4. Tawaran Kayshila

1612 Words
Bismillahirrahmanirrahiim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad === Ghali merasa kesal luar biasa dengan tingkah adiknya Naufal, Salma. Gara-gara ulah perempuan itu, restonya jadi harus menunggu lagi barang yang sesuai dengan pesanan. Ghali hanya bisa maklum karena Naufal sudah berulang kali meminta maaf atas kecerobohan adiknya itu. Ghali dengan terpaksa harus menghilangkan beberapa menu yang kekurangan bahan baku di hari itu. Semua karena ulah adiknya Naufal, batin Ghali. Ghali mengamati suasana dapur dan restonya dari ruangan yang dibuatnya khusus untuk dirinya dan dua sahabatnya agar lebih mudah memantau kerja pegawai dan para pengunjung restonya. Jam makan siang sudah berlalu jadi restonya tak terlalu ramai. Ia dan Giandra bisa beristirahat sejenak di ruangannya. Tak lama Giandra datang menghampiri Ghali yang sedang duduk di kursinya. “Bro!” ucap Giandra pada Ghali. “Kenapa?” “Ah, pake nanya lagi. Tuh fans berat lho datang. Nyariin katanya mau ketemu. Samperin dulu sana gih, daripada ntar dapur gue diacak-acak sama tuh cewek bar—bar,” ucap Giandra sambil bergidik ngeri. Ghali mengalihkan pada kaca pembatas ruangan yang memudahkannya melihat para pengunjung resto dan benar perempuan itu telah menunggunya dan melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum yang terkembang sempurna. Perempuan itu tanpa menunggu lagi langsung melangkahkan kakinya menghampiri Ghali dan Giandra. “Tuh kan, ke sini deh tuh makhluk satu. Heran, abangnya kan benci banget sama lo, nih kenapa adeknya bisa bucin banget sama lo. Gak ngerti gue!” ucap Giandra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Halo Aa Ghali yang ganteng!” tanpa mengucap permisi atau mengetuk pintu, perempuan yang dibicarakan oleh Ghali dan Giandra sudah masuk dan duduk di hadapan Ghali. “Assalamu’alaikum, Kay,” ucap Ghali. “Eh, iya lupa. Wa’alaikumussalam.” Perempuan itu adalah Kayshila, adik dari David. Meski David sangat membencii Ghali, tapi tidak dengan adik perempuannya yang seorang selebgram itu. Kay –panggilan akrab Kayshila—sangat menyukai dan mengagumi Ghali tak peduli seberapa benci abangnya pada Ghali. Hal itu sama sekali tak memperngaruhi Kayshila. Jangan ditanya bagaimana penampilan Kayshila yang seorang selebgram. Penampilannya selalu bisa memukai banyak mata meski hanya penampilan sederhana. Gadis berambut ikal sebahu itu menggunakan dress hitam selutut dengan riasan yang makin mempercantik wajahnya yang putih mulus. “Ehm, Kay ganggu Aa Ghali, nggak?” “Ganggu lah, ganggu banget!” Bukan Ghali yang menjawab tetapi Giandra. Entah kenapa Giandra tak begitu menyukai tingkah Kayshila meski sebagai seorang lelaki normal, Giandra mengakui bahwa Kay cantik luar biasa bak bidadari. Senyum Kayshila mendadak hilang dan netranya langsung mendelik ke arah Giandra yang berada di sebelah Ghali. “Eh, gue gak ngomong sama lo, ya! Gue ngomong sama Aa Ghali! Mending lo balik lah sana ke dapur!” usir Kay pada Giandra. “Eh, siapa lo berani ngatur-ngatur gue?! Ini juga ruangan gue. Asal lo tahu, ini ruangan buat gue, Ghali sama Mario. Jadi gue juga berhak ada di sini!” Ghali memutar bola matanya karena jengah dengan tingkah Giandra dan Kay yang seperti Tom and Jerry saat bertemu. Entah kenapa dengan keduanya, Ghali pun tak paham. Kay juga dulu memang bersekolah di Australia meski bukan di sekolah khusus memasak seperti dirinya, Mario, Giandra juga David. Mereka bertemu saat Kay mengunjungi David saat masih berada di kampus dari situlah awal mereka saling mengenal. “Udah, please gak usah ribut!” ucap Ghali menengahi. “Biar Ghali di sini aja ya, Kay? Saya gak enak kalau Cuma berdua aja bicara sama kamunya.” Kayshila pun cemberut menunjukkan rasa kecewanya. Ya, tapi memang begitulah risiko jika ingin dekat dengan Ghali. Ia sangat membatasi pergaulannya dengan perempuan yang bukan mahram, seperti amanat kedua orang tuanya. “Tuh, kan! Dengerin tuh apa kata Ghali!” ucap Giandra jumawa. “Huh, ya udah deh, gak apa-apa Si Kunyuk Giandra ini tetep di sini, A.” Giandra melayangkan tatapan mautnya pada Kay saat mendengar julukan ‘Si Kunyuk’ yang disematkan untuknya. “Ada apa, Kay?” “Hmm, A mau gak jadi chef buat acara masak di TV?” taya Kay to the point. “Hah? Acara masak yang sering di TV itu?” “Iya, Aa. Temenku yang kerja di TV gitu lagi nyari chef baru buat acara program masak. Nah dia minta bantuan aku buat nyariin. Eh, aku langsung kepikiran A Ghali aja gitu. Gimana? Mau ya, A?” bujuk Kay. Ghali dan Giandra saling bertatapan. Jujur saja, Ghali sangat terkejut dengan tawaran mendadak dari Kayla ini. “Kenapa harus saya, Kay? Kayaknya banyak chef lain yang lebih ganteng dan kompeten deh dari saya. Giandra dan Mario juga bisa, kan?” “Aduh, gimana ya, A. Masalahnya Aa itu cocok banget dengan kriteria yang dimau sama merekanya. Makanya aku nawarin Aa, bukannya orang lain.” Ghali merasa bimbang dengan tawaran yang diajukan oleh Kayshila. Ia tak bisa gegabah mengiyakan atau menolak langsung tawarannya hari ini. Ia butuh berpikir untuk mempertimbangkan baik dan buruknya. Kayshila melihat raut kebimbangan yang tercetak jelas di wajah Ghali. Kay akhirnya menjelaskan dengan detail acara memasak yang dimiliki oleh temannya itu agar Ghali bisa lebih mudah mengambil keputusan. “Gitu ya, A. Kay harap Aa mau ambil job ini. Lumayan loh buat marketing resto ini juga, A.” Ghali hanya tersenyum tipis. “Iya, nanti saya pikirkan dulu ya.”’ “Jangan lama-lama ya, Aa. Beberapa hari lagi Kay ke sini lho nagih jawabannya dan Kay harap jawabannya yes. Okay?” ucap Kay dengan tatapan penuh harap. “Saya belum bisa janji, Kay. Kita lihat aja nanti ya.” “Ya udah deh. Kalau gitu Kay ke luar dulu ya. Oh ya, Kay mau pesen spaghetti ayam bolognaise sama beefsteak saus rendang buatan Aa Ghali dong, ya, ya?” “Dih, cewek makannya rakus banget! Perut kadut!” ejek Giandra. “Eh, apa urusannya sama lo?! Mulut sama perut gue ini. Lagian emang gue minta bayarin sama lo? Nggak, kan?!” ucap Kay emosi pada Giandra. Meski memiliki tubuh ramping bak model, Kayshila bukan tipe perempuan yang menjaga makanannya. Ia bersyukur dianugerahi tubuh yang tetap langsing meski ia doyan makan. “Ya udah sana, kamu tunggu di luar ya. Biar saya masakin dulu.” “Yeay! Okay, Kay tunggu ya, Aa!” Kayshila ke luar ruangan Ghali dengan sumringah meski sempat memasang muka jutek saat bertatapan dengan Giandra. Ghali hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Kayshila. Ia hanya menganggap Kayshila seperti adiknya sendiri, sama dengan Fiyya dan Zia. “Gimana, Ghal? Lo mau terima tawaran Kay?” tanya Giandra. Ghali menggelengkan kepalanya. “Gue belum tahu, Gi. Menurut lo?” “Terima aja sih, bagus juga kan buat karir lo sebagai chef. Gue juga jadi bangga punya temen udah mah ustadz, chef, seleb pula.” “Ah, dasar lo mah!” === Ghali memikirkan tawaran Kayshila dengan matang. Tak lupa, ia juga meminta petunjuk Allah dengan salat istikharah. Ayahnya selalu mengajarkan untuk melibatkan Allah dalam setiap mengambil keputusan penting dalam hidupnya agar membawa kebaikan untuk dunia dan akhirat. Setelah beristikharah, Ghali menanyakan pendapat kedua orang tuanya mengenai tawaran dari Kay seusai makan malam keluarga. “Ayah gimana kamu aja, Ghali. Kamu udah istikharah belum?” tanya Ayah Faraz. “Sudah, Yah.” “Ya sudah, ayah dan ibu ikut aja keputusan kamu. Pesan ayah Cuma satu, kalau pun kamu mau menerima tawaran itu, niatkan semua karena Allah ya, Nak. Jangan hanya ingin mengejar karier semata. Insya Allah, kalau kamu niatkan karena Allah semua akan baik untuk urusanmu dunia akhirat.” Ghali menganggukkan kepalanya mantap. “Jadi, kamu terima, Ghali?” tanya Ibu Lisa. “Insya Allah, Ghali terima, Bu, Yah. Doakan Ghali, ya?” “Iya, kami selalau doain kamu sama adik-adik kok, Sayang. Duh, akhirnya ibu punya anak seleb.” “Bu, jangan lebay, ah!” ucap Ayah Faraz. “Ih, biarin dong, Yah! Ibu kan seneng. Oh ya, besok kamu anterin ibu sama ayah ya, Ghal?” “Ke mana?” “Ketemu sama keluarganya Om Revan. Mereka lagi ada di Bandung. Kamu besok ada waktu free gak?” “Oke, ibuku sayang. Apa sih yang nggak buat ibunya Ghali yang cantik jelita ini?” “Gombal kamu! Sama kayak ayah kamu.” “Like father like son, Bu.” === Sesuai dengan janjinya semalam, hari ini Ghali mengantarkan kedua orangtuanya bertemu dengan Om Revan dan Tante Nita. Kerabat yang sudah lama tak jumpa karena mereka tinggal di Jakarta meski memiliki usaha juga di Bandung. “Bu, ini kita kok ke sini? Kenapa gak ke vilanya Om Revan?” “Itu loh, anaknya Om Revan sama Tante Nita baru buka galeri di sini. Ini hari pertamanya buka yah semacam grand opening gitu lah, jadi kita ke sana memenuhi undangan dari mereka. Kamu masih ingat gak sama anaknya Tante Nita?” tanya Ibu Lisa dari bangku belakang karena yang duduk di samping bangku kemudi adalah Ayah Faraz. “Ya, udah lupa lah, Bu. Jarang ketemu juga, kan.” “Pasti anaknya udah jadi gadis cantik sekarang. Ibu gak apa-apa loh, kalo harus besanan sama mereka.” “Hmmm ... mulai lagi deh!” ucap Ghali bosan. “Oh ya. Yah, gimana kalau kita jodohin aja Ghali sama anaknya Revan Nita. Kayaknya mereka cocok deh.” “Bu, udah jangan mulai ah. Biar mereka aja yang nentuin, kita orang tua mengarahkan dan mendoakan aja.” “Hmm ... iya deh iya. Ya ibu kan Cuma mau yang terbaik buat anak ibu. Anak mereka kan dua—duanya perempuan, siapa tahu kamu bisa berjodoh sama salah satunya gitu.” Tak lama mobil yang mereka tumpangi telah masuk area parkir dari toko bernama Maryam’s Gallery. Terlihat beberapa rangkaian bunga ucapan selamat terpajang di sekitar halaman parkir sebagai bentuk suka cita atas grand opening galeri itu. Mereka bertiga segera turun dari mobil dan masuk ke dalam galeri yang menjual aneka barang hasil rajutan itu. “Ya Allah, Lisa, Faraz!” pekik seorang perempuan paruh baya. “Nita!” Lisa dan Nita berpelukan erat karena sudah lama tak jumpa. Nita membawa mereka bertiga ke ruangan khusus agar bisa lebih santai bercengkrama. “Ya ampun Ghali, kamu udah besar ya, Tante pangling. Dulu masih tante gendong-gendong lho,” ucap Nita pada Ghali. Ghali hanya tersenyum kikuk dan canggung. “Eh, iya, Tante.” “Anak kamu mana, Nit? Aku kok belum lihat. Pasti udah jadi gadis cantik nih sekarang.” “Oh iya, bentar ya aku panggil dulu. Tadi dia masih di belakang bantuin nata barang. Tunggu sebentar ya.” Nita meninggalkan mereka bertiga untuk memanggil anak perempuannya. “Ibu doain biar kamu naksir sama anaknya Tante Nita ya, Ghal.” “Mulai deh.” “Nah, ini anak tante. Kenalin. Shayna ini Om Faraz, Tante Lisa sama anak lelaki namanya Ghali.” Nita berdiri berdampingan dengan gadis cantik berhijab pink dengan gamis ungu yang cantik. “Shayna, Om, Tante, Kak,” ucap Shayna sambil menangkupkan kedua tangannya di d**a dan tersenyum pada ketiganya. Saat menatap wajah dan senyum cantiknya, entah mengapa Ghali merasa doa ibunya baru saja dikabul oleh Allah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD