#Ini adalah kisah kelanjutan anak Gita-Jake, tapi cerita ini berdiri sendiri jadi tidak harus membaca Bos Galak dahulu.
"Sampai kapan sih kamu mau begini terus?!" Jake memijat pangkal hidungnya yang berdenyut keras dengan frustasi, Gita yang baru datang dengan sebakul nasi di tangan menaruhnya di atas meja lalu ikut duduk di meja makan menyaksikan anaknya yang disidang seperti biasa oleh suaminya.
"Kalau kamu mau nakal boleh aja sayang, tapi jangan berlebihan, ya."
Jake langsung menoleh ke arah Gita dengan delikan protes. "Didik anak itu yang bener sekalian dong Bun. Masa dibolehin nakal!"
"Memangnya Mas nggak capek," Gita sekarang menatap kearah Dea yang memasang wajah datar itu. "ngomongin Dea itu udah kayak ngomongin tembok, susah banget!" Imbuhnya sambil menggeleng tidak habis pikir.
Jake menyilangkan tangannya di d**a lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, sebenarnya apa salah dan dosanya sih sampai anaknya bisa jadi kayak gini? Perasaan waktu muda dulu dirinya tidak sebandel ini.
"Sudah deh Bu, Pak. Aku capek, mau berangkat ngampus nih." Dea memain-mainkan kan kakinya dengan bosan, mendengar ceramah harian seperti ini benar-benar membuat kupingnya pengang.
"Kamu dengerin Bapak!" Dea langsung duduk tegap mematuhi perintah Bapaknya. "Nilai UN SMA kamu dulu itu jelek banget dan sekarang baru kuliah aja kamu sudah bikin onar. Emangnya kamu mau jadi apa?!" Jake sudah mulai kehilangan kendalinya.
"Sudah Mas jangan keras-keras, kasihan Dea." Gita memegang lengan suaminya itu dengan pelan.
"Lihat dong Bun! Dia itu anak gadis tapi kelakuannya udah kayak preman aja!"
Dea yang mendengar argumen dari kedua orangtuanya itu hanya bisa memonyong-monyong kan bibirnya kecil-kecil mengikuti logat Bapaknya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Aku kan udah bimbel Pak!" Dirinya harus membela diri. Mana mau dia disalah-salah kan terus. "Bahkan aku udah pernah ikut 5 bimbel dalam seminggu dan nilai aku itu nggak jelek-jelek amat kok, Bapak itu seharusnya jangan ngebandingin aku dengan orang lain, karena kemampuan setiap anak itu berbeda!" Mungkin kalian pikir Dea di sini yang menjadi teraniaya nya, namun nyatanya kata-kata yang dilontarkan nya itu ternyata sudah ribuan kali ia dilontarkan pada kedua orang tuanya.
Ya mana ngaruh lagi!
Jake sudah hafal di luar kepala, pasti kata-kata ini yang dilontarkan oleh Putrinya lagi. Dulu saat pertama kali Dea mengatakannya, Jake menganggap bahwa yang diucapkannya benar dan memakluminya. Namun ternyata itu hanya akal bulus Putrinya saja. Kurang ajar emang!
"Kalau kamu lupa, kamu sudah mengatakanya Minggu lalu, lalu Minggu lalu nya lagi, lalu nya lagi, dan lalu nya lagi." Dea hanya mendengus kesal. Padahal mencari alasan seperti ini menguras tenaga otaknya dan sekarang orang tuanya sudah tidak mempercayai akal bulusnya lagi. Dia kan harus berpikir lagi buat cari pembenaran kalau gini.
Repot-ribet-ruwet!
Mendingan waktunya ia gunakan untuk ML-an sama teman sekelasnya saja.
"Mas ini sudah siang, nanti Dea terlambat kuliah loh kalau kamu marahi terus."
"Alah Bun, palingan meskipun nggak aku marahin dia masuk kuliahnya juga telat." Sindir Jake membuat Dea menggembungkan pipinya gemas.
Gemas pengen tonjok wajah Bapaknya deh.
Tenang ... Dea masih anak yang berbakti kok, gak bakal senekat itu. Akhirnya acara ceramah itu terus berlanjut sampai berlama-lama, lama, lama, lama, kemudian. Kayak dapat pencerahan rohani aja dirinya.
Tuh kan, Dea jadi ngantuk kalau begini.
***
"Wissh ... gue tebak lo pasti habis dimarahi sama Bokap lo!" Fatma dan Fiony yang baru datang langsung merangkul bahu Dea sok akrab, Dea mendengus sambil menyingkirkan tangan Fatma dari bahunya dengan risih.
"Kayak nggak kenal sama Bokap gue aja." Ucap Dea santai sambil sesekali menendang botol kaleng yang ada di jalan yang dilewatinya.
"Kantin kuy?" Ajak Fatma membuat Dea langsung tersenyum sumringah.
"Yuk ah laper gue, di rumah tadi nggak nafsu makan." Fiony yang yang berada di tengah mereka hanya bisa menggeleng lumrah akan tingkah Dea. Teman sepopoknya ini sampai sekarang memang tidak pernah berubah kelakuannya.
"Bentar lagi pelajarannya Pak Sam loh, kalian nggak takut telat?" Peringat Fiony yang paling normal itu.
"Halah enjoy aja Fi, woles! Muka lo itu loh tegang mulu. Lemesin napa." Dea malah bergurau sendiri membuat Fiony hanya bisa menggeleng sambil mengelus d**a.
Terbuat dari apa otak Dea Gusti!
Akhirnya meskipun dengan berat hati Fiony mengikuti kedua temannya itu menuju kantin kampusnya. Gitu-gitu mereka adalah teman baiknya.
***
Mereka bertiga tengah makan sekarang, namun Fiony merasa ada yang aneh. Seperti ada yang mengganjal.
"Eh ... kalian ngerasa ada yang aneh nggak, sih?" Fatma menghentikan seruputan es teh botolnya sesaat, lalu menatap tidak mengerti kearah Fiony.
"Aneh apanya? Wajah lo kali yang aneh."
Tuh kan! Kalau ngomong sama teman-temannya pasti jawabannya nggak ada yang beres, akhirnya Fiony mencoba mengingat-ingat sendiri apa yang salah.
BRAK!
"Astaga!!! Kita belum ngerjain tugas yang diberi Pak Sam minggu lalu, kan hari ini harus dikumpulin!!" Pekik Fiony sambil menggebrak meja dengan dramatis membuat beberapa orang berhasil menoleh kearahnya, Dea bahkan sampai tersedak-sedak mendengar gebrakan itu.
"Sans aja napa!"
"Sans-sans pala lo! Bentar lagi udah jamnya Pak Sam." Balas Fiony ngegas, ia sudah deg-degan tak karuan.
"Kita kerjain sekarang gimana?" Usul Fatma menoleh ke arah Fiony. Fiony mengangguk cepat lalu mengeluarkan bukunya dan mereka berdua mengerjakannya dengan terburu-buru.
"De, lo kok santai banget sih? Padahal lo kan belum ngerjain tugas dari Pak Sam?" Fatma mengernyit tidak habis pikir, saat dirinya dan Fiony ngebut ngerjain tugas. Dea malah ongkang-ongkang kaki sambil menyantap mie ayamnya.
Dea tertawa sombong. "Halah itu mah gampang!! Gue tinggal palak tugasnya si kutu buku itu aja!"
Fatma dan Fiony speechless mendengar pernyataan temannya ini, benar-benar sudah kehilangan kata-kata.
"Memangnya siapa yang sering kamu palak?"
Masih dengan menyantap mie nya, Dea menjawab lantang. "Ya si Jojo lah! tuh bocah kan cupu banget. HAHAHA!!" Tanpa melihat lebih lanjut raut wajah tegang dari kedua temannya.
Namun tawa itu mendadak berhenti saat Dea tanpa sengaja melihat raut kaku Fatma dan Fiony. Kenapa mereka kayak mau ngeden aja deh? Mukanya tegang banget.
"Kalian kenapa?"
Fatma meneguk ludahnya berat, mengangkat tangannya gemetar lalu menunjuk arah belakang Dea, membuat Dea mau tidak mau menoleh ke belakang.
JEDERR!!!!
"Jadi selama ini kamu ngerjain tugas dari saya itu hasil malak Deandra Maulydina?"
Dea langsung berdiri mendekat ke arah Dosennya itu, "bukan gitu kok Pak--"
"Cukup! Selesai jam saya, kamu langsung ke ruangan saya!" Lalu Sam meninggalkan Dea begitu saja, Fatma menahan tawanya melihat ekspresi pasrah Dea. Mau ketawa tapi temen sendiri, gak ketawa tapi udah terlanjur. HAHAHA!!!
Dea ngelesot di lantai tanpa tahu malu, memang sepertinya urat malunya sudah putus.
"Hari ini gue apes banget. Sialan!!"