14. Pengganti Kayshila (2)

1762 Words
Bismillahirrahmanirrahiim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad === Saat Salma menyetujui untuk menemani Ghali dalam acara CookFun, Vino merasa amat lega dan senang. Ia langsung mengajak Ghali dan Salma untuk briefing singkat sebelum acara di mulai karena ada sedikit perubahan konsep acara dari Vino. Setelah itu, Salma langsusng dirias oleh team make up dengan kilat. Untung saja pakaian yang dikenakan sudah pas karena memang ia akan tampil awalnya, hanya di akhir acara. Setelah semuanya beres, Vino memberi aba-aba pada Ghali, Salma dan juga krunya. “Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,” ucap Ghali pada kamera. Saat awal ini, kamera baru hanya menyorot Ghali, belum menyorot Salma. “Selamat pagi, Cookers. Alhamdulillah ya kita bertemu lagi di acara kesayangan CookFun weekend  ini. Nah, spesial edisi kali ini, saya akan memasak di salah satu cafe yang recomended banget yaitu Milks Heaven. Nah sekarang saya sudah bersama dengan pemilik cafenya yaitu Mbak Salma. Assalamu’alaikum, Mbak Salma.” Saat Ghali memperkenalkan Salma barulah kamera menyoroti keduanya. “Wa’alaikumussalam. Halo salam kenal semuanya, Coo - Cookers.” ucap Salma canggung sambil melambai ke arah kamera dengan senyum manisnya. Ghali dan Salma menggunakan apron berwarna hitam dengan tulisan CookFun di bagian perutnya. “Eh, beneran ini panggilan ke penontonnya Cookers? Gak salah?” tanya Salma ragu. “Iya, betul. Itu Kayshila yang bikin, memang terinspirasi dari rice cookers katanya,” jelas Ghali. Ide Kayshila itu memang agak sedikit aneh, tapi sejauh ini tidak ada yang protes dengan panggilan itu. “Oh, begitu. Oke.” “Nah, kali ini Mbak Salma akan menemani saya memasak ya. Oh iya, sebelumnya mohon maaf karena rekan saya Kayshila berhalangan hadir hari ini. Kita doakan ya biar Kay bisa bergabung lagi dengan kita di tayangan selanjutnya.” “Aamiin.” “Mbak Salma, boleh kita ngobrol sebentar sebelum masak?” “Oh iya, silakan, Chef. By the way, panggilnya Salma aja deh biar lebih enak.” “Oke Salma, bisa ceritain sedikit tentang cafe ini? saya perhatikan konsepnya berbeda dengan cafe kebanyakan.” “Iya, memang  betul. Cafe ini bisnis keluarga. Awalnya mama dan papa saya yang mengelola. Lalu ketika anak-anaknya sudah besar, saya dan kakak saya yang mengelola. Kakak saya mengelola cafe yang ada di Jakarta sedangkan saya mengelola cafe yang ada di Bandung ini. Untuk konsepnya sendiri, cafe ini memang awalnya khusus menjual produk minuman dan makanan yang berbahan dasar s**u, seperti namanya, Milks Heaven. Namun, seiring berjalannya waktu, kami juga menambahkan beberapa menu yang disukai pengunjung.” “Kalau boleh tahu, kenapa memilih s**u sebagai bahan baku?” “Sebenarnya keluarga saya mengelola dua jenis cafe, yaitu Milks Heaven yang berbahan baku s**u dan Coffees Heaven yang berbahan baku kopi. Jadi, dulu itu papa pengen banget bisa bantu para peternak sapi perah dan juga petani kopi. Jadi, beliau membuat cafe yang bisa menampung s**u dari para peternak dan juga kopi hasil panen dari para petani untuk diolah menjadi produk yang siap saji.” “Wah, keren juga ya konsepnya!” Ghali benar-benar kagum dengan konsep bisnis yang diutarakan oleh Salma. Ternyata gadis ini tak seburuk yang ia duga pada awalnya. “Oke, untuk mempersingkat waktu kita langsung aja ke acara inti ya. Hari ini kita akan memasak dua menu. Satu menu dari saya dan satu menu lagi andalan Milks Heaven. Are you ready to watch?” tanya Ghali pada kamera. === Setelah selesai memasak menu dari Ghali yaitu chicken steak with betutu sauce, kini giliran mereka memasak menu andalan dari Milks Heaven. “Nah, chicken steak betutunya udah beres. Sekarang saatnya kita memasak hidangan penutup khas dari Milks Heaven. Kita mau masak apa nih, Sal?” tanya Ghali sambil memperhatikan bahan-bahan yang tersaji di mejanya. “Kita mau masak wafel s**u dengan es krim pisang, milk waffle with banana ice cream. Sebenarnya varian topping es krim untuk wafel ini beragam, tapi yang paling laris yang banana ice cream.” “Oh iya, sebelumya saya penasaran. Ini kamu gak apa-apa nyebutin resepnya di sini? Nanti kalau ada yang ikutan niru gimana? Kamu gak takut kesaing nantinya?” tanya Ghali penasaran. “Hmm, sebenarnya ini resepnya gampang kok dan bisa cari di internet. Saya buatnya juga gak ada yang khusus. Kalau mau niru gak apa-apa. Saya yakin rezeki setiap orang sudah diatur oleh Sang Maha Pemberi Rezeki. Toh, walaupun resep yang digunakan sama belum tentu akan menghasilkan rasa yang sama, kan?” ucap Salma dengan lugas dan mantap. Adam dan Hana memang mendidik putera dan puterinya dengan baik. Termasuk tidak pelit dalam hal berbagi ilmu. Toh, rezeki sudah diatur dengan rapi oleh Allah. Manusia hanya tinggal berdoa dan berikhtiar dengan cara yang halal dalam menjemput rezeki yang sudah disiapkan oleh Allah. Jika mendapat saingan cafe baru dengan menu yang sejenis atau mirip, Adam dan Hana mengajarkannya untuk berdoa memohon petunjuk dan pertolongan Allah lalu selanjutnya adalah berikhtiar dengan membuat produk yang dimiliki cafenya terlihat lebih unik dan menarik atau dalam kata lain berinovasi. Ghali tertegun sejenak mendengar pernyataan yang semakin membuatnya kagum pada Salma. Ghali lalu dengan cepat mengembalikan kesadarannya dan mulai memasak kembali dengan Salma. Awalnya, Ghali kira Salma hanya mahir dalam hal manajemen cafe dan anti terhadap dapur karena yang Ghali tahu Salma adalah adik bungsu Naufal. Ia kira Salma hanya gadis manja. Namun ternyata ia salah. Salma dengan lihai membantunya memasak dengan luwes tanpa kaku. Ternyata selain jago berkuda, gadis itu lihai dalam urusan dapur, pikirnya. Ghali semakin kagum pada Salma.   Tak terasa dua buah milk waffle with banana ice cream sudah tersaji di meja. Saat itulah mereka menutup acara. “Gak kerasa, waktu kita udah habis. Buat Cookers yang bingung mau ke mana waktu weekend, saya rasa berkunjung ke Milks atau Coffees Heaven bisa jadi salah satu pilihan yang menarik. Bukan begitu, Salma?” “Ya, betul sekali. Bisa juga follow instagramnya di @milks_heaven_bandung atau @coffees_heaven_bandung. Saya tunggu kedatangan kalian di cafe ini ya,” ucap Salma sambil tersenyum dengan manis ke arah kamera. Keduanya menutup acara dan pamit undur diri dari layar kaca. Ghali dan Salma langsung mendesah lega karena acara sudah selesai. Vino dan krunya bertepuk tangan karena acara berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti. Sikap Salma pun tak terlalu kentara jika ia baru pertama kali tampil di depan kamera. Untuk ukuran pemula, penampilan Salma tergolong bagus, pikir Vino. Keduanya mendapatkan chemistry yang bagus dalam memandu sebuah acara. Vino yang tersenyum lebar melangkah mendekati Ghali dan Salma. “Ya ampun, Mbak Salma tadi keren banget lho. Ciusan deh! Makasih banyak buat hari ini ya, Mbak,” ucap Vino dengan tulus. “Aduh, biasa aja, Mas Vino. Gimana tadi penampilan saya? Ada yang salah atau malu-maluin gak? Kalau ada tolong dimaklumi aja, ya? Maklum aja amatiran.” “Gak ada kok, Mbak. Malah kelihatan natural banget tadi. Kayaknya bolehlah lain waktu Chef Ghali masak bareng Mbak lagi, ya kan, Chef?” Ghali dan Salma tak mengiyakan. Mereka hanya tersenyum saja menanggapi ucapan Vino. Vino mengucapkan selamat pada Ghali dan Salma lalu meninggalkan keduanya. “Makasih ya buat tadi ya, Sal,” ucap Ghali agak canggung. Entah kenapa saat di depan kamera yang sedang on, ia bisa berbicara pada Salma tanpa canggung. Tapi, sekarang rasanya ia agak canggung dan kikuk ingin mengajak Salma mengobrol. “No problem,” jawab Salma singkat dengan senyum tipis. “Kalau sudah tidak ada lagi yang saya bantu, saya pamit ke ruangan saya sebentar ya.” “Ya silakan, sekali lagi terima kasih.” === Adam dan Hana memutuskan untuk tinggal lebih lama di vila sambil menemani Naufal dan juga Salma sedangkan Radit sudah kembali ke Jakarta untuk mengelola cafe-cafenya yang ada di sana. Suasana yang aman, tenang dan tenteram di desa seperti ini cocok bagi pasangan seperti mereka untuk menghabiskan hari tuanya. Adam jadi berpikir ulang apakah ia dan Hana pindah ke sini saja? Biarlah urusan bisnisnya di Jakarta Radit yang handle. Jika diperlukan ia pun bisa sesekali datang ke Jakarta. Kini keduanya sedang bersantai sambil meminum teh di ruang tengah. Lalu Hana menyalakan TV dengan remote yang ada di meja depannya. Perempuan paruh baya yang telah melahirkan tiga anak itu memindah-mindah channel untuk mencari tayangan favoritnya. Gerakan jari di remotenya terhenti kala netra tuanya menangkap sosok sang putri bungsu tengah berada di layar kaca. “Pa, itu Salma anak kita, kan?’ tanya Hana pada Adam yang sedang memegang gawai di tangannya. “Hah? Mana, Ma?” tanya Adam sambil melihat ke arah istrinya. “Itu loh di TV, Pa,” tunjuk Hana ke arah TV yang sedang menampilkan Ghali dan Salma yang memasak bersama. Adam mengalihkan pandangannya ke layar televisi. “Ah, iya bener itu Salma, Ma. Kok dia bisa ada di sana, ya?” tanya Adam heran. “Iya, dia gak cerita sama kita kalau mau ikut acara masak sama Chef yang lagi famous itu.” Adam memerhatikan layar TV-nya dengan lebih intens. “Kayaknya papa gak asing sama lelaki itu. Kayak pernah ketemu, tapi di mana, ya?” tanya Adam sambil menerawang. “Hah? Papa pernah ketemu Chef Ghali? Di mana, Pa? Kok gak bilang mama, sih?” tanya Hana antusias. “Sebentar, papa inget-inget dulu.” Setelah membuka lembaran memori di kepalanya beberapa waktu silam, Adam ingat kronologi ia bertemu dengan Ghali. “Oh, iya. Papa ketemu dia di pacuan kuda, sama Salma juga. Tapi, Salma gak cerita apa-apa tuh sama papa.” “Papa ketemu di pacuan kuda?” tanya Hana. “Iya, dia sama ayahnya juga waktu itu sama satu lagi tapi papa lupa siapanya.” Keduanya kini fokus menatap sang putri yang tengah memasak bersama Ghali. Dalam hati, Hana merasa bangga dan senang karena putrinya bisa memasak bersama dengan Chef yang sednag digandrungi banyak remaja putri dan ibu-ibu karena keramahan, keshalihan dan ketampanannya. “Pa, kayaknya Salma cocok deh sama Ghali. Coba mereka saling naksir dan akhirnya nikah gitu ya? Ih, mama seneng banget deh bisa punya mantu chef yang shalih dan ganteng kayak Ghali.” “Ya, doain aja biar anak-anak kita dapat jodoh yang juga baik agama dan akhlaknya, Ma. Mau sama siapa pun itu. Lagian, emang Mama yakin si Ghali masih single? Cowok kayak begitu biasanya banyak yang ngincer, kan? Kali aja dia udah ada gadis idaman sendiri,” ucap Adam sambil merangkul bahu Hana. Senyum Hana perlahan pudar mendengar ucapan suaminya. Ah, kenapa ia sampai tidak terpikir ke arah sana, ya? Lelaki tampan, kaya dan berbakat seperti Ghali biasanya sudah punya gadis idaman sendiri. Tapi, Hana tak mau menyerah. “Ah, mama yakin kok dia masih single, Pa. Ya mungkin aja dia udah punya gadis idaman sendiri, tapi belum tentu jodoh juga, kan? Lah, mama aja yang rencana nikahnya sama Zafran, eh malah nikahnya sama papa, kan? Jodoh gak ada yang tahu, kan, Pa?” ucap Hana jumawa dengan tatapan masih terfokus pada layar televisi. Adam langsung tersentak kala sang istri mengingat masa lalu mereka yang memang unik. “Ck, Mama jangan bawa-bawa Zafran lagi kenapa? Itu kan masa lalu,” ucap Adam tak suka. “Ya ampun, udah tua dan punya anak tiga masih jealous aja nih,” ucap Hana dengan nada menggoda. Adam langsung menatap istrinya denga tatapan jahil dan tak lama Adam mengelitiki pinggang Hana hingga istrinya itu tertawa terpingkal-pingkal. Usai Hana meminta ampun dan memohon agar  Adam berhenti, barulah ia berhenti. Kini keduanya saling berpelukan di atas sofa. “Iya, jodoh memang gak ada yang tahu. Yang direncanakan dan di depan mata pun bisa aja gagal. Semua kembali pada kehendak Allah,” ucap Adam sambil mengecup puncak kepala Hana. Apa kisah mereka juga akan terulang pada putrinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD