangat detail. Anak itu masih sangat kecil, bahkan dia belum bisa menyebutkan beberapa huruf dan kata dengan jelas, namun Prince memiliki ingatan yang detail mengenai apa yang di lihatnya. Rosea langsung memakan sarapannya dengan lahap. “Sangat enak” Prince langsung tersenyum lebar karena mendapatkan pujian lagi. “Mata kamu kenapa?” Rosea balik bertanya. Sejak tadi Rosea tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari mata Prince yang merah sembab, Prince langsung mengusap kelopak matanya beberapa kali, anak itu melirik Leonardo yang hanya diam memperhatikan interaksi Prince dan Rosea. “Semalam aku menangis karena sedih” jawab Prince yang tidak bisa berbohong. “Tapi sekarang aku tidak sedih lagi karena ayah sudah mengusirnya.” “Kenapa kamu sedih?” Prince terdiam cukup lama sampai akhirnya anak itu berkata, “Aku sedih karena di sekolah, nilaiku yang paling kurang dan terus tertinggal.” “Prince, kamu tidak perlu khawatir dan bersedih. Kamu juga bisa melakukan apa yang teman kamu lakukan, kamu hanya perlu belajar lebih banyak dari teman kamu. Namun, jika kamu tetap gagal, itu artinya kamu unik dan special karena kelebihan kamu ada di tempat lain” jawab Rosea dengan spontan. Prince terdiam mencerna apa yang sudah Rosea katakan kepadanya. “Di tempat lain?” “Prince, setiap orang itu memiliki keterampilan yang berbeda-beda, perlu kamu ingat juga, keterampilan juga berhubungan dengan apa yang kamu suka dan membuat kamu bahagia saat mengerjakannya. Kamu pernah bilang, kamu suka alam, coba kamu cari kelebihan kamu di sana. Jangan bersedih, bersenang-senanglah.” Prince terdiam memikirkan semua ucapan Rosea sedikit demi sedikit, tidak berapa lama bibir mungilnya menyunggingkan senyuman lebar penuh percaya diri. “Ehem.” Leonardo berdeham sedikit keras, “Sea, mari bicara.” Leonardo angkat bicara. Sekilas dia melihat Prince yang sejak tadi duduk di samping Rosea. “Prince, kamu tunggu di sini sebentar.” “Baik,” jawab Prince masih dengan senyuman lebarnya. Rosea segera beranjak dan pergi di mengikuti Leonardo, Rosea tidak tahu apa yang akan di katakan Leonardo kepadanya. “Kamu mau bicara apa?” tanya Rosea begitu mereka ada di halaman rumah. Leonardo hanya menunjuk bibir Rosea untuk mengusapnnya. “Ada apa?” tanya Rosea bingung. “Ada krim di bibir kamu.” Seketika Rosea mengusap bibirnya dengan wajah memerah malu. Leonardo mengusap belakang kepalanya dengan sedikit pijatan, pria itu merasa terganggu dengan ucapan spontan Rosea yang tulus dan langsung membangun mood Prince. “Sea. Mengenai tawaran kerja. Kamu sudah memikirkannya?” “Aku tidak pernah memikirkannya,” jawab Rosea dengan tegas. “Aku akan menaikan bayarannya kalau kamu setuju. Kita bisa menegosiasikannya,” tawar Leonardo tidak menyerah, kini dia semakin sangat yakin bahwa Rosea adalah yang sangat tepat untuk membantu mengubah pikiran Prince. “Ada banyak pekerja professional yang bisa mendampingi Prince.” “Jika kamu yang mendampinginya, Prince tidak akan merasa tertekan karena sudah menganggap kamu temannya. Aku juga sudah menjelaskan semua masalahnya sama kamu.” “Tapi aku tidak bisa,” Rosea menggeleng, masih menolak dengan tegas. “Empat ratus juta” Leonardo tetap membuka penawaran. “Sudah aku bilang.” “Setengah milliar.” Seketika Rosea terdiam, bahkan mulutnya tidak memiliki keberanian untuk menolak. Melihat kebimbangan Rosea, Leonardo langsung mengulurkan tangannya mengajak bersalaman, “Setuju?.” Rosea terpaku bak patung, pikiran Rosea mendadak beku memikirkan berapa lama dia harus bekerja banting tulang untuk mendapatkan setengah milliar. Sementara Leonardo menawarkan pekerjaan yang mudah untuknya dengan gaji sebesar itu. Tanpa sadar, Rosea menerima tawaran Leonardo dan berjabat tangan. “Kamu tidak bisa mengubah keputusan kamu,” peringat Leonardo dengan tegas. Rosea mengerjap beberapa kali dan ternganga kaget dengan otaknya sendiri yang langsung lupa daratan karena uang. “Anu, itu, barusan aku belum bilang setuju” jawab Rosea gelapakan berusaha menarik tangannya dalam genggaman Leonardo. Alih-alih melepaskan, Leonardo semakin erat menggenggam tangan Rosea. “Bersalaman adalah wakil dari persetujuan yang sah.” Jawab Leonardo dengan senyuman mendominasinya, “Nanti malam kita membicarakan kontraknya, jika kamu tidak datang, aku akan menyeret kamu karena sudah melanggar persetujuan kita pagi ini.” To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD