BAB 9: Tentang Leonardo

1748 Words
Bola mata Rosea membulat sempurna melihat bagaiamana entengnya Leonardo menawarkan uang tiga ratus juta agar dia mau mengasuh Prince. Rosea merasa tergiur, namun harga dirinya yang sejak awal terhina membuat Rosea tidak tertarik sedikitpun. “Sebesar apapun uang yang kamu tawarkan, aku tidak tertarik sama sekali,” tolak Rosea tanpa keraguan. Leonardo menghela napasnya dengan berat, dia sudah menduga bahwa membujuk kerja sama dengan Rosea tidak akan mudah untuknya. “Sudah aku katakan, bukan pengasuh. Tapi teman bayaran,” jelas Leonardo dengan bisikan. Alis Rosea sedikit terangkat, “Prince tidak membutuhkan teman bayaran, dia bisa mendapatkan teman secara pribadi, dia anak yang kritis dan baik. Ibu Prince bisa_” “Aku ayah tunggal, Prince tumbuh tanpa pengasuhan seorang ibu.” Potong Leonardo dengan cepat. “Ah, maaf,” Rosea tergagap langsung di buat canggung. “Karena itu, tolong pikirkanlah. Biarkan Prince menemuimu untuk memastikan bahwa dia mudah di atur dan tidak akan mengganggu pekerjaanmu jika nanti kamu menemaninya.” Leonardo kembali membujuk, dia segera mengeluarkan dompetnya dan memberikan kartu namanya pada Rosea. “Hubungi aku jika kamu berubah pikiran.” Tanpa keraguan Rosea kembali menggeleng menolak menerima kartu nama yang Leonardo berikan, “Tidak, terima kasih.” Rosea langsung beranjak dari duduknya dan menggendong tasnya, di tatapnya Leonardo yang kini masih duduk menggenggam secarik kartu namanya yang di abaikan Rosea. Leonardo, pria arogan yang terbiasa di kemauanya di turuti itu terlihat kaget karena Rosea terus menolak tawarannya. “Aku permisi, selamat malam.” Rosea sedikit menangguk dan segera pergi meninggalkan Leonardo yang masih diam mematung membutuhkan waktu sedikit lebih lama lagi agar kembali sadar bahwa tawaran benar-benar di tolak mentah oleh Rosea. *** “Yang benar saja, dia benar-benar keterlaluan. Dia bilang teman bayaran? Kasarnya dia ingin kamu menjadi pengasuh anaknya, dia pikir berkomunikasi dengan anak-anak itu mudah apa, ini sangat keterlaluan,” celoteh Karina usai mendengarkan semua yang sudah Rosea katakan mengenai kejadian semalam. “Sikapnya dominan dan arrogant, aku sangat tidak suka,” timpal Rosea. “Itu wajar, dia lahir dari kelas bangsawan dari generasi ke generasi dan dia anak tunggal. Sejak kecil semua orang memperlakukan dia seperti raja karena seorang pewaris.” Rosea merenggut, tidak mengherankan jika Leonardo berbicara sangat mudah mengenai uang, ternyata pria itu sudah kaya sejak masih menjadi sel s****a. Kaki Rosea bergerak cepat di atas treadmill mulai berlari, di sampingnya terdapat Karina yang menggunakan sepeda statisnya. Pagi ini mereka olahraga bersama di sebuah gym yang baru pertama kali Rosea kunjungi setelah pindah. “Tapi Sea, kamu pellet apa anak Leonardo sampai anak itu suka sama kamu?” Rosea tertawa dengan makian kecilnya. “Astaga Rin, kamu tahu kan aku pembuat cerita dongeng anak di majalah, saat melihat anak lucu dan tampan aku langsung merasa gemas dengannya, aku hanya berbicara basa-basi dengan Prince murni sebatas sapaan biasa, aku tidak tahu anak itu berpikir hal yang berbeda.” “Masalah utama orang-orang sukses yang hidupnya di kelilingi kesibukan adalah rasa kesepian Sea, anak itu tumbuh tanpa seorang ibu dan tumbuh dengan keluarga yang dingin. Secara naluriah dia membutuhkan kasih sayang dan kehangatan, ketika kamu memberikan dia perhatian, dia merasa tersentuh.” Rosea mengangguk mengerti mendengar semua penjelasan yang di berikan Karina. “Sea, aku harap kamu jangan menerima tawarannya, enak saja Leo meminta kamu jadi teman bayaran anaknya.” “Aku sudah menolaknya.” “Tapi, kalau dia melamar kamu agar jadi ibunya Prince, itu bisa di bicarakan baik-baik” nasihat Karina dengan napas yang terdengar ngos-ngosan. “Jangan beromong kosong Rin, itu menjijikan” desis Rosea memperingatkan. Karina tertawa seketika, Karina melihat lurus ke depan, memperhatikan pemandangan indah di depannya yang terhalang oleh dinding kaca. Kepala Karina bergerak ke sisi, tiba-tiba wanita itu tersenyum melihat Rosea dengan kerlingan nakal di matanya. “Sea, apa jangan-jangan Leo tertarik kepada kamu dan menjadikan Prince alasan?” “Demi Tuhan, Karina. Berhentilah berbicara sembarangan” Rosea menggeram frustasi. “Kamu harus berpikir realistis, ini dunia nyata. Kami baru bertemu dua kali dengan kesan yang tidak mengenakan.” “Beb, aku tidak bicara sembarangan. Mengacalah Sea, kamu sangat cantik, cerdas, mandiri dan juga baik. Tidak ada alasan untuk Leo tidak menyukai kamu,” kukuh Karina dengan pendiriannya. “Tidak Rin.” Gerakan Karina memelan, wanita itu sedikit termenung mengingat-ngingat sesuatu. “Jika perkiraanku itu benar, sebaiknya kamu jangan dekat dia, Sea. Meski anaknya sangat lucu dan dia sangat kaya, aku tidak setuju kamu bersama Leo.” Rosea mengusap keringat yang membasahi wajahnya, tubuhnya terasa panas terbakar setelah lebih setengah jam berlari “Aku hanya menyukai anaknya karena dia lucu, sayang sekali anak sekecil itu sudah tidak memiliki ibu.” “Kata siapa?” Karina tertawa terhibur, “Sepertinya kamu salah paham Sea.” “Maksudnya bagaimana?” “Leo memiliki kekasih beberapa tahun lalu, mereka bersama karena perjodohan dan hidup bersama di Prancis. Aku pernah menghadiri pesta pertunangan Leo di saat kekasihnya hamil dua bulan. Leo dan kekasihnya sepakat untuk bertunangan dulu karena mereka merasa masih muda. Namun pertungan Leo tidak berjalan lancar, mereka putus ketika kekasih Leo masih mengandung. Karena itu, Prince langsung di bawa Leo ke Indonesia setelah di lahirkan. Prince memiliki dua kewarganegaraan.” Cerita Karina terlihat sangat hapal betul dengan kehidupan Leonardo. “Kamu tahu dari mana?” “Papahku bersahabat sama orang tua Leo, aku juga kenal Leo cukup dekat karena bisnis.” Rosea langsung diam dan terlihat merenungkan apa yang sudah di katakan sahabatnya itu kepadanya. Rupanya kehidupan Leonardo rumit, namun yang lebih rumit adalah kehidupan Prince. Suara deringan telepon terdengar membuat Rosea memelankan laju treadmillnya, perlahan Rosea turun dari treadmill dan menerima panggilan itu. “Selamat pagi Mah.” “Sea, kamu di mana sih? Gerbang rumah kamu di gembok, mamah tidak bisa masuk. Cepat pulang! Ngelayap terus. Buku mamah tertinggal di dalam rumah kamu.” Suara teriakan ibu Rosea terdengar di sebrang. “Aku sedang olaharaga.” “Mamah tidak peduli, cepat pulang!” “Iya iya, Ibu negara, aku pulang sekarang,” jawab Rosea dengan malas. *** Rosea keluar dari mobilnya dan berdiri di depan gerbang rumahnya yang masih tergembok, kepalanya bergerak ke segala arah mencari keberadaan sosok ibunya yang sudah menyuruhnya pulang cepat namun kini tidak di lihat di depan rumahnya. “Mamah ke mana sih?” tanya Rosea bingung. Suara tawa yang familiar terdengar milik Kartika membuat Rosea langsung membulatkan matanya melihat ke arah gerbang rumah Atlanta yang terbuka lebar. Refleks Rosea berlari masuk ke dalam dan di dapatinya Kartika tengah minum teh bersama Atlanta di halaman rumah. “Mah!” panggil Rosea hampir seperti teriakan. Kartika yang tengah berbicara dan melihat ke belakang, wanita itu mendelik kesal melihat Rosea yang masih berpenampilan kucel padahal ini sudah jam delapan pagi. Dengan was-was mendekat, di liriknya Atlanta yang duduk di kursi terlihat anggun mengenakan setelah jass berpenampilan formal. Pria itu menatapnya dengan lekat dan tersenyum akrab seperti sebelumnya, matanya sedikit melengkuk seperti bulan sabit yang terang bercahaya. Rosea memalingkan wajahnya yang kini terasa sedikit memas. Hubungannya dengan Atlanta tidak seburuk kemarin, namun Rosea tetap merasa terganggu dengan setiap senyuman yang Atlanta tunjukan kepadanya. Senyuman Atlanta terlihat indah dan pria itu tahu bagaiaman mencuri perhatian hanya dengan ketampanannya. “Mah, ayo pulang” bisik Rosea. “Kamu itu ya, senang sekali tampil dekil seperti ini,” bisik Kartika mengkritik penampilan Rosea yang baru selesai olahraga. Kartika segera beranjak dan mendekati Rosea, begitu Rosea sudah berada dalam jangkauannya, tiba-tiba saja Kartika mencubit keras Rosea. “Arrght Sakit!” Ringis Rosea kesakitan. “Biar tahu rasa kamu. Dasar tidak tahu waktu, ini sudah siang, kamu masih saja dekil begitu, ayo pulang!” jawab Kartika dengan geraman marahnya. Namun, di detik selanjutnya, kemarahan Kartika langsung berubah menjadi tersenyum cerah ketika melihat Atlanta. “Nak Atlanta, tante pamit dulu. Mainlah ke rumah Sea sesekali, dia wanita yang baik meski memiliki kepribadian yang aneh.” Atlanta mengangguk dengan senyuman gelinya, “Iya Tante. Terima kasih. Saya akan sering main ke sana.” “Saya permisi.” Kartika masih tersenyum lebar, namun di detik selanjutnya dia menarik tangan Rosea dan menyeretnya pergi dengan kemarahannya lagi. “Mah, santai dong, sakit tahu!” Rosea menarik-narik tangannya agar Kartika berhenti menyeretnya seperti anak kecil. Rosea sangat malu di perlakukan sembaranga, apalagi kini Atlanta tengah menontonnya. Kartika melepaskan cubitannya dan langsung bertolak pinggang di hadapan Rosea. “Kamu itu ya, mamah sudah bilang sama kamu ratusan kali, jika pagi-pagi itu kamu harus sudah rapi dan cantik. Kamu harus menjaga penampilan kamu! Kamu itu mengerti tidak sih Sea sama nasihat mamah?” “Mamah yang tidak mengerti denganku. Aku kan baru pulang olahraga, penampilan orang selesai olahraga memang seperti ini.” Bela Rosea tidak terima di marahi hanya perkara habis olahraga dan tidak terlihat cantik segar. “Memangnya olaharaga dapat buat kamu dapat calon suami hah?” debat Kartika. “Aku dapat sehat.” “Iya, kamu yang sehat. Mamah yang darah tinggi.” “Siapa suruh mikirin jodoh orang terus.” “Karena jodoh harus di cari Sea!” “Aku juga mencarinya, tapi tidak ada yang masuk standarku.” Kartika membuang mukanya tampak semakin kesal, sesaat dia mengusap dadanya dan mengontrol amarahnya. “Dengar ya Sea, mamah sudah tidak mau menerima alasan apapun dari mulut kamu. Pokoknya, mulai sekarang kamu harus sudah mulai serius mencari calon suami! Jangan hanya serius bekerja dan terus bermain saja. Mamah tidak akan bosan mengingatkan kamu, bulan depan kamu akan berusia dua puluh tujuh tahun. Kalau kamu masih tidak mau mendengarkan nasihat mamah, mamah akan menjodohkan kamu sama anak teman Mamah.” “Mah, ayolah itu tidak adil,” Rosea kembali protes. “Ini kebebasan hidup aku. Aku bahagia sendirian. Aku masih muda, ngapain sih cape-cape mikir perkara jodoh? Nanti akan datang pada waktunya.” “Sea” panggil Kartika dengan mata menyipit penuh kecurigaan menatap puterinya. “Apa kamu suka sesama jenis?.” “Mah!” Rosea berteriak frustasi. Atlanta yang sejak tadi diam dan menonton langsung membekap mulutnya merendam ledakan tawanya karena kecurigaan Kartika sudah sangat terlalu jauh. “Jika kamu normal, harusnya kamu bahagia memiliki tetangga setampan menawan dan sesukses Atlanta.” Rosea langsung berdecak pinggang, “Kenapa bawa-bawa tetangga kita sih?” “Kenapa katamu?, dia calon mantu idaman mamah, Sea,” jawab Kartika dengan jujur. “Dia sangat sopan, tampan luar biasa tanpa celah, muda dan sukses. Jika kamu tidak tertarik sedikitpun pada pria sempurna seperti dia, bukankah itu artinya kamu tidak normal?” “Terserah!” Rosea menghentakan kakinya. Dengan terburu-buru dia berlari membuka gerbang dan pintu rumahnya dari pada harus mendengarkan ocehan ibunya, lebih baik Rosea mengambil buku ibunya dan mengusirnya dengan cepat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD